BMKG: Gempa M 6,1 Pasaman Barat Terjadi di Patahan Baru
Temuan segmen baru ini diharapkan menjadi pertimbangan pemerintah daerah dan masyarakat dalam upaya mitigasi gempa di masa mendatang.
Oleh
PANDU WIYOGA, YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Hasil kajian dan survei lapangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengidentifikasi patahan baru di pusat gempa bermangitudo 6,1 di Kecamatan Talamau, Pasaman Barat, Sumatera Barat. Temuan ini diharapkan menjadi pertimbangan pemerintah daerah dan masyarakat membangun mitigasi gempa di masa mendatang.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, Selasa (1/3/2022), mengatakan, dari data yang terekam sejak hari pertama gempa pada Jumat (25/2) hingga sekarang, BMKG mencatat ada patahan baru. Patahan itu tidak pernah teridentifikasi berdasarkan data seismitas. Sebelumnya, BMKG menyatakan, gempa M 6,1 itu terjadi di segmen Angkola bagian selatan.
”Jadi ada patahan baru yang selama ini belum pernah teridentifikasi karena tidak ada rekaman data seismik selama ratusan tahun. Baru kemarin, saat gempa M 6,1 tercatat dan terekam data seismiknya,” kata Dwikorita, dalam jumpa pers daring dari Padang Pariaman, Sumbar, Selasa.
Selama ini, kata Dwikorita, zona itu dianggap relatif aman karena tidak pernah terekam adanya aktivitas kegempaan. Walakin, Jumat lalu, lokasi itu menjadi pusat gempa sehingga perlu diwaspadai. BMKG beberapa hari terakhir telah melakukan pemetaan mikroseismik dan makroseismik di sekitar lokasi.
Temuan patahan baru ini, kata Dwikorita, penting untuk penataan mitigasi ke depan, baik perencanaan tata ruang, penyiapan building code, maupun rencana rekonstruksi bangunan. Lokasi itu merupakan zona merah dan berpotensi mengalami guncangan yang intensitasnya mencapai 8 MMI atau bisa merobohkan bangunan.
”Artinya, penting bagi pemda menyiapkan building code yang tepat di zona episenter yang baru teridentifikasi ini. Juga menyesuaikan tata ruangnya. Tentunya, dalam rekonstruksi pascagempa juga perlu menjadi perhatian. Jika terpaksa harus dibangun di sana, konstruksi harus sesuai dengan building code agar aman dari gempa di masa mendatang,” kata Dwikorita.
Kepala Pusat Seismologi Teknik BMKG Rahmat Triyono mengatakan, episenter gempa utama dan gempa susulan di Pasaman Barat terjadi di sekitar Gunung Talamau. Pada lokasi ini, terdapat patahan Sumatera segmen Angkola pada bagian utara dan segmen Sianok di bagian selatan. Kedua segmen itu tidak terhubung dengan episenter gempa M 6,1.
”Sementara kami sebut segmen Talamau. Apakah ini segmen mandiri dan baru terbentuk atau segmen yang sudah ada tapi baru kami ketahui (belum tahu). Bisa jadi, ini adalah terusan atau perpanjangan dari segmen Sianok yang memanjang sampai ke wilayah Talamau,” kata Rahmat.
Dalam kesempatan itu, Rahmat juga memutakhirkan data intensitas guncangan gempa di Pasaman Barat. Sebelumnya, BMKG merilis intensitas maksimum guncangan gempa tersebut sebesar VI MMI. Data itu berdasarkan sensor akselerograf BMKG yang berada di Kabupaten Agam, sekitar 50 km dari pusat gempa.
“Berdasarkan survei lapangan dengan melakukan mikrozonasi, kami ketahui, intensitas guncangan gempa kemarin VII-VIII MMI. Guncangannya memang sangat kuat. Berpotensi memicu kerusakan berat jika konstruksi bangunan sederhana,” ujarnya.
Rahmat mengatakan, di sekitar pusat gempa di Pasaman Barat, banyak ditemukan rumah roboh yang ternyata tidak punya kolom atau struktur memadai. Ia pun menyarankan pemda mulai memetakan bangunan yang tidak memenuhi syarat sehingga jika terjadi gempa tidak sampai merusak bangunan.
Berdasarkan data BPBD Sumbar, hingga Senin siang, 11 orang meninggal akibat gempa M 6,1 yang berpusat di Pasaman Barat 25 Februari. Dua kabupaten terdampak adalah Pasaman Barat dan Pasaman.
Di Pasaman Barat, 5 orang meninggal. Selain itu, 37 warga luka berat, 310 orang luka ringan, dan sekitar 10.000 orang mengungsi. Tercatat 400 rumah dan beberapa fasilitas umum rusak.
Adapun di Pasaman, jumlah korban meninggal sebanyak 6 orang. Selain itu, ada 5 warga yang mengalami luka berat, 36 orang luka ringan, dan lebih kurang 3.000 orang mengungsi. Sebanyak 1.000 rumah rusak dan beberapa fasilitas umum rusak.
Patahan Sumatera
Sementara itu, kata Dwikorita, ada tiga pusat pembangkit gempa di Sumbar, yaitu megathrust di lautan sekitar 250 kilometer dari pesisir, patahan Mentawai di laut, dan patahan Sumatera. ”Yang ketiga (patahan Sumatera), hampir dilupakan. Yang biasa dibahas dan diantisipasi adalah megathrust dan patahan Mentawai,” kata Dwikorita.
Patahan Sumatera membentang dari Aceh hingga Lampung. Di Sumbar, kata Rahmat, ada sejumlah kabupaten/kota yang dilewati patahan tersebut, antara lain Pasaman, Pasaman Barat, Agam, Bukittinggi, Solok, Kota Solok, Padang Panjang, dan Solok Selatan.
Menurut Rahmat, ada enam segmen patahan Sumatera yang melintasi Sumbar. BMKG juga melakukan pemodelan terhadap segmen-segmen itu agar memudahkan upaya mitigasi.
Segmen Sumpur dengan panjang 35 km memiliki potensi maksimal gempa M 6,9, segmen Sianok (90 km) M 7,4, segmen Sumani (60 km) M 7,1, segmen Suliti (95 km) M 7,4, segmen Angkola (160 km) M 7,7, dan segmen Barumun (12 km) M 7,5.
Beberapa segmen tersebut, kata Rahmat, sudah pernah terjadi gempa merusak beberapa waktu terakhir. Adapun segmen Suliti di Solok Selatan dan segmen Sumani di Solok beberapa puluh tahun terakhir aktivitasnya belum tampak signifikan.
“Apakah tidur atau apa, ini perlu diwaspadai. Catatan kami, untuk Sumani dan Suliti gempa merusaknya sangat minim. Kita memang mesti mewaspadai seluruh segmen. Namun, di antara sejarah yang pernah terjadi, dua segmen ini sepertinya belum menunjukkan aktivitas signifikan,” ujarnya.
Rahmat melanjutkan, skenario penanganan dan mitigasi gempa di kawasan pesisir Sumbar sudah relatif baik. Adapun skenario penanganan dan mitigasi gempa di darat juga harus diperkuat dengan konsep yang jelas.