Polda Sulteng Bentuk Tim untuk Selidiki Tewasnya Pengunjuk Rasa di Parigi Moutong
Polda Sulteng membentuk tim lintas satuan untuk mengusut tuntas penembakan terhadap seorang pengunjuk rasa penolakan tambang emas di Parigi Moutong, Sabtu (12/2/2022).
Oleh
VIDELIS JEMALI
·5 menit baca
PALU, KOMPAS — Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah membentuk tim lintas satuan untuk mengusut penembakan yang menyebabkan tewasnya Erfaldi (21), pengunjuk rasa penolakan tambang emas di Kabupaten Parigi Moutong, Sabtu (12/2/2022). Pemeriksaan anggota kepolisian sudah mulai dilakukan.
Kepala Bidang Humas Polda Sulteng Komisaris Besar Didik Supranoto, di Palu, Senin (14/2/2022), menyatakan, tim yang dibentuk terdiri dari anggota di bagian Profesi dan Pengamanan, Inspektorat Pengawasan Daerah, Direktorat Reserse Kriminal Umum, serta Laboratorium Forensik Mabes Polri di Makassar, Sulawesi Selatan. Tim sudah mulai bekerja.
Tim Profesi dan Pengamanan, misalnya, mulai memerisa 17 personel yang bertugas saat unjuk rasa berlangsung. Tim Laboratorium mulai mengolah tempat kejadian perkara, lalu menguji secara balistik proyektil yang ditemukan pada korban dan senjata yang dipegang polisi yang bertugas. Sebanyak 15 senjata api laras pendek (pistol) telah disita dari personel yang bertugas saat unjuk rasa. ”Dari situ nanti dilakukan gelar perkara untuk memastikan pelaku,” kata Didik.
Erfaldi (bukan Rifaldi seperti ditulis dalam berita sebelumnya) tewas ditembak dalam pembubaran massa unjuk rasa menolak tambang di Desa Siney, Kecamatan Tinombo Selatan, Parigi Moutong, Sabtu.
Unjuk rasa menolak perusahaan tambang emas PT Trio Kencana tersebut dibubarkan kepolisian karena memblokade jalan Trans-Sulawesi pukul 12.00-24.00 Wita pada Minggu (13/2/2022). Jalan nasional tersebut menghubungkan selatan dan utara Parigi Moutong dan sejumlah kabupaten di Sulteng dengan Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Utara.
Warga yang berunjuk rasa berasal dari Kecamatan Tinombo Selatan, Kasimbar, dan Toribulu. Lokasi tersebut berjarak sekitar 50 kilometer dari Parigi, ibu kota Parigi Moutong, atau sekitar 95 kilometer dari Palu, ibu kota Provinsi Sulteng. Tiga daerah tersebut berada di tepi Teluk Tomini.
Didik menegaskan, secara umum, kepolisian telah melakukan pengamanan sesuai prosedur tetap yang berlaku. Namun, ada anggota yang melanggar prosedur tetap tersebut sehingga mengakibatkan adanya warga yang tewas.
”Seperti yang ditegaskan Kepala Polda Sulteng, kami akan bertindak profesional dan seimbang. Anggota kepolisian yang melanggar akan diproses secara hukum, begitu pula warga yang berunjuk rasa dengan menutup jalan,” katanya.
Setelah kejadian pada Minggu dini hari, sebanyak 59 warga ditangkap untuk diperiksa. Mereka telah dibebaskan pada Minggu malam, tetapi proses hukum atas blokade jalan nasional tetap berjalan.
Terpisah, Ketua Komisi Nasional HAM Perwakilan Sulteng Dedy Askhari memastikan Erfaldi benar meninggal disebabkan peluru tajam sebagaimana ditemukan proyektil di tubuh korban. Berdasarkan hasil visum di puskesmas setempat, proyektil tersebut masuk mengenai korban dari arah belakang di bagian punggung kiri tembus ke dada.
Dedy meminta kepolisian menginvestigasi kasus tersebut, mengambil langkah saintifik, termasuk dengan uji balistik untuk membandingkan peluru yang mengenai korban dengan peluru pada senjata laras pendek yang dicurigai. Uji ilmiah ini bisa mengungkap pelaku penembakan dan dari jarak berapa dia menembak.
Pertambangan dan pertanian tidak bisa berjalan bersama-sama. Pertanian akan kalah karena pencemaran dari pertambangan.
Ia mengatakan, Kepala Polda Sulteng sudah memberi tahu dirinya jika pelakunya terungkap, ia akan dipecat. Pihaknya mendukung dan mengawal komitmen tersebut serta menyeret pelaku ke proses pidana.
Sejak Minggu, Komnas HAM telah meminta semua elemen masyarakat di Kecamatan Tinombo Selatan, Kasimbar, dan Toribulu, untuk tetap tenang dan menahan diri. Situasi saat ini masih tetap aman dan normal.
Tanggapan gubernur
Atas tewasnya Erfaldi dan terkait penolakan tambang emas, sekitar 300 orang dari berbagai elemen yang menamakan diri Aliansi Rakyat Bersatu menggelar unjuk rasa di Kota Palu, Senin. Massa yang terdiri dari mahasiswa sejumlah perguruan tinggi di Palu dan lembaga swadaya masyarakat tersebut menggelar demonstrasi di Markas Polda Sulteng dan Kantor Gubernur Sulteng.
Di Markas Polda Sulteng, mereka menuntut agar kasus penembakan terhadap Erfaldi diusut tuntas dan transparan. Anggota yang terbukti melakukannya harus dihukum secara adil. Mereka juga menyayangkan sikap kepolisian, termasuk saat mengawal unjuk rasa, bukannya mengayomi masyarakat, malah represif terhadap masyarakat.
Sementara di kantor Gubenur Sulteng, perwakilan massa diterima Gubernur Sulteng Rusdy Mastura di ruang kerjanya. Awalnya, pengunjuk rasa tak mau masuk ke kantor karena menginginkan Rusdy berdialog langsung dengan mereka di gerbang kantor.
Rusdy menyatakan, dirinya memang berniat untuk bertemu dengan masyarakat yang menolak tambang. Namun, hal itu belum bisa dilakukan karena banyaknya kesibukan menangani Covid-19, antara lain, bersama dengan TNI-Polri berkoordinasi dan meninjau vaksinasi di sejumlah daerah.
Ia menegaskan, pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) bukan kewenangan pemerintah daerah, melainkan kewenangan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam. Pemprov hanya bisa menyurat atau merekomendasikan pencabutan izin ke pemerintah pusat. Dirinya bersama tim akan menemui masyarakat untuk mendengarkan aspirasi penolakan tambang tersebut.
Rusdy meminta agar semua pihak tenang. Jangan ada warga yang membuat konflik. ”Perlu diketahui, ada juga warga yang menerima tambang. Mereka ketemu saya dan malah meminta agar lahan mereka segera dibayar,” katanya.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Adi Perdana, kepada Rusdy, meminta untuk merekomendasikan pencabutan IUP. ”Pertambangan dan pertanian tidak bisa berjalan bersama-sama. Pertanian akan kalah karena pencemaran dari pertambangan. Itulah yang menjadi dasar pertimbangan warga menolak,” katanya.
Warga di tiga kecamatan yang wilayahnya masuk dalam IUP PT Trio Kencana mayoritas petani dengan sumber penghasilan dari kebun dan sawah. Berdasarkan data Jaringan Advokasi Pertambangan (Jatam) Sulteng, sebagian sawah, kebun, bahkan permukiman warga masuk dalam wilayah IUP. Di Kecamatan Tinombo Selatan, misalnya, separuh wilayah tersebut masuk dalam rencana pengelolaan tambang perusahaan.
Parigi Moutong merupakan salah satu daerah dengan cadangan bijih emas tinggi di Sulteng. Selain dikelola secara legal, juga muncul banyak pertambangan emas tanpa izin di daerah tersebut.