Warga Wadas Laporkan Kekerasan oleh Aparat ke Mabes Polri
Perwakilan warga Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jateng, melaporkan kekerasan yang dilakukan aparat kepada Mabes Polri. Warga juga mengadu ke sejumlah instansi lain terkait penambangan andesit di desanya.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·5 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sejumlah warga dari Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, mendatangi Markas Besar Kepolisian Negara RI untuk melaporkan kekerasan yang mereka alami, 8 Februari lalu. Kejadian itu disebut warga bukan yang kali pertama. Warga meminta agar kekerasan yang dilakukan aparat tidak terulang lagi ke depannya.
Perwakilan warga tersebut mengadukan bahwa ada tindakan sewenang-wenang dan tidak profesional yang dilakukan oleh Kepala Polda Jateng, Wakil Kepala Polda Jateng, serta Kepala Polres Purworejo terkait pengamanan kegiatan pengukuran tanah di Desa Wadas, 8 Februari 2022.
Laporan itu sudah diterima oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri dan telah dituangkan dalam surat aduan dengan nomor SPSP2/1266/II/2022/Bagyanduan.
Yati, salah satu warga Desa Wadas yang turut melapor ke Mabes Polri, mengatakan, kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian kepada warga sudah terjadi setidaknya dua kali. Kejadian pertama disebut Yati terjadi pada 23 April 2021 saat pemasangan patok untuk lokasi penambangan batu andesit.
”Kami mohon jangan sampai ada kejadian ketiga kalinya. Kemarin katanya aparat hanya mendampingi pengukuran tanah, tetapi mereka malah menangkapi warga tanpa alasan. Mudah-mudahan ini bisa diusut, diselesaikan di Mabes Polri,” kata Yati dalam keterangan pers daring, Jumat (25/2/2022).
Warga lain, Marsono, juga menyesalkan sikap aparat yang seharusnya melindungi masyarakat, tetapi malah mengintimidasi masyarakat. Akibatnya, sejumlah warga, terutama perempuan dan anak-anak, menderita trauma akibat kejadian tersebut.
”Mereka tidak hanya mengamankan pengukuran, tetapi menyerang petani. Rumah-rumah kami digedor-gedor, desa dikepung sampai kami tidak berani keluar rumah, tidak bisa beraktivitas,” ujarnya.
Menurut Marsono, ia dan warga lain ingin bisa kembali bertani dengan tenang. Ia juga berharap agar situasi desa bisa kembali rukun.
Pengabaian hak
Sebelumnya, Komnas HAM mempaparkan temuan dalam investigasi mereka, antara lain tentang adanya kekerasan terhadap warga, pengabaian hak-hak warga, dan penggunaan kekuatan berlebihan. Komnas HAM merekomendasikan Kapolda Jateng untuk mengevaluasi, memeriksa, dan memberi sanksi anggotanya yang terbukti melakukan kekerasan kepada warga Wadas.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Jateng Komisaris Besar M Iqbal Alqudusy mengatakan pihaknya akan menjadikan hal tersebut sebagai bahan analisis dan evaluasi kinerja Polda Jateng ke depannya (Kompas.id, 24/2/2022).
Selain ke Mabes Polri, perwakilan warga Wadas juga telah mengadu kepada sejumlah instansi sejak Rabu-Jumat (23-25/2/2022). Instansi yang didatangi, antara lain, Kantor Staf Presiden, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman RI, Komisi Kepolisian Nasional, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Pada saat di Kantor Staf Presiden, warga didengarkan aduannya dan ditanyai terkait apakah penolakan warga terhadap tambang tidak bisa ditawar. Dalam kesempatan itu, warga menyatakan tetap akan menolak pertambangan karena tiga hal.
Alasan pertama, wilayah yang akan ditambang adalah wilayah kelola rakyat yang produktif dengan total pendapatan Rp 8,5 miliar per tahun. Kedua, rencana pengadaan tanah di Desa Wadas sejak awal sudah dimanipulasi karena menggunakan mekanisme pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
Mereka tidak hanya mengamankan pengukuran, tetapi menyerang petani. Rumah-rumah kami digedor-gedor, desa dikepung sampai kami tidak berani keluar rumah, tidak bisa beraktivitas.
Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021, dipastikan bahwa pertambangan tidak termasuk dalam proyek untuk kepentingan umum. ”Alasan penolakan ketiga, tidak ada izin usaha pertambangan (IUP) untuk tambang batu andesit di Wadas,” ujar Kepala Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta Julian Dwi Prasetya.
Hal tersebut dibenarkan Marsono. Menurut dia, sejak dulu, warga Desa Wadas sudah cukup sejahtera dengan hidup bertani. Mereka bisa tetap memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, termasuk menyekolahkan anak-anak mereka.
”Sampai kapan pun, kami tidak akan menjual tanah kami berapa pun dan kepada siapa pun. Warga Wadas itu sejahtera dengan bertani, (meskipun) tidak hidup bermewah-mewah, tetapi tercukupi,” tuturnya.
Perizinan tambang
Dalam kunjungannya ke Kementerian ESDM, warga menyerahkan surat protes atas tindakan Kementerian ESDM yang menerbitkan surat bernomor T-178/MB.04/DJB.M/2021 tertanggal 28 Juli 2021 atas nama Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Ridwan Djamaluddin.
Dalam surat itu, Ridwan menyetujui kegiatan pengambilan material quarry berupa batuan andesit untuk pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener dan tidak memerlukan izin pertambangan.
”Dalam dokumen analisis dampak lingkungan hidup (AMDAL) rencana kegiatan pembangunan Bendungan Bener, Februari 2018, luasan yang tercatat untuk ekstraksi pertambangan batuan andesit mencapai 140 hektar. Jika merujuk Pasal 59 Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020, izin yang wajib dimiliki adalah izin usaha pertambangan (IUP) batuan,” papar Julian.
Menurut Julian, selama ini, penambangan yang dilakukan perusahaan negara, baik BUMN maupun BUMD, tetap memerlukan izin usaha. Jika dilakukan tanpa izin, hal tersebut tergolong sebagai illegal mining atau penambangan tanpa izin. Dalam Pasal 35 Undang-Undang Minerba 3 Tahun 2020, ancaman sanksi yang dikenakan bagi pelanggar ketentuan adalah penjara 5 tahun dan denda Rp 100 miliar.
Berdasarkan data Dinas ESDM Jateng, pada 2021, ada 79 tambang batu andesit di wilayahnya. Luasan tambang andesit yang tersebar di 15 kabupaten itu sekitar 657 hektar dengan kapasitas produksi sekitar 163.103 meter kubik.
Di Purworejo, ada tujuh tambang andesit yang memiliki IUP. Total luas tambang andesit di Purworejo sekitar 167,74 hektar dengan kapasitas produksi sekitar 6.993 meter kubik.
Ditemui terpisah, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jateng Sujarwanto Dwiatmoko mengatakan, tambang andesit di Desa Wadas yang akan digunakan untuk menyuplai pembangunan Bendungan Bener tidak masuk dalam tujuh tambang tersebut. Menurut dia, tidak perlu ada IUP di tambang tersebut.
”Tambang di Wadas tidak ada IUP. Quarry Wadas adalah satu kesatuan dengan proyek Bendungan Bener,” ucap Sujarwanto.
Menurut Sujarwanto, quarry Wadas tidak termasuk kriteria pihak yang dapat diberikan izin di sektor pertambangan mineral sebagaimana diatur pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020. Sebab, material itu hanya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan material Bendungan Bener dan tidak digunakan untuk kepentingan komersial.
Setelah proyek selesai, tidak akan ada penambangan lanjutan. Tanah bekas tambang akan dipulihkan, diolah sesuai dengan keinginan warga, dan diserahkelolakan kepada warga untuk meningkatkan kualitas kehidupan warga.