Jadi Tersangka Setelah Ungkap Korupsi di Cirebon, Nurhayati Siap Praperadilan
Kuasa hukum Nurhayati tengah mengkaji rencana pengajuan praperadilan. LPSK bakal memberi perlindungan kepada Nurhayati.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Nurhayati, eks Bendahara Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pengungkap dugaan kasus korupsi atasannya, akan mengajukan praperadilan terhadap status tersangkanya. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban bakal memberi perlindungan bagi Nurhayati.
Waswin Janata, salah satu kuasa hukum Nurhayati, tengah mengkaji rencana pengajuan praperadilan. Upaya hukum itu dapat menentukan sah tidaknya status tersangka terhadap kliennya.
”Praperadilan sedang disiapkan,” ujar Waswin di Cirebon, Jawa Barat, Kamis (24/2/2022).
Sebelumnya, pada 30 November 2021, polisi menetapkan Nurhayati sebagai tersangka dugaan korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Desa Citemu. Ia diduga memperkaya eks kuwu (kepala desa) berinisial S yang diduga menyelewengkan anggaran desa lebih dari Rp 818 juta pada 2018-2020. Padahal, Nurhayati yang pertama kali melaporkan tindakan atasannya tersebut.
Menurut Waswin, Nurhayati seharusnya tidak dipidana sesuai dengan Pasal 51 KUHP. Aturan itu menyebutkan, orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan dari penguasa berwenang tidak boleh dipidana. Dalam hal ini, sebagai bendahara, kliennya hanya mengerjakan tugasnya sesuai dengan perintah kuwu.
Pihaknya juga menilai, Nurhayati sebagai whistleblower atau saksi pelapor yang turut mengungkap kasus korupsi. Kliennya sebelumnya mengirim surat ke Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Citemu terkait dengan dugaan korupsi atasannya. Itu sebabnya, ujarnya, ibu dua anak itu seharusnya dilindungi, bukan diproses hukum.
”Kasus ini preseden buruk. Kalau orang yang berani melaporkan (korupsi) tidak mendapatkan apresiasi, malah jadi tersangka, kan, semua orang jadi takut (melapor),” ucapnya.
Pihaknya telah mengadu kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia Mahfud MD agar Nurhayati mendapatkan keadilan.
Ketua BPD Citemu Lukman Nurhakim mengatakan, Nurhayati dua kali mengirim surat kepada BPD terkait dengan dugaan korupsi atasannya. Ia pun merahasiakan identitas Nurhayati demi keamanan pelapor.
”Saya kaget Bu Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka. Jangan sampai api orang yang mau mencegah korupsi seperti dia dipadamkan. Mau kayak apa negara ini?” katanya.
Di Kota Bandung, Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menyatakan telah berkomunikasi dengan Nurhayati melalui sambungan telepon. Nurhayati kini tengah terpapar Covid-19.
”Kami berkomitmen melindungi yang bersangkutan,” ujarnya.
Hasto menyayangkan penetapan Nurhayati sebagai tersangka. Seharusnya Nurhayati menjadi saksi pelapor dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Menurut Hasto, pihaknya tengah berkoordinasi dengan kejaksaan dan kepolisian perihal penetapan status tersangka itu.
Jika dibiarkan, lanjut Hasto, hal tersebut bisa menjadi contoh buruk bagi masyarakat sehingga takut melaporkan kepada kepolisian. LPSK, ujarnya, terus berusaha melindungi Nurhayati, bahkan jika memang nantinya tetap ditetapkan sebagai tersangka.
Nurhayati nantinya akan mendapatkan perlindungan sebagai justice collaborator, yaitu pelaku yang bekerja sama dalam memberikan bantuan bagi penegak hukum. Namun, Hasto tetap berharap Nurhayati tidak menjadi tersangka karena akan berdampak buruk pada keberanian masyarakat untuk melaporkan kejahatan kepada aparat penegak hukum.
”Saat kami mengampanyekan kepada masyarakat untuk berani bersaksi, berani memberikan laporan. Lalu kejadiannya begini. Ini, kan, menjadi arus balik, bikin orang takut melapor,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Polres Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Fahri Siregar menegaskan, penanganan kasus Nurhayati sudah sesuai dengan prosedur. Nurhayati diduga menyerahkan anggaran pendapatan dan belanja desa kepada kepala desa sebanyak 16 kali. Hal itu melanggar Pasal 66 Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Akan tetapi, polisi mengaku belum menemukan bukti Nurhayati menikmati uang dugaan korupsi tersebut. ”Kami melakukan penyidikan lebih lanjut terhadap Nurhayati itu juga ada petunjuk dari tim JPU (jaksa penuntut umum) agar dilakukan pendalaman terhadap Nurhayati. Perbuatannya melawan hukum dengan memperkaya saudara S,” ucapnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Sumber Cirebon Hutamrin menegaskan, jaksa tidak mengintervensi penyidik polri dalam penetapan tersangka terhadap Nurhayati. Pihaknya hanya memberi petunjuk agar penyidik memperdalam keterangan Nurhayati selaku saksi saat itu.
”Kami tidak pernah mengatakan, Nurhayati itu harus jadi tersangka,” ujarnya.