Sepanjang 2021 beberapa kasus korupsi telah ditangani oleh aparat penegak hukum di Aceh. Namun, masih ada beberapa kasus yang masih dalam penyidikan.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sedikitnya 100 warga yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Aceh Menggugat berunjuk rasa mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi dan aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas semua dugaan korupsi. Mereka menilai, praktik pemerintahan yang koruptif menyebabkan pembangunan Aceh terhambat.
Aksi unjuk rasa berlangsung pada Selasa (8/2/2022) di depan kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh. Mereka menyampaikan orasi dan mengusung poster-poster berisi kritikan terhadap Pemrov Aceh.
Heri Safrijal, seorang orator aksi, menyampaikan, penyelidikan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Juni-Oktober 2021 adalah indikasinya adanya praktik korupsi di Aceh. ”Pemeriksaan yang dilakukan KPK hingga kini belum ada hasil. Kami mendesak agar diumumkan kepada publik,” kata Heri.
Pada Juni hingga Oktober 2022, penyidik KPK beberapa kali memeriksa para pejabat di Aceh berkenaan dengan pengadaan tiga kapal penyeberangan dan proyek tahun jamak. Namun, sampai sekarang belum dibuka ke publik hasil penyelidikan tersebut.
Menurut para peserta aksi, hasil penyelidikan tersebut harus dibuka agar warga Aceh tidak meragukan keseriusan KPK mengusut dugaan kasus korupsi di Tanah Rencong itu. ”Salah satu penyebab tingginya angka kemiskinan di Aceh karena korupsi,” kata Heri.
Data terbaru dari Badan Pusat Statistik Aceh per September 2021 jumlah penduduk miskin di Aceh sebanyak 15,53 persen atau sebanyak 850.000 jiwa. Sementara angka pengangguran di provinsi penerima dana otonomi khusus itu sebesar 6,30 persen. Aceh masih menjadi provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbesar di Sumatera.
Sepanjang 2021, beberapa kasus korupsi telah ditangani oleh aparat penegak hukum di Aceh seperti kasus pengadaan sapi, pembangunan jalan di Aceh Tenggara, dan pembangunan jembatan di Pidie Jaya. Namun, masih ada beberapa kasus yang masih dalam penyidikan seperti kasus dugaan korupsi beasiswa dan sertifikasi tanah warga miskin.
Pemeriksaan yang dilakukan KPK hingga kini belum ada hasil, kami mendesak agar diumumkan ke publik.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Falevi Kirani, menuturkan sangat wajar warga Aceh mendesak KPK, kepolisian, dan kejaksaan untuk mengusut tuntas kasus yang terindikasi korupsi. Menurut Falevi ketika KPK mulai mendalami kasus paling tidak lembaga antirasuah itu telah menemukan indikasi-indikasi korupsi.
Falevi mengatakan praktik korupsi dapat menghambat pembangunan di Aceh sebab ketika korupsi dilakukan makan realisasi anggaran tidak sesuai dengan perencanaan. ”Sebagai DPRA, saya mendukung upaya KPK dan aparat penegak hukum mengusut kasus-kasus korupsi di Aceh," kata Falevi.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri saat berkunjung ke Aceh pada 26 Maret 2021 mengingatkan pejabat daerah Aceh agar menghindari perilaku korupsi. Setiap rupiah pengelolaan anggaran publik harus dapat dipertanggungjawabkan.
”Dana otonomi khusus Aceh cukup besar, harus dipastikan setiap rupiah untuk pembangunan. Tidak boleh ada lagi praktik-praktik korupsi di Aceh,” kata Firli.
Aceh sebagai daerah otonomi khusus mendapatkan dana otonomi khusus setiap tahun. Sejak tahun 2008 hingga tahun 2020, Aceh memperoleh dana otonomi khusus Rp 81 triliun.