Cemas Longsor dan Banjir Bandang, Ribuan Warga Malampah Mengungsi
Ribuan warga di Nagari Malampah, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, mengungsi karena khawatir gempa susulan kembali memicu longsor. Sejak 25 Februari, tercatat 134 kali gempa susulan.
Oleh
PANDU WIYOGA, YOLA SASTRA
·4 menit baca
PASAMAN, KOMPAS — Ribuan warga di Nagari Malampah, Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, mengungsi karena khawatir gempa susulan akan kembali memicu longsor. Selain itu, mereka juga khawatir hujan deras akan menghanyutkan material longsor dan menyebabkan banjir bandang.
Salah satu warga Jorong Satu Sipa Rayo, Nagari Malampah, Baiti (63), Minggu (27/2/2022), mengatakan, ada dua saudaranya yang tertimbun longsor. Sampai kini, dua korban tersebut belum ditemukan. ”Mereka pasangan suami istri. Waktu longsor, mereka sedang di ladang mengurus jagung dan nilam,” kata Baiti.
Longsor di Nagari Malampah dipicu gempa bermagnitudo 6,1 yang mengguncang Pasaman dan sekitarnya. Diperkirakan enam orang tertimbun longsoran. Sampai kini, tim pencari gabungan baru menemukan satu korban.
Longsoran tanah dan batu dari lereng Gunung Talamau menimbun belasan hektar ladang jagung dan kebun nilam. Adapun gempa membuat banyak rumah warga rusak parah di Jorong Satu Sipa Rayo dan Jorong Empat Bukit Lintang.
Salah satu warga Jorong Empat Bukit Lintang, Zulfikar (43), mengaku bertahan mengungsi di dekat rumah selama satu malam setelah gempa. Namun, kini ia pindah mengungsi ke Kantor Camat Tigo Nagari karena takut terjadi galodo atau banjir bandang.
”Setiap terjadi gempa susulan, muncul suara gemuruh tanah dan batu berjatuhan. Material di atas semakin menumpuk dan pasti akan turun ke bawah saat hujan,” ujar Zulfikar.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah pengungsi di Kabupaten Pasaman sebanyak 3.000 orang. Adapun korban meninggal sebanyak 6 orang, luka berat 5 orang, dan luka ringan 36 orang.
Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, hujan deras pascagempa besar perlu diwaspadai karena bisa memicu longsor susulan ataupun runtuhan bebatuan. Hal itu pernah terjadi di Padang Pariaman seusai gempa 2009. Sekitar dua desa terkubur longsoran dan menimbulkan korban jiwa.
”Pascagempa, hati-hati di lereng. Bisa terjadi runtuhan batu dan longsoran. Itu harus diwaspadai,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau Padang Pariaman Sakimin mengatakan, Minggu malam ini memang ada potensi hujan di Pasaman Barat dan Pasaman, tetapi tidak ekstrem. Potensi hujan berkategori ringan hingga sedang. Untuk itu, warga diminta waspada, tetapi jangan terlalu panik.
”Tim kami juga ada di posko (penanganan bencana), selalu memantau cuaca dan menginformasikan kalau terjadi hujan sedang, deras, ataupun ekstrem,” lanjut Sakimin.
Minggu malam ini memang ada potensi hujan di Pasaman Barat dan Pasaman, tetapi tidak ekstrem. Potensi hujan berkategori ringan hingga sedang. Untuk itu, warga diminta waspada, tetapi jangan terlalu panik.
Menurut Sakimin, sisa longsoran akibat gempa kemarin memang mengkhawatirkan, terlebih jika terjadi hujan di hulu. Apalagi muncul informasi dari masyarakat bahwa ada sungai mongering diduga tersumbat di bagian hulu. Sumbatan itu dapat memicu banjir bandang saat hujan deras.
”Tim BMKG sedang survei ke lokasi itu untuk memastikan apakah ada sumbatan dan genangan air di hulu, tetapi sejauh ini belum ada laporan. Mudah-mudahan tidak hujan deras. Kalau deras agak mengkhawatirkan. Yang jelas, masyarakat harus waspada, jangan mendekat ke lokasi rawan,” tuturnya.
Sakimin menyebutkan, hingga awal Maret 2022, sebagian besar wilayah Sumbar masih musim hujan. Walakin, akhir Februari hingga awal Maret nanti intensitas hujan cenderung ringan hingga sedang. Pasaman Barat termasuk daerah zona nonmusim sehingga setiap pekan selalu ada hujan.
Bukan likuefaksi
Daryono juga menegaskan bahwa tanah bergerak di Nagari Malampah bukan likuefaksi, melainkan longsor dan banjir bandang. Gempa dangkal di daerah perbukitan memang dapat memicu efek sekunder (collateralhazard) berupa longsoran. Sebelumnya, viral di media sosial bahwa video tanah bergerak itu disebut likuefaksi.
”Runtuhan tanah sampai menutup jalur sungai. Air terbendung, menimbulkan banjir bandang, meluap ke kanan kiri sungai. Orang sebut itu likuefaksi. Padahal, sebenarnya tumpahan material longsor yang bercampur air dan tumpah ke kanan kiri sungai besar,” kata Daryono.
Baca juga :
Perkuat Bangunan, Potensi Gempa di Pasaman Barat hingga M 7,6
Daryono melanjutkan, sebagai langkah mitigasi, warga disarankan tidak membangun rumah di wilayah lereng. Apalagi, di lokasi itu terdapat patahan atau sesar aktif. Lokasi itu rawan longsor saat gempa besar melanda.
Adapun pembangunan di lokasi lain, menurut Daryono, mesti dipastikan tahan gempa yang didesain dengan struktur kuat. Gempa sebenarnya tidak membunuh, tetapi bangunan roboh yang justru memicu korban. Oleh sebab itu, jangan asal membangun rumah.
Gempa susulan
Sementara itu, hingga Minggu (27/2/2022) siang, BMKG Padang Panjang mencatat terjadi 134 kali gempa susulan sejak 25 Februari. Dari jumlah itu, enam gempa bisa dirasakan.
Daryono mengatakan, tren kekuatan gempa susulan mulai menurun di bawah M 4. Namun, pada Minggu pukul 02.08, ada satu gempa M 4,9 relatif kuat dan membuat masyarakat berhamburan.
”Kami mengimbau masyarakat tidak menempati rumah rusak, miring, atau rusak sebagian. Goyangan besar bisa memicu roboh. Lebih aman di tempat pengungsian,” kata Daryono.
Terkait gempa susulan menimbulkan bunyi gemuruh, Daryono mengatakan, itu sebenarnya hal lazim. Selain suara gemuruh, kadang suaranya seperti ledakan atau dentuman. Suara-suara itu muncul karena sumber gempa dangkal.
”Gempa itu pelepasan energi. Kalau dangkal atau dekat dengan permukaan, pelepasan energi itu bisa menimbulkan suara dentuman, ledakan, dan gemuruh karena ada pergeseran batuan di dalam bumi. Belum lagi kalau ada bagian di bawah permukaan berongga, suaranya lebih keras,” ujarnya.
Suara gemuruh itu, kata Daryono, merupakan suara pergeseran di bawah tanah. Selama tidak memicu gempa lebih besar, suara itu tidak perlu dikhawatirkan.