Ombudsman Jateng akan menginvestigasi dugaan maladministrasi yang dilakukan polisi saat kericuhan di Desa Wadas, Selasa (8/2/2022). Hingga kini, sebagian warga Wadas masih trauma.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI, REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
PURWOREJO, KOMPAS — Sebagian warga Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, masih trauma, hingga Senin (14/2/2022). Ombudsman Jateng berjanji menginvestigasi dugaan malaadministrasi yang dilakukan polisi saat menjaga proses pengukuran tanah oleh Badan Pertanahan Nasional di daerah itu.
Hal itu terungkap dalam kunjungan Ombudsman Jateng ke Wadas, Senin. Mereka berdialog dengan sejumlah warga di Masjid Nurul Huda. Di masjid itu terjadi peristiwa penangkapan 67 warga Wadas oleh aparat keamanan, Selasa (8/2/2022).
Siti Maesaroh (32), warga Wadas, masih trauma akibat kericuhan itu. Hingga kini ia masih ragu melakukan pekerjaannya sebagai perajin besek, wadah dari bambu.
”Saat kejadian, pisau yang biasa dipakai membuat besek disita polisi, disebut senjata tajam untuk melawan,” ujarnya.
Dia tidak sendirian. Siti menuturkan, anaknya yang masih duduk di bangku kelas III SD juga masih ketakutan. Anaknya tidak berani bertemu polisi dan orang asing.
Ani Rohmad (24), warga Wadas, mengatakan, setelah kericuhan pada Selasa, pintu rumahnya digedor-gedor seseorang tidak dikenal keesokan harinya, Rabu (9/2/2022). Sembari berkata kasar, orang itu meminta penghuni rumah untuk keluar. Ia bergeming dengan tetap tinggal di rumah.
Hari berganti kekhawatirannya tidak hilang. Pada Kamis (10/2/2022), ketakutan semakin menjadi setelah mendengar kabar polisi masih berkeliling kampung. Kabarnya, ada warga yang ditangkap.
Hal itu membuat Ani semakin ketakukan. Ia lantas nekat bersembunyi di hutan bersama suami dan anaknya. Mereka bersembunyi sejak pagi dan baru kembali ke rumah pada Kamis, sekitar pukul 17.00.
Julian Dwi Prasetya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mengatakan, tidak hanya selesai di hari Selasa, tindakan represif polisi berlanjut hingga Kamis. Berdasarkan keterangan warga, polisi berkeliling dan berupaya masuk ke rumah warga selama tiga hari. Akibatnya, lebih dari 10 warga Wadas belum berani pulang dan masih mengungsi di rumah kerabatnya di luar desa.
Dalam kesempatan berbeda, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, sejak awal sudah memastikan kegiatan pengukuran tanah tidak akan dilakukan dengan kekerasan. Namun, kegiatan di lapangan sepenuhnya diserahkan pada kewenangan kepolisian.
Ke depan, Ganjar mengatakan siap memenuhi semua kebutuhan warga, mulai dari kebutuhan logistik hingga trauma healing. ”Semua kebutuhan seperti dokter ataupun psikolog untuk kegiatan trauma healing juga bisa kami siapkan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Keasistenan Pemeriksaan Ombudsman Jateng Sabarudin Hulu mengatakan akan mengumpulkan semua bukti dan keterangan dari kedua belah pihak, baik warga maupun polisi terkait peristiwa di Wadas. Penyelidikan itu menyasar standar prosedur pengamanan serta koordinasi polisi dengan BPN. Dia berharap, hasil pemeriksaan itu bisa menjadi koreksi bagi kebijakan instansi atau lembaga pemerintah.
Investigasi terkait kasus Wadas ini diperkirakan berlangsung selama satu minggu. Semua hasil pemeriksaan akan disampaikan kepada pimpinan dari lembaga masing-masing pihak, seperti Polda Jateng dan Kantor Wilayah BPN Jateng.
Julian mengatakan, LBH akan mendukung dengan mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan, seperti laporan atau kumpulan fakta terkait tindakan aparat terhadap warga. Hal itu termasuk memberikan hasil kajian yang dilakukan LBH Yogyakarta.
Akan tetapi, di luar kegiatan pengamanan, pihaknya berharap Ombudsman Jateng mau menyelidiki proyek pembangunan kawasan penambangan di Desa Wadas. Harapannya, Ombudsman bisa mengungkap substansi pembangunan lokasi penambangan itu.