Jaga Diri Saat Masih Diuji Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 belum ingin pergi. Disiplin diri masih terus diuji. Tidak hanya untuk kesenangan sendiri, tapi investasi mimpi masa depan lebih berseri.
Rintik hujan baru saja usai membasahi dataran tinggi Bandung, Jawa Barat, Rabu (16/2/2022). Ditemani sejuknya udara sore itu, jejak air tertinggal di atap saung berdaun kelapa di Kampung Daun, salah satu restoran di Parongpong, Bandung Barat. Bersama rimbun pepohonan dan suara air terjun kecil yang memanggil dari kejauhan, semuanya seperti berusaha mengajak yang datang melupakan sejenak riuh hiruk-pikuk kota.
Akan tetapi, bagi Catur Ratna (38), bukan hanya sajian alam yang membuatnya rela menempuh perjalanan 20 kilometer dari rumahnya menuju ke sana. Di sana, ia juga merasa aman saat beraktivitas di luar ruangan kala pandemi belum usai. ”Banyak hal diubah. Pemesanan, pembayaran, hingga layanan toilet semuanya tanpa menyentuh langsung,” katanya.
Saat berada di saung yang berjarak lebih dari 1 meter dari saung lainnya, rasa aman itu kembali hadir. Semua alat masak dan tempat duduk disterilkan. Kertas alas meja juga diganti setiap hendak digunakan pengunjung baru.
”Penerapan aplikasi Peduli Lindungi dan masker serta pelindung wajah yang dipakai kru restoran membuat kami bisa menikmati makanan dengan nyaman,” katanya.
Sebenarnya hal ini menjadi dilema bagi kami karena sebelumnya pengunjung kembali meningkat. Namun, semua ini tetap dilakukan karena ingin mendukung upaya menekan persebaran Covid-19. (Ari Hermanto)
Tidak hanya dari pengunjung, pengakuan juga datang dari negara. Kementerian Kesehatan memberikan penghargaan kategori restoran yang menerapa protokol kesehatan, pencegahan, dan pengendalian Covid-19 tahun 2020.
Di tahun yang sama, restoran ini lulus program Sertifikasi CHSE (Clean, Health, Safety and Environment). Sertifikat diberikan pada pelaku pariwisata, usaha atau fasilitas terkait, seperti lingkungan masyarakat dan destinasi pariwisata.
”Awalnya, protokol kesehatan ini untuk memastikan 90 karyawan kami tidak tertular Covid-19. Namun, ternyata, saya lihat penerapan ini justru meningkatkan kepercayaan pengunjung,” ujar General Manager Kampung Daun Ari Hermanto.
Protokol kesehatan itu tidak berubah saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 kembali diterapkan awal Februari 2022. Pengurangan kapasitas pengunjung bahkan dilakukan hingga lebih dari 30 persen. Ari berujar, dari 47 saung, hanya 25 saung yang dioperasikan.
Baca juga : Jabar di Antara Luka dan Rasa Kemanusiaan yang Meringankan
Pembatasan juga seturut aplikasi Peduli Lindungi. Jika pengunjung mencapai kapasitas yang ditentukan, yakni 150 orang, petugas akan meminta pengunjung menunggu atau kembali lain waktu. Jam buka pengunjung juga dibatasi, pukul 09.00 hingga 21.00.
Hal itu tentu berdampak. Pengunjung yang datang berkurang hampir 50 persen. Namun, semua itu dilakukan agar tidak ada penumpukan pengunjung dan berpotensi menularkan Covid-19.
”Sebenarnya hal ini menjadi dilema bagi kami karena sebelumnya pengunjung kembali meningkat. Namun, semua ini tetap dilakukan karena ingin mendukung upaya menekan persebaran Covid-19. Bila penularan bisa ditekan, pandemi bisa lekas usai. Dengan itu, banyak orang akan mendapat manfaatnya,” ujarnya.
Demi keselamatan
Di tengah pandemi, beragam siasat dilakukan banyak pihak untuk bertahan. Tentu ada yang nekat dan pura-pura tidak tahu ada pandemi. Namun, tidak sedikit yang memilih disiplin menerapkan aturan kesehatan. Bukan hanya memikirkan untung-rugi pribadi, tapi juga investasi agar pandemi segera berhenti.
Azzis Zulkhairil (29), karyawan swasta di Kota Bandung, juga punya pola ”investasi” sendiri saat pandemi. Dia sengaja membatasi diri bertemu dengan orang baru hingga bekerja di rumah agar terhindar dari paparan Covid-19.
Dia pun memisahkan diri jika teman-temannya berkumpul dan berkerumun. Saat ada salah satu rekannya yang terpapar Covid-19, Azzis memutuskan bekerja dari rumah selama seminggu meskipun tidak merasakan gejala Covid-19. Disebut parno oleh sebagian kenalan, ia tak menyoal. Prinsipnya, biar ribet asal selamat.
”Apalagi, saat ini kasus kembali meningkat. Nanti, kalau sudah agak landai, saya baru mau kumpul bersama yang lain. Memang terlihat merepotkan, tetapi itu selalu saya usahakan,” kata Azzis saat dihubungi lewat sambungan telepon. Sudah beberapa hari terakhir di rumah dan tidak bertemu rekan-rekannya akibat lonjakan kasus yang terjadi di Bandung.
Meremehkan serangan virus tidak kasat mata ini jelas berbahaya. Sengatan Covid-19 tidak terduga. Tidak sedikit warga yang sudah pernah terinfeksi dan dua kali vaksinasi kembali tumbang dihajar varian berbeda.
Semua memberi pelajaran penting bahwa disiplin tidak cukup dilakukan segelintir orang. Semua harus melepas ego bila ingin virus berbahaya ini terus datang dan pergi sesuka hati.
Reno Sesara (28), warga Ciomas, Kabupaten Bogor, sudah membuktikan hal itu. Pernah terpapar Covid-19 pertengahan 2021, ia kembali terinfeksi awal Februari 2022. Ia terpukul. Alasannya, setelah sembuh dari serangan pertama, ia merasa sudah amat ketat menerapkan protokol kesehatan.
Namun, gejala Covid-19 kembali datang pada Jumat (4/2/2022) pagi. Ia merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Tenggorokannya sakit. Badan linu dan nyeri. Ia lalu berinisiatif tes swab dan hasilnya positif.
Setelah dirinya terpapar Covid-19, Reno langsung isolasi mandiri di rumah salah satu saudaranya. Kantornya di Kota Bogor pun menjadi sasaran penelusuran kontak erat.
”Saya tinggal di lantai dua rumah saudara, sementara anak dan istri tinggal di rumah. Pada Sabtu mulai merasakan batuk-batuk. Setelah tes swab dan PCR pada hari Rabu, hasilnya sudah negatif,” ujarnya.
Bayangan gejala Covid-19 yang Reno alami pertengahan tahun 2021 kembali hadir. Saat itu, varian Delta menghantui aktivitas warga, bahkan membuat tenaga kesehatan kalang kabut saking banyaknya warga terpapar sehingga disebut gelombang kedua.
Di Jabar, keterisian rumah sakit pada Juli 2021 itu sangat penuh. Masyarakat kewalahan mencari ruang perawatan bagi mereka yang terpapar. Bahkan, ada yang tidak kebagian kamar perawatan yang memadai.
Data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar (Pikobar), lonjakan kasus tertinggi pada gelombang kedua itu pada 15 Juli 2021. Kasus terkonfirmasi pada hari itu mencapai 11.101 orang.
Waktu itu, Reno terpapar Covid-19 pada 2 Juli 2021. Dia pun isolasi mandiri bersama istrinya yang juga terpapar virus serupa. ”Badan terasa sangat ngilu, mual, dan pusing sampai dua minggu. Setiap makan seperti ada bau dan rasa karat besinya, sehingga saya hanya bisa mengonsumsi kentang rebus,” ujarnya.
Baca juga : Rumah Sakit Semakin Penuh, Jabar Konversi 2.400 Tempat Tidur untuk Pasien Covid-19
Karena pernah terpapar Covid-19 varian Delta, Reno lebih berhati-hati dalam berkegiatan di luar ruangan. Ia hanya pergi keluar saat harus ke kantor dan membeli kebutuhan sehari-hari. Apalagi, saat itu sang istri tengah mengandung.
Ternyata, pembatasan ini tidak cukup membuatnya terhindar dari Covid-19 untuk kedua kalinya. Padahal, ia telah melaksanakan vaksinasi pada November dan Desember 2021. ”Bisa dikatakan saya trauma setelah kena Delta. Saya juga merasa melaksanakan protokol kesehatan maksimal, tetapi tidak tahu apakah yang lainnya juga melaksanakan hal serupa. Harapannya, semua bisa sama-sama menjaga diri agar pandemi ini cepat selesai,” ujarnya.
Baca juga : Tanda Bahaya dari Rumah Sakit yang Kian Kritis
Hingga Selasa (15/2), harapan Reno belum sepenuhnya terwujud. Lonjakan kasus masih terus terjadi seiring masih banyaknya warga berkeliaran tanpa masker atau tempat usaha alpa menerapkan protokol kesehatan di Jabar. Ada yang ingin disiplin, tapi tetap saja ada yang egois tidak peduli kondisi saat ini.
Data Pikobar hingga Selasa lalu, tercatat ada 125.006 orang masih dirawat. Jumlah itu naik 8.308 orang dari sehari sebelumnya. Nyaris 15.000 nyawa warga Jabar menghembuskan napas terakhir akibat Covid-19.
Keterisian rumah sakit juga bertambah. Hingga Rabu, tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit mencapai 48,47 persen. Jumlah itu setara 5.124 tempat tidur dari total 10.572 tempat tidur.
Penambahan tempat tidur pun dilakukan Pemprov Jabar. Sebelumnya, sampai Minggu (13/2/2022), total tempat tidur di rumah sakit di Jabar tercatat 9.907 tempat tidur. ”Meskipun tingkat keterisian tempat tidur masih di bawah ambang maksimal WHO, sekitar 60 persen, kami tetap mengimbau masyarakat terpapar Covid-19 dengan gejala ringan supaya melakukan isolasi mandiri di rumah atau di tempat isolasi terpadu,” kata Ketua Harian Satgas Covid-19 Jabar Dewi Sartika.
Selain ruang perawatan di rumah sakit, isolasi nonrumah sakit juga disiapkan. Dewi mengatakan, kini ada 14 lokasi di beberapa daerah, seperti Kota dan Kabupaten Bogor, Kota Cimahi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Garut. Hingga 13 Februari tercatat sebesar 38.76 persen atau sebanyak 395 tempat tidur yang terisi dari jumlah total 1.019 tempat tidur.
Kewaspadaan di tengah gempuran Covid-19 ini juga diutarakan Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Selain protokol kesehatan, dia meminta masyarakat yang terpapar Covid-19 tanpa gejala atau gejala ringan. ”Yang tidak bergejala dan gejala ringan relatif sembuh dalam tiga sampai empat hari,” ujarnya.
Pemerintah Kota Bandung juga menyiapkan 232 tempat isolasi mandiri. ”Nantinya pasien Covid-19 dengan gejala ringan dari rumah sakit atau puskesmas untuk diisolasi terpadu di sini,” ujar Pelaksana Tugas Wali Kota Bandung Yana Mulyana.
Akan tetapi, Yana tetap berharap segala persiapan itu tidak sampai terpakai. Artinya, dia berharap angka penularan di Kota Bandung kembali turun dan semakin sedikit orang-orang yang membutuhkan perawatan.
Baik dunia usaha, warga, hingga pemerintah punya semangat yang sama menghadapi pandemi tahun ini. Belajar dari pengalaman memilukan tahun 2021, mereka ingin berperan meredakan penularan virus.
Baca juga :
Abai Hal Kecil Berdampak Besar pada Penularan Covid-19