Hari Ini Uji Balistik Pistol Polisi Pengamanan Unjuk Rasa di Parigi Moutong
Selain penyelidikan yang dilakukan kepolisian, dipandang perlu dibentuk tim pencari fakta independen untuk mengungkap tewasnya pengunjuk rasa di Parigi Moutong.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Tim Laboratorium Forensik Polri Cabang Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (15/2/2022), mulai menguji balistik pistol yang digunakan sejumlah polisi dalam pengamanan unjuk rasa berujung tewasnya seorang warga di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Sabtu lalu. Di pihak lain, aktivis memandang perlu dibentuk tim pencari fakta independen untuk pendalaman kasus tersebut dan isu konflik agraria terkait pertambangan sebagai pemicu terjadinya peristiwa berdarah itu.
”Sesuai rencana, uji balistik senjata-senjata anggota dilakukan hari ini. Hanya, belum bisa dipastikan sampai kapan dapat hasilnya,” kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sulteng Komisaris Besar Didik Supranoto di Palu, Sulteng, Selasa (15/2/2022).
Uji balistik dilakukan untuk mencocokkan proyektil yang ditemukan pada tubuh korban tewas ditembak, Erfaldi (21), dengan senjata-senjata laras pendek (pistol) yang dipegang anggota kepolisian saat pengamanan unjuk rasa. Uji balistik bisa mengungkap senjata mana yang dipakai dan selanjutnya pemegang senjatanya.
Hingga Senin (14/2/2022), kepolisian telah menyita 15 pistol yang dipegang anggota Kepolisian Resor Parigi Moutong dalam pengamanan unjuk rasa. Selain itu, 17 anggota telah diperiksa terkait hal tersebut.
Uji balistik dilakukan Tim Laboratorium Forensik Polri Cabang Makassar yang dipimpin Komisaris Besar I Nyoman Sukena. Tim sudah berada di Parigi Moutong pada Senin (14/2/2022).
Tim Laboratorium Forensik bersama dengan tim dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulteng juga telah melakukan olah tempat kejadian perkara di Desa Siney, Kecamatan Tinombo Selatan, Parigi Moutong.
Sesuai rencana, uji balistik senjata-senjata anggota dilakukan hari ini. Hanya, belum bisa dipastikan sampai kapan dapat hasilnya.
Erfaldi tewas ditembak dalam pembubaran massa unjuk rasa menolak tambang di Desa Siney, Kecamatan Tinombo Selatan, Parigi Moutong, Sabtu. Unjuk rasa menolak perusahaan tambang emas PT Trio Kencana tersebut dibubarkan kepolisian karena menutup atau memblokade jalan trans-Sulawesi pada Minggu (13/2/2022) dari pukul 12.00 hingga pukul 24.00 Wita.
Jalan nasional tersebut menghubungkan selatan dan utara Parigi Moutong dan sejumlah kabupaten di Sulteng dengan Gorontalo dan Sulawesi Utara.
Tim Laboratorium Forensik bergabung bersama dengan tim khusus lintas satuan Polda Sulteng untuk mengusut kasus tewasnya Erfaldi. Tim lain dari Bidang Profesi dan Pengamanan, Direktorat Reserse Kriminal Umum, dan Inspektorat Pengawasan Daerah. Tim Profesi dan Pengamanan serta Divisi Humas Polri juga turut bergabung bersama dengan tim khusus Polda Sulteng.
Didik menyatakan, langkah-langkah tersebut merupakan bentuk keseriusan kepolisian mengungkap kasus Erfaldi beserta penindakan atas anggota yang bekerja tak sesuai dengan prosedur tetap pengamanan unjuk rasa. Pihaknya juga akan transparan menyampaikan perkembangan pengusutan kasus kepada masyarakat.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Perwakilan Sulteng Dedi Askary mendukung uji balistik untuk mengusut pelaku penembakan terhadap Erfaldi. Selain uji balistik, ia juga menyarankan diambil langkah saintifik lain dengan pengujian ilmiah untuk mengetahui perjalanan peluru di ruang udara dari senjata api terhadap titik korban berada.
Hal lain yang perlu ditelusuri adalah sisa pembakaran berupa gas dan residu dari senjata. Partikel sisa tersebut biasanya ditemukan pada permukaan tangan dan pakaian pelaku atau sekitar sumber tembakan. Partikel tersebut biasanya bertahan sekitar enam jam setelah kejadian.
Tim pencari fakta
Untuk mengungkap fakta yang sesungguhnya terjadi di Parigi Moutong pada Sabtu lalu, anggota Aliansi Rakyat Bersama, Nurlaela Lamasitudju, menyatakan perlunya dibentuk tim pencari fakta independen. Tim dibentuk dari kalangan sipil yang difasilitasi Pemerintah Provinsi Sulteng.
Nurlaela menyatakan, tim independen perlu untuk mencari fakta sebagai pembanding atas temuan kepolisian yang saat ini masih menyelidiki kasus tewasnya Erfaldi. ”Bukannya tidak percaya pada kepolisian, tetapi ini penting agar terungkap jelas kejadian tersebut, katanya.
Selain mengungkap fakta tewasnya Erfaldi, tim independen juga bisa bekerja untuk mendalami masalah penolakan pertambangan emas di Parigi Moutong. Penolakan tersebut bagian dari isu konflik agraria yang harus didalami akarnya sehingga bisa dihasilkan kebijakan menjawab masalah yang muncul.
Manajer Riset Data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng Ramadhani beberapa waktu lalu menyatakan, warga menolak tambang karena saat ini saja hal itu sudah berdampak.
Sungai dinilai sudah tercemar hanya dari eksplorasi. Selain itu, wilayah izin usaha pertambangan (IUP) perusahaan berada di separuh wilayah Kecamatan Kasimbar. Di dalamnya ada sawah, kebun, dan permukan (rumah) warga.