Karantina Lima Hari Dibatalkan, Langkah Pencegahan di Sulut Dinilai Kurang Matang
Pembatalan karantina mandiri bagi pelaku perjalanan dari luar daerah diganti dengan memperkuat pelacakan kontak erat kasus positif Covid-19.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS – Epidemiolog menilai Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara tidak melakukan kajian dengan matang sebelum mengambil kebijakan untuk menghadapi merebaknya Covid-19 galur Omicron. Ini dibuktikan oleh pembatalan kewajiban karantina lima x 24 jam bagi pelaku perjalanan dari daerah lain sehari setelah ditetapkan.
Kebijakan tersebut mulanya ditetapkan Pemprov Sulut, Jumat (4/2/2022), dengan Surat Edaran (SE) Nomor 440/22.1248/Sekr-Dinas tentang Penegakan Protokol Kesehatan Covid-19. Namun, surat itu dicabut sehari setelahnya dan digantikan dengan SE No 440/22/1257/Sekr-Dinas. Pelaku perjalanan pun hanya diwajibkan mengikuti tes cepat antigen di bandara, pelabuhan, ataupun perbatasan darat dengan Gorontalo.
Menurut epidemiolog Universitas Negeri Manado, Jonesius Eden Manoppo, yang dihubungi pada Selasa (8/2/2022), kewajiban karantina mandiri lima x 24 jam tidak lagi efektif untuk mencegah varian Omicron. Kasus-kasus pertama galur tersebut memang ditemukan di kalangan pelaku perjalanan, tetapi kini telah terjadi transmisi lokal.
”Kalau kebijakan itu mau diambil, tidak akan berpengaruh karena sudah telanjur terjadi transmisi lokal. Karantina orang dari luar (daerah lain) tidak dibutuhkan lagi. Kalau kebijakan itu diambil jauh sebelumnya, hasilnya pasti akan berbeda dari sekarang,” kata Jonesius.
Kendati sudah dicabut, Jonesius enggan menyebutnya sebagai kebijakan yang tepat. Justru pencabutan itu menunjukkan Pemprov tidak merumuskan kebijakannya dengan kajian matang. Pada saat yang sama berbagai pembatasan di tingkat lokal yang sudah mendesak malah belum diambil.
Padahal, kasus Covid-19 di Sulut terus meningkat selama dua pekan terakhir. Dalam rentang 25 Januari hingga 7 Februari 2022 ditemukan 433 kasus atau 30,93 kasus setiap hari. Padahal, sepanjang 11-24 Januari, hanya ada 49 kasus baru dengan rata-rata 3,5 kasus setiap hari. Penularan yang begitu cepat ini menunjukkan keberadaan varian Omicron.
Pada saat yang sama, data Litbang Kompas menunjukkan pengendalian Covid-19 di Sulut mengendur sejak 10 Januari 2022. Dalam skala skor 0-100, penilaian pengendalian pandemi pada pengukuran pekan ke-26 menunjukkan skor 83, turun dari 85 dua pekan sebelumnya.
Supaya penularannya tidak masif, kita ketatkan lagi pembatasan sosial dari tempat-tempat yang paling akhir dilonggarkan.
Pada pekan ke-27, skor turun lagi ke angka 80, kemudian baru naik kembali ke skor 82 pada 24 Januari bertepatan dengan peningkatan jumlah kasus Covid-19 yang terdeteksi. Kendati begitu, skor tersebut masih lebih rendah dari skor rata-rata Pulau Sulawesi ataupun nasional di angka 83.
”Ada kebijakan yang sudah lebih mendesak saat kurva sedang naik. Kita harus melihat pelonggaran-pelonggaran yang sudah diberlakukan sebelumnya, seperti tatap muka di sekolah. Kalau kasus sudah meningkat lagi, seharusnya bisa dikurangi dari 100 persen menjadi hibrida 50 persen,” kata Jonesius.
Ia menyarankan pemerintah segera mengurangi kelonggaran yang telah diberlakukan secara bertahap. Langkah ini bisa dimulai dari sekolah, perkantoran, tempat ibadah, dan tempat-tempat umum. ”Supaya penularannya tidak masif, kita ketatkan lagi pembatasan sosial dari tempat-tempat yang paling akhir dilonggarkan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Sulut Steaven Dandel mengatakan, pembatalan karantina mandiri bagi pelaku perjalanan dari luar daerah diganti dengan memperkuat pelacakan kontak erat kasus positif Covid-19. Kartu kewaspadaan kesehatan elektronik (e-HAC) akan dimanfaatkan secara maksimal.
”Dalam surat edaran yang lama, semua orang yang ada dalam satu moda transportasi dianggap kelompok kontak yang rentan mentransmisikan penyakit sehingga wajib karantina selama satu kali masa inkubasi terpendek. Di surat edaran yang baru, proses kekarantinaan dilaksanakan secara selektif pada orang yang berada di sekitar tempat duduk penumpang yang positif,” kata Steaven.
Pekan depan, Pemprov Sulut juga akan menjadi tuan rumah acara sampingan G-20, yaitu pertemuan Women 20 (W-20), jaringan organisasi wanita di negara-negara G-20, di Likupang, Minahasa Utara. Steaven pun mengatakan, sistem gelembung perjalanan (travel bubble) diterapkan dalam acara itu sehingga penularan Covid-19 bisa ditekan.
Adapun Gubernur Sulut Olly Dondokambey dalam surat edaran terbaru telah mewajibkan seluruh pelaku perjalanan dari luar ”Bumi Nyiur Melambai” mematuhi protokol kesehatan dalam setiap aktivitasnya. Jika terlacak sebagai kontak erat kasus positif Covid-19, pelaku perjalanan wajib karantina mandiri dan mengikuti tes reaksi rantai polimerase (PCR).
Hingga kini, dua kabupaten di Sulut berstatus zona hijau (aman), sedangkan 13 daerah lainnya kuning (risiko rendah). Pemprov ataupun pemkot dan pemkab belum mengambil kebijakan untuk memperketat aktivitas masyarakat di tempat umum. Gerai-gerai waralaba, misalnya, kini buka sampai 23.00 Wita atau tengah malam, lebih larut ketimbang pukul 22.00 Wita sebelumnya.