Sisik Trenggiling dan Paruh Rangkong Gading Diperdagangkan di Facebook
Dua pelaku perdagangan sisik trenggiling dan paruh rangkong gading ditangkap di Deli Serdang, Sumatera Utara. Satwa dilindungi itu dijual melalui akun Facebook.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Dua pelaku perdagangan sisik trenggiling dan paruh rangkong gading ditangkap di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Pelaku menjual bagian satwa dilindungi itu melalui akun Facebook. Perdagangan satwa melalui media sosial kembali marak.
”Kami menyita 2,1 kilogram sisik trenggiling dan satu paruh rangkong gading dari sebuah rumah di Kompleks Taman Pesona Deli Tua,” kata Kepala Seksi Wilayah I Medan Balai Penanganan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Haluanto Ginting, di Medan, Kamis (24/2/2022).
Haluanto mengatakan, dua pelaku berinisial AS dan L itu ditangkap setelah Gakkum LHK bekerja sama dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Petugas melakukan patroli siber di media sosial untuk memantau perdagangan satwa dilindungi.
Petugas pun menemukan akun Facebook yang menawarkan sisik trenggiling dan paruh rangkong gading. Petugas berhasil membuka komunikasi dengan pedagang tersebut. Mereka pun bertemu dan langsung menangkap pelaku. Petugas menggeledah rumah pelaku di Kompleks Taman Pesona Deli Tua dan menemukan barang bukti di sana.
Dua pelaku pun langsung ditangkap. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa AS berperan menjual bagian tubuh satwa dilindungi melalui akun Facebook. ”Sementara L berperan mencari bagian tubuh satwa dilindungi dari masyarakat,” ujar Haluanto.
Haluanto mengatakan, sisik trenggiling dan paruh rangkong gading itu diduga didapat dari jaringan perdagangan satwa Sumut-Aceh. Satwa didapat dari perburuan di Aceh dan dipasarkan melalui Medan. Dengan perkiraan 1 kilogram sisik trenggiling diambil dari 10 ekor, kulit trenggiling yang disita itu diperkirakan berasal dari 21 ekor.
Kedua pelaku pun kini dititipkan di rumah tahanan Polda Sumut. Mereka terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Haluanto mengatakan, mereka akan mengembangkan kasus itu untuk mengungkap jaringan yang lebih luas. Perdagangan satwa dilindungi selama ini menggunakan jaringan putus-putus sehingga sulit mengungkap sampai ke akarnya.
Pelaku perdagangan sisik trenggiling juga sudah beberapa kali diungkap. Pada November 2021, Balai Gakkum Sumatera juga menangkap dua pelaku dengan barang bukti 36,7 kilogram sisik trenggiling. Pada bulan yang sama, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumut juga menangkap seorang pelaku yang hendak menjual 5 kilogram sisik trenggiling.
Secara terpisah, Direktur Yayasan Program Konservasi Species Indonesia Rudianto Sembiring mengatakan, perdagangan bagian tubuh trenggiling, baik sisik maupun daging, masih terjadi. Sumut menjadi salah satu pusat perburuan dan perdagangan trenggiling.
”Jaringan pedagang kini kembali lagi menggunakan media sosial, telepon, dan SMS agar lebih sulit ditangkap petugas. Mereka kini hampir selalu menggunakan perantara,” ujar Rudianto.
Ia menyebutkan, perburuan trenggiling banyak dilakukan di daerah Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Deli Serdang, dan beberapa kabupaten di Aceh. Untuk menyelamatkan trenggiling dari ancaman kepunahan, kata Rudianto, jaringan perdagangan dan perburuan ini harus ditindak.
Hewan yang aktif pada malam hari atau noktural itu merupakan satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Status konservasi spesies pemakan semut dan rayap itu pun kini kritis dengan populasi yang terus menurun. Ancaman utamanya adalah perburuan, perdagangan ilegal, dan kerusakan habitat.
Di dunia kini terdapat delapan spesies trenggiling. Sebanyak empat jenis di Asia (Manis javanica, M pentadactyla, M crassicaudata, dan M culionensis) serta empat lainnya di Afrika (M gigantea, M temmincki, M tricuspis, dan M tetradactyla). Trenggiling di alam Indonesia adalah M javanica. Satwa ini tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, dan Lombok.
Jaringan pedagang kini kembali lagi menggunakan media sosial, telepon, dan SMS agar lebih sulit ditangkap petugas.
Perburuan rangkong gading juga masih terus terjadi dan membuat populasinya menurun drastis. Sejak akhir 2015, International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah menaikkan status rangkong gading dari hampir terancam (near threatened) menjadi terancam punah (critically endangered). Satu tahap lagi menuju kepunahan.
Perburuan satu rangkong gading jantan juga bisa berarti membunuh pasangannya dan anaknya. Rangkong gading jantan setia kepada satu pasangan dan memberi makan pasangan dan anaknya hingga anaknya bisa keluar dari sarang pada usia 6 bulan.