Omicron Menyebar di Sulteng, Keterisian Rumah Sakit Terus Meningkat
Tempat tidur di rumah sakit penanganan Covid-19 di Sulteng akan ditambah untuk mengantisipasi terus meningkatnya keterisian rumah sakit.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Keterisian tempat tidur di rumah sakit yang merawat pasien Covid-19 di Sulawesi Tengah terus meningkat. Pemerintah telah meminta rumah sakit untuk menambah tempat tidur perawatan pasien Covid-19 untuk mengantisipasi lonjakan kasus.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah mencatat tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) di rumah sakit yang menangani pasien Covid-19 pada Senin (21/2/2022) sebesar 25,59 persen. Angka itu setara dengan total 173 pasien. Pada Minggu (20/2/2022), BOR masih 24 persen.
Angka keterisian tempat tidur dalam dua hari terakhir tersebut melonjak eksponensial dari posisi pada awal Februari. Pada 9 Februari atau dua minggu lalu, misalnya, BOR Sulteng masih di angka 4 persen. Artinya, dalam dua minggu terakhir terjadi lonjakan enam kali lipat keterisian tempat tidur di rumah sakit.
Total tempat tidur di rumah sakit yang menangani Covid-19 di Sulteng sebanyak 803 unit atau 15 persen dari total 5.274 tempat tidur di 41 rumah sakit yang tersebar di 13 kabupaten/kota.
Meningkatnya keterisian tempat tidur merupakan dampak lanjutan dari terus bertambah signifikannya kasus harian di Sulteng. Dalam seminggu terakhir, tambahan kasus harian sudah menyentuh 300 kasus. Padahal, sebelumnya tambahan harian masih di bawah 100 kasus.
Hingga Senin (21/2/2022), jumlah kasus aktif di Sulteng sebanyak 1.808 kasus. Meskipun keterisian tempat tidur terus meningkat, sebagian besar orang terinfeksi Covid-19 menjalani isolasi mandiri di rumah. Penularan masif terjadi di Kota Palu dengan laporan kasus harian lebih dari 100, diikuti Kabupaten Sigi, Morowali Utara, dan Donggala.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulteng I Komang Adi Sujendra menyatakan, jika pasien yang dirawat di rumah sakit terus meningkat, pihaknya akan menambah tempat tidur perawatan sebagai antisipasi. ”Kami sudah mengomunikasikan ini ke rumah sakit yang menangani Covid-19,” katanya, Selasa (22/2/2022).
Ia menyebutkan, meningkatnya pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit seiring dengan terus meningkatnya tambahan kasus harian. Penularan cepat merupakan ciri Covid-19 galur Omicron. Meskipun tak merinci, Komang menyebutkan, Omicron sudah menyebar di Sulteng.
Sulteng pernah mengalami fase kritis dalam penanganan Covid-19 saat meledaknya Covid-19 varian Delta pada Juli-Agustus 2021. Tambahan kasus harian saat itu mencapai 500-900 kejadian per hari. Saat itu, rumah sakit kewalahan merawat pasien. Saking penuhnya, pihak rumah sakit membangun tenda darurat untuk merawat pasien di halaman.
Dalam berbagai kesempatan, Komang menyebutkan, penanganan di hulu, yakni penegakan protokol kesehatan, harus menjadi perhatian bersama untuk mengendalikan kasus. Pada gilirannya, hal ini bisa menekan membeludaknya pasien ke rumah sakit di titik hilir. Semua pihak perlu bekerja bersama untuk menggalakkan penanganan di hulu.
Sukarelawan Roa Jaga Roa, simpul masyarakat sipil untuk penanganan orang terinfeksi Covid-19 di Sulteng, Nudin Lasahido, menyatakan, penambahan tempat tidur memang harus diantisipasi. Dengan karakterisitik Covid-19 varian Omicron yang menular cepat, terus bertambahnya pasien sangat mungkin terjadi.
Sisi pencegahan ini sepertinya tak diperhatikan lagi. Padahal, penularan sudah jelas-jelas terjadi, termasuk di sekolah.
Namun, kata Nudin, pemerintah dan para pemangku kepentingan harus lebih aktif dalam mencegah penularan dengan melakukan pembatasan kegiatan masyarakat yang terukur berdasarkan perkembangan kasus (kurva epidemiologi). Ini, misalnya, menghentikan pembelajaran tatap muka di tengah masifnya penularan.
Sejauh ini, semua daerah masih menggelar pembelajaran tatap muka dengan kapasitas 50 persen sampai 75 persen per ruang kelas. ”Sisi pencegahan ini sepertinya tak diperhatikan lagi. Padahal, penularan sudah jelas-jelas terjadi, termasuk di sekolah,” katanya.
Penularan di sekolah sudah terjadi di Kota Palu. Tak kurang dari 15 sekolah sudah ditutup sementara guna mengendalikan penularan. Peserta didik mengikuti pembelajaran dalam jaringan (daring). Namun, sekolah lainnya masih terus menggelar pembelajaran tatap muka dengan jumlah 50 persen dari kapasitas ruang kelas.
Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sejauh ini juga masih belum terlalu tampak di lapangan. Di Kota Palu yang menerapkan PPKM level 3, misalnya, pembatasan belum terlihat. Taman-taman dan tempat umum lainnya masih ramai dikunjungi warga. Padahal, seharusnya maksimal pengunjung hanya 50 persen dari kapasitas.
Penampakan sama masih terjadi di warung kopi atau kafe. Pengunjung masih berjejalan dengan mengabaikan protokol kesehatan. Mereka duduk berdekatan sambil berbincang-bincang tanpa masker.
Nudin meminta agar fungsi puskesmas kembali digalakkan untuk promosi dan sosialisasi penerapan protokol kesehatan. Ini untuk mengingatkan warga tentang pentingnya memakai masker, selalu mencuci tangan, dan menjaga jarak. Beriringan dengan itu, para pemangku kepentingan perlu kembali menggencarkan operasi yustisi untuk menegakkan penerapan protokol kesehatan di tengah terus abainya warga.