Konsumen di Semarang Protes Kesulitan Cari Minyak Goreng Bersubsidi
Harga minyak goreng di Kota Semarang, Jateng, masih jauh di atas harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah. Hal itu terjadi karena distribusi minyak goreng belum lancar.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sejumlah konsumen dan pedagang di Kota Semarang, Jawa Tengah, mengeluhkan masih tingginya harga minyak goreng. Pada hari kedua pemberlakuan minyak goreng satu harga, Rabu (2/2/2022), harga minyak goreng masih jauh di atas harga eceran tertinggi, yakni Rp 19.000-Rp 20.000 per liter.
Pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) baru bagi aneka jenis minyak goreng per Selasa (1/2/2022). HET minyak goreng curah ditetapkan Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng premium Rp 14.000 per liter (Kompas.id, 31/1/2022).
Dua hari setelah kebijakan diterapkan, sejumlah konsumen di Kota Semarang mengeluhkan sulitnya mendapatkan minyak dengan harga sesuai atau di bawah HET. Rata-rata harga minyak masih berkisar Rp 19.000-Rp 20.000 per liter.
“Tadi pagi (saya) belanja minyak goreng di Pasar Karangayu di Kecamatan Semarang Barat. Harga minyak goreng paling murah Rp 20.000 per liter, masih pakai harga lama,“ kata Eko (25), warga Kecamatan Semarang Barat, saat ditemui Rabu.
Eko mengaku sudah mencoba mencari minyak goreng subsidi dengan harga Rp 14.000 ke sejumlah pasar dan toko-toko ritel. Namun, minyak goreng subsidi di tempat-tempat tersebut sudah ludes diborong.
Hal serupa juga diungkapkan Alung (46), pedagang gorengan di Kecamatan Semarang Selatan. Sama dengan Eko, Alung juga sudah berupaya mencari minyak goreng subsidi hingga ke pasar-pasar yang ada di kecamatan lain. Hasilnya juga nihil.
Eko sudah mencoba mencari minyak goreng subsidi dengan harga Rp 14.000 ke sejumlah pasar dan toko-toko ritel. Namun, minyak goreng subsidi di tempat-tempat tersebut sudah ludes diborong.
“Karena sudah capai mencari (minyak goreng subsidi) tidak ketemu-ketemu, saya menyerah, beli yang seadanya. Harga minyak gorengnya Rp 20.000 per liter, tetapi saya dapat diskon karena sudah pelanggan, jadi hanya bayar Rp 19.000 per liter,“ ujar Alung.
Untuk keperluan berjualan gorengan, Alung membutuhkan sekitar 5 liter minyak goreng setiap hari. Selama harga minyak goreng melambung, ia mengklaim tidak mengurangi pembelian minyak goreng.
“Meski (harganya) mahal, saya tetap beli. Mau bagaimana lagi, saya butuh untuk berjualan. Meski harganya naik, harga gorengan tidak saya naikkan, takut tidak ada yang beli. Risikonya, omzet menurun,“ ujarnya.
Menurut Alung, biasanya ia mendapat keuntungan hingga Rp 700.000 per minggu dari hasil berjualan gorengan. Setelah harga minyak goreng melambung, keuntungan yang didapatkan maksimal Rp 550.000 per minggu.
Tidak tersedianya stok minyak goreng subsidi juga dikeluhkan sejumlah pedagang di Pasar Peterongan, Kecamatan Semarang Selatan. Para pedagang di pasar itu masih menjual minyak goreng dengan harga lama, yakni di atas Rp 19.000.
“Sejak kemarin belum pernah sekalipun ada minyak goreng harga Rp 14.000 yang masuk. Yang saya jual saat ini minyak-minyak stok bulan lalu. Mau dijual murah bingung, nanti enggak bisa balik modal,“ tutur Ninik Sumarni (58), pedagang Pasar Peterongan.
Sementara itu, Listiyani (35), pedagang di Relokasi Pasar Johar, Kecamatan Gayamsari mengaku sudah dua kali mendapatkan kiriman minyak goreng dengan harga Rp 14.000 per liter dari distributor. Minyak goreng subsidi itu sampai di kiosnya pada Jumat (28/1/2022) dan Selasa (1/2/2022).
“Pekan lalu saya dapat alokasi dua karton, masing-masing berisi 12 liter. Pekan ini saya dapat alokasi tiga karton. Kemarin dikirim, hari ini sudah hampir habis. Banyak yang sudah pesan dari jauh-jauh hari. Supaya tidak rebutan, saya batasi masing-masing pelanggan dapat dua liter,“ katanya.
Adapun, berdasarkan pantauan di sejumlah toko ritel di Kecamatan Semarang Selatan, dan Semarang Barat, minyak goreng subsidi kosong. Hal itu terjadi karena masyarakat langsung berbondong-bondong membeli saat komoditas itu tiba.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jateng Muhammad Arif Sambodo mengatakan, masih adanya minyak yang dijual di atas HET terjadi karena belum lancarnya distribusi minyak goreng subsidi. Menurut dia, perlu waktu agar distribusinya merata.
“Kebijakan ini masih perlu waktu, akan tetapi pemerintah sudah menjamin. Pada saatnya nanti, harganya akan kembali normal. Kendala-kendala ini terus kami laporkan ke pemerintah pusat dan hal ini tidak hanya terjadi di Jateng saja,“ kata Arif.
Arif mengatakan, pihaknya terus memantau perkembangan harga minyak goreng di pasaran. Ia berharap, tidak ada penimbunan minyak goreng yang bisa menganggu upaya penormalan harga.