Polisi Masih Berjaga, Pengukuran Lahan Bakal Tambang di Wadas Tetap Berlanjut
Situasi di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, berangsur terkendali. Meski demikian, polisi masih tampak berjaga. Adapun pengukuran lahan tambang tetap berlanjut.
Oleh
FERGANATA INDRA RIATMOKO, REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
PURWOREJO, KOMPAS — Situasi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, pascapenangkapan sejumlah warga yang menolak pertambangan pasir dan batu atau quarry untuk kepentingan pembangunan Bendungan Bener, Kamis (10/2/2022), relatif mulai terkendali. Adapun pengukuran lahan bagi warga yang mendukung pertambangan tetap akan dilakukan kendati belum ditetapkan target penyelesaiannya.
Pantauan Kompas, situasi keamanan di Desa Wadas mulai terkendali. Meski demikian, sejumlah polisi masih berjaga di sekitar kampung. Pada pagi hari, puluhan polisi masih berjaga untuk mengamankan pengukuran tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Mereka juga mengawal audiensi Komisi III DPR dengan warga. Sementara pada sore hari, hanya tinggal segelintir polisi berjaga. Mereka tidak menenteng tameng, senjata, ataupun pentungan.
Kepala BPN Kabupaten Purworejo Andri Kristanto mengatakan, total bidang tanah yang akan dipakai sebagai lokasi penambangan direncanakan mencapai 617 bidang. Jumlah bidang tanah yang sudah disetujui untuk dijual pemiliknya terdata sebanyak 346 bidang. Totas luas lahan tersebut mencapai 114 hektar.
Dengan aksi penolakan tersebut, Andri mengaku hanya bisa menetapkan target penuntasan pengukuran lahan untuk warga yang sudah setuju. Pengukuran 346 bidang tanah direncanakan dilaksanakan selama tiga hari, Selasa hingga Kamis (8-10/2/2022). Adapun hingga Rabu (9/2/2022), jumlah bidang yang dipastikan telah terukur terdata sebanyak 270 bidang.
Untuk kegiatan pengukuran lahan, setiap hari BPN Kabupaten Purworejo menurunkan 10 tim. Selama tiga hari tersebut, aktivitas pengukuran lahan berlangsung lancar dan aman karena setiap tim didampingi sejumlah personel kepolisian.
Areal penambangan di Desa Wadas dimaksudkan sebagai penyedia material pendukung pembangunan Bendungan Bener. Adapun proyek pembangunan Bendungan Bener sebagai proyek strategis nasional ini tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Proyek Strategis Nasional.
Keterlibatan polisi dalam proses pengukuran adalah bagian dari kegiatan pengamanan, yang tertuang dalam surat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor UM 0401.AG.3.4/45 tanggal 3 Februari tentang permohonan pengamanan pelaksanaan pengukuran di Desa Wadas.
Saya berharap bisa segera mendapatkan uang ganti rugi dan menggunakannya untuk membeli tanah lagi. (Ifan)
Ganti rugi
Ifan (33), salah seorang warga Desa Wadas, mengaku sangat lega karena lahan seluas 1.300 meter persegi miliknya sudah diukur. Bagi Ifan, penuntasan pengukuran menjadi sinyal positif yang menandakan dirinya kini sudah mendekati tahapan pembayaran ganti rugi. ”Saya berharap bisa segera mendapatkan uang ganti rugi dan menggunakannya untuk membeli tanah lagi,” ujarnya.
Hal serupa diungkapkan Wahidin (59), warga pro penambangan lainnya. Dia memiliki tiga bidang tanah dengan total luas lebih dari 6.000 meter persegi, yang kini semuanya telah tuntas diukur.
Selama pengukuran lahan, Desa Wadas memang aman karena dijaga ketat oleh polisi. Namun, ketika pengukuran lahan selesai dilakukan, warga pro penambangan justru khawatir suasana desa akan kembali ”panas”. ”Ketika polisi pergi, kami khawatir warga yang kontra akan mengintimidasi atau bahkan kembali melakukan kekacauan di desa,” ujarnya.
Sementara itu, warga yang kontra justru merasa kehadiran polisi di desa merusak ketenangan kehidupan mereka. Hamidah (40), salah seorang warga, mengatakan, sehari-hari ibu-ibu dari kelompok kontra biasa menganyam besek di posko warga kontra yang dibangun di tepi jalan desa. Namun, sejak Selasa (8/2/2022), aktivitas tersebut terganggu karena posko justru dihuni oleh personel kepolisian.
”Selain membawa senjata, kehadiran polisi juga menakutkan karena mereka membawa dan menempatkan anjing polisi di posko,” ujarnya. Dengan keberadaan anjing yang terlihat galak, banyak anak warga takut untuk melewati jalan desa.
Hamidah mengatakan, sampai kapan pun, dia dan ratusan warga lainnya tetap bersikukuh akan mempertahankan lahan mereka. Selain menjaga warisan keluarga, keteguhan niat menjaga lahan dilatarbelakangi alasan karena mereka khawatir pengerukan batu-batuan akan memicu tanah makin labil dan rawan longsor. ”Kalau terjadi longsor, kami pula yang akan terkena dampaknya,” ujarnya.
Adapun lahan milik warga tersebar di areal perbukitan dengan jarak terdekat sekitar 70 meter dari atas jalan desa. Semua lahan berada di lokasi perbukitan yang terbilang curam, dengan kemiringan sekitar 70 derajat. Bahkan, ada yang hampir terlihat tegak lurus.
Lahan tersebut ditanami beraneka tanaman keras dan beragam empon-empon, antara lain pohon duren, pohon pete, pohon nangka, serta temulawak. Kontur tanah cenderung keras, dengan lapisan tanah terlihat tipis, dan dipadati batu-batuan.
Terdampak bendungan
Sementara itu, kedatangan Komisi 3 DPR RI, Kamis pagi, juga disambut aksi ratusan orang yang tergabung dalam paguyuban Masyarakat Terdampak Bendungan Bener (Masterbend). Dalam kesempatan itu, ratusan orang dari tujuh desa (enam desa di Kecamatan Bener dan satu desa di Kecamatan Gebang), yang terdampak pembangunan Bendungan Bener menyuarakan aspirasi tentang masalah 176 bidang tanah milik warga yang kini masih diperkarakan di pengadilan.
"Belum ada kesepakatan soal nilai ganti rugi, dan masalah ini masih diperkarakan di pengadilan, tapi pembangungan di 176 bidang tanah tetap saja dilakukan," ujar Eko Siswoyo, koordinator aksi sekaligus ketua Masterbend.
Pada Desember 2019, ganti rugi atas 176 bidang tanah tersebut ditawarkan dengan harga Rp 50.000-Rp 60.000 per meter persegi. Harga ini jauh dibandingkan dengan ganti rugi yang sudah diterima warga lainnya yang berkisar Rp 125.000 hingga Rp 300.000 per meter persegi. Gugatan dimenangkan warga hingga pengadilan tinggi. Nemaun, karena BPN mengajukan banding, maka perkara ini menunggu kasasi Mahkamah Agung.