Polisi Bongkar Makam Korban Penganiayaan di Panti Rehab Bupati Langkat
Dua makam diduga korban penganiayaan di panti rehabilitasi narkoba ilegal di rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif dibongkar polisi. Polisi melakukan pemeriksaan forensik untuk mencari bukti penganiayaan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Dua makam yang diduga korban penganiayaan di panti rehabilitasi narkoba ilegal di rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin dibongkar polisi. Dokter polisi melakukan pemeriksaan forensik untuk mencari bukti penganiayaan yang dialami korban sebelum meninggal.
”Penggalian ini untuk mendalami dugaan penganiayaan hingga meninggal yang dilakukan di panti rehab bupati nonaktif,” kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sumatera Utara Komisaris Besar Hadi Wahyudi di Langkat, Sabtu (12/2/2022).
Kuburan pertama yang digali adalah makam Sarianto Ginting (35) di Desa Purwobinangun, Kecamatan Sei Bingei. Kuburan kedua adalah makam Abdul Sidik Isnur (39) di Kelurahan Sawit Seberang, Kecamatan Sawit Seberang.
Hadi mengatakan, Sarianto meninggal tiga hari setelah masuk panti rehabilitasi pada Juni 2021. Sementara, Abdul meninggal tujuh hari setelah masuk panti rehab pada Februari 2019. Menurut keterangan keluarga yang telah diperiksa sebagai saksi, kata Hadi, terdapat bekas luka dan memar di tubuh korban. Namun, pengelola panti menyebut mereka meninggal karena sakit.
Hadi menyebut, mereka sudah memeriksa 64 saksi dari penghuni panti rehab, keluarga penghuni, pengelola, orang yang mengetahui penganiayaan, dan anggota organisasi kepemudaan yang terlibat. Gelar perkara kasus itu pun akan dilakukan dalam waktu dekat agar kasus itu segera ditingkatkan ke penyidikan. Hingga kini, belum ada tersangka dalam dugaan kasus penganiayaan itu.
Penyelidikan dugaan penganiayaan dilakukan setelah ditemukannya dua ruangan serupa penjara di kompleks rumah pribadi Terbit. Belakangan diketahui penjara itu merupakan panti rehabilitasi narkoba, tetapi tidak memiliki izin. KPK menemukan sekitar 48 penyalah guna narkoba di ruangan berjeruji besi itu.
Keluarga hanya bisa mengantar sampai ke sebuah warung kopi di dekat panti rehab. Setelah menandatangani sejumlah perjanjian, beberapa petugas dari panti langsung membawanya. (Fitri D)
Saat itu, KPK melakukan penggeledahan terkait operasi tangkap tangan kasus korupsi Bupati Langkat, Rabu (19/1/2022). Kasus korupsi itu juga mengungkap dugaan tindak pidana lain, seperti penganiayaan dan kepemilikan satwa dilindungi, yakni orangutan.
Fitri D (35), saudara sepupu Abdul, mengatakan, mereka memasukkan Abdul ke panti rehab karena sudah ada beberapa tetangga mereka yang dimasukkan ke sana dengan biaya gratis. ”Kondisi Abdul ketika kami antar sehat dan sebelumnya tidak pernah mengalami sakit parah. Namun, sudah beberapa tahun dia kecanduan narkoba,” katanya.
Fitri mengatakan, keluarga hanya bisa mengantar sampai ke sebuah warung kopi di dekat panti rehab. Setelah menandatangani sejumlah perjanjian, beberapa petugas dari panti langsung membawanya.
”Berselang tujuh hari, saya mendapat telepon dari pengelola panti yang menyebut Abdul meninggal karena sakit asam lambung. Kami pun menjemputnya,” kata Fitri.
Saat keluarga menjemput, kata Fitri, Abdul sudah dikafani sehingga tidak bisa melihat kondisi sekujur tubuhnya. Namun, mata sebelah kiri dan wajahnya memar dan mulutnya koyak. ”Kami sebenarnya mau melaporkan ke polisi, tetapi kami tidak berani karena panti itu punya bupati,” kata Fitri.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Sinulingga, keluarga Sarianto. Sarianto meninggal setelah tiga hari masuk panti rehab. ”Pengelola panti menyebut Sarianto meninggal karena Covid-19. Kami pun dilarang membuka kain kafannya,” kata Sinulingga.
Sinulingga menyebut, ketika diantarkan ke panti rehab, kondisi Sarianto sehat. Mereka pun sangat terkejut ketika mendapat kabar dari telepon yang menyebut Sarianto meninggal.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia M Choirul Anam sebelumnya mengatakan, mereka menemukan bukti-bukti yang cukup kuat tentang dugaan penganiayaan hingga meninggal di panti rehab milik Terbit. Komnas HAM pun sudah memintai keterangan dari Terbit yang saat ini ditahan di rumah tahanan KPK di Jakarta.
Choirul mengatakan, penganiayaan dilakukan cukup intensif terhadap penghuni panti yang baru masuk. Sejak didirikan tahun 2010, sedikitnya 656 orang menjalani rehab di sana.