Berkebun Kaktus, Menanam Rupiah
Kebun kaktus yang digarap di pekarangan rumah menjadi penopang perekonomian sejumlah keluarga di Sumatera Barat.
Hobi bila diseriusi bisa menjadi sumber pendapatan. Begitu pula halnya hobi bertanam kaktus sejumlah ibu rumah tangga di Sumatera Barat. Kebun kaktus yang digarap di pekarangan rumah menjadi penopang perekonomian rumah tangga.
Tangan Osie Junitrisia (43) tangkas memindahkan anakan kaktus satu per satu. Dengan sumpit besi, kaktus sebesar rambutan itu dicabut, akarnya dipangkas, lalu dipindah ke pot yang lebih besar. Pagi itu, anakan yang dipindah jenis Gymnocalycium mihanovichii. Coraknya beragam, mulai dari merah, hijau tua, hingga percampuran keduanya, serta hijau-kuning.
”Saya sedang repotting. Sekalian dipangkas akarnya. Tanaman dipindahkan dan dikasih media baru agar pertumbuhan lebih baik,” kata Osie, di rumah kaca tanaman kaktusnya, Kampung Teleng, Kelurahan Pasar, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Minggu (23/1/2022) pagi.
Baca juga: Bertanam Tanaman Hias Tak Sekadar Hobi
Rumah kaca (green house) Osie seluas 5 meter x 18,5 meter. Di dalamnya terdapat ribuan indukan kaktus berbagai jenis dan ukuran. Jenisnya antara lain Gymnocalycium, Astrophytum, Mammillaria, Echinocereus, dan Euphorbia, dengan berbagai varian.Selain itu, ada pula ribuan anakan kaktus dari teknik pembenihan, potelan, dan okulasi (grafting). Tumbuhan gurun itu ditanam di pot dan disusun di atas sejumlah meja setinggi sekitar 80 sentimeter.
Osie adalah satu pembudidaya kaktus di Sawahlunto. Usahanya dikenal dengan nama KT Cactus. Perempuan yang gemar bertanam bunga ini mulai berbudidaya kaktus sejak April 2018. Usaha yang menghasilkan omzet belasan hingga puluhan juta rupiah per bulan ini menjadi penopang ekonomi keluarga, terutama di kala sulit pada masa awal pandemi Covid-19.
Ibu tiga anak ini bercerita, awalnya menanam kaktus sebatas hobi. Suatu waktu ia tertarik dengan kaktus berwarna-warni yang dijual di Shopee. Ia pun membeli untuk ditanam di rumah. Karena belum paham cara merawatnya, kaktus itu banyak yang mati. Walakin, Osie tetap membeli dari penjual di media sosial dan terus belajar cara perawatan.
Jumlah indukan kaktus Osie terus bertambah, sekitar 200 indukan. Akhir 2018, ia mulai punya beberapa anakan kaktus dari potelan. Sejumlah kaktus juga mulai berbuah. Ia belajar dari pembuat konten Youtube luar negeri cara polinasi dan sebagainya. Waktu itu Youtuber Indonesia terkait budidaya kaktus belum banyak. Pada 2019, Osie mulai menyemai benih-benih kaktusnya.
”Akhir 2019, jumlah indukan sudah kebanyakan. Orangtua kasih saran, ini bukan lagi hobi, lebih baik diseriusi. Akhirnya, saya putuskan jadi petani. Saya pergi ke Lembang untuk melengkapi jenis-jenis kaktus yang susah dicari,” kata Osie.
Meledak
Pilihan Osie untuk menekuni budidaya kaktus ternyata tak sia-sia. Saat pandemi Covid-19 awal 2020, tren tanaman kaktus meledak. Momentumnya pas karena waktu itu ia sudah punya benih dan anakan kaktus. Ia mulai dicari banyak petani kaktus dari Pulau Jawa. Pesanan bibit kaktus ke KT Cactus membeludak.
”Omzet dari penjualan bibit dan indukan kaktus selama Maret-Oktober sekitar Rp 40 juta per bulan. Pasarnya kebanyakan ke Pulau Jawa, seperti Jawa Timur dan Jawa Tengah,” ujar Osie, yang berjualan kaktus melalui Instagram dan Facebook.
Bisnis kaktus benar-benar menyelamatkan dan menopang perekonomian keluarga Osie saat itu. Pendapatan suaminya yang seorang pelaut terhenti hampir setahun karena dunia lockdown. Usaha mobil travel juga tersendat karena pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Penjualan kaktus menjadi penopang utama perekonomian keluarga.
”Pada momentum itu, saya benar-benar mengalami perputaran roda hidup. Siapa yang menyangka, wabah itu yang membawa saya ke usaha seperti ini,” kata Osie, alumnus Program Studi Akuntansi Universitas Bung Hatta tahun masuk 1996 ini.
Sekarang, saat suami sudah kembali bekerja dan perekonomian keluarga pulih, Osie tetap menggeluti usaha ini. Meskipun tak seramai dulu, penjualan kaktus masih menjadi penghasilan tambahan. Omzet penjualan kaktus KT Cactus saat ini sekitar Rp 15 juta per bulan.
Adapun harga indukan kaktus di tempat Osie berkisar ribuan rupiah hingga puluhan juta rupiah. Menurut perempuan yang hobi berwirausaha sejak kecil ini, harga kaktus tergantung pada jenis, corak, ukuran, dan performanya. ”Indukan berwarna(-warni) belum tentu mahal kalau coraknya biasa,” ujarnya.
Pendapatan utama
Meraup rupiah dari budidaya kaktus juga dilakukan oleh Rima Yunita (31), ibu rumah tangga di Jorong Kampung Belimbing, Nagari Ganggo Mudiak, Kecamatan Bonjol, Pasaman, Sumbar. Budidaya kaktus menjadi pendapatan utama keluarga Rima sejak 2018.
Perempuan tamatan SMK jurusan teknik listrik ini berkisah, ia mulai membudidayakan kaktus sejak 2015. Selain karena hobi, Rima menanam kaktus di sekitar rumahnya untuk membantu perekonomian keluarga.
Penghasilan sang suami dari menambang emas tidak menentu. Begitu pula kerja serabutan ibu tiga anak ini mencincang pakis media tanam aglaonema tak cukup membantu. Upah mencincang pakis cuma Rp 7.500 seember. Rima hanya mengantongi Rp 100.000 per dua hari, itu pun saat ada permintaan pakis.
Rima kemudian belajar budidaya kaktus dari warga sekitar yang sudah lebih dahulu menggeluti usaha kaktus. Pasaman selama ini memang dikenal sebagai penghasil kaktus. Dari proses itu, jumlah indukan kaktus Rima terus bertambah. Kaktus dijual ke tauke bunga hias untuk dipasarkan ke Bukittinggi dan Pekanbaru, Riau.
Pada 2018, Rima mulai beralih dari pasar biasa ke pasar daring, antara lain melalui Facebook, Instagram, dan Shopee. Pemilik Pondok Kaktus Mikayla ini belajar berjualan bibit dan indukan kaktus secara daring dari teman kakaknya yang ada di Jakarta. Omzetnya beberapa tahun ini berkisar Rp 10 juta-15 juta per bulan. Pasarnya seluruh Indonesia, terutama Surabaya, Jakarta, dan Bali.
”Sekarang kaktus ini penghasilan utama keluarga. Saya tidak lagi mencincang pakis. Suami sejak 2018 juga fokus ke kaktus membantu saya,” ujar Rima.
Kini Rima dan suami punya tiga rumah kaca seluas 8 meter x 9 meter tempat berbudidaya kaktus di sekitar rumah. Jumlah koleksi indukan kaktus ratusan, sedangkan bibit mencapai ribuan. Jenis dan variasinya beragam, seperti Gymnocalycium, Opuntia, Echinopsis, Lobivia, Astrophytum, Mammillaria, dan lainnya, dengan harga Rp 5.000 hingga Rp 5 juta.
”Permintaan paling banyak jenis miha (Gymnocalycium mihanovichii). Jenis miha tertentu gampang berurat di sini (Pasaman). Itu pula kemudahan diberikan Tuhan. Kadang senior-senior (di daerah lain) susah menumbuhkan akarnya,” ujarnya.
Sekarang kaktus ini penghasilan utama keluarga. Saya tidak lagi mencincang pakis. Suami sejak 2018 juga fokus ke kaktus membantu saya.
Mudah
Osie menjelaskan, berbudidaya kaktus relatif mudah, tidak serumit tanaman hias lainnya. Yang terpenting adalah memahami karakteristik kaktus yang dibudidayakan. Ada kaktus tertentu yang butuh kelembaban rendah, ada pula yang butuh kelembaban tinggi.
”Penyiraman tergantung jenisnya. Tergantung media tanamnya, sudah kering atau belum. Saya tidak pernah tunggu benar-benar kering. Tidak pernah juga menyiramnya saat masih lembab,” ujar Osie.
Selanjutnya, kaktus tidak butuh banyak pupuk. Kebanyakan pupuk justru membuatnya terlalu subur dan gampang rengkah sehingga tampilan menjadi buruk. Media tanam juga mesti poros alias tidak menyimpan air. Jika media terlalu lembab, akarnya akan cepat busuk.
Sebagai tanaman gurun, lanjut Osie, kaktus butuh cahaya matahari atau cahaya ultraviolet (UV). Oleh sebab itu, jangan sesekali menyimpan kaktus di dalam rumah, kecuali diterangi dengan lampu UV. ”Adapun penyemprotan pestisida, bagi saya, jika tumbuhan kena hama saja,” ujarnya.
Selain itu, akan lebih mudah bila kaktus dibudidayakan di dalam rumah kaca. Kata Osie, di dalam rumah kaca yang dilindungi waring membuat kaktus relatif lebih aman dari serangan serangga.
Hal serupa diungkapkan Rima, membudidayakan kaktus relatif lebih mudah dibandingkan dengan tanaman hias lainnya. ”Tanaman kaktus ini ’tahan banting’ dibandingkan dengan tanaman lain dan harganya relatif stabil. Makanya, saya lebih tertarik membudidayakan kaktus,” ujarnya.
Manfaat berkebun
Osie tidak tahu pasti kenapa tren tanaman kaktus meningkat selama pandemi Covid-19. Namun, ia menduga itu dipicu pembatasan sosial. Waktu PSBB, masyarakat jenuh dan tidak leluasa pergi ke mana-mana. ”Orang-orang yang penghasilannya tidak terdampak pandemi, tetapi tidak bisa berkegiatan, lalu mencari kesibukan dengan bertanam kaktus,” ujarnya.
Rahmi Jaerman (29), warga Koto Tangah, Padang, mengatakan, ia suka memelihara tanaman hias, termasuk kaktus, dan tanaman produktif lainnya sejak kecil. Kegiatan tanam-menanam itu semakin intens saat pandemi Covid-19, terutama ketika ada kebijakan bekerja dari rumah.
”Bagi saya, memelihara tanaman itu seperti menambah energi setiap harinya. Sebab, setiap hari ada yang tumbuh dan berubah dari tanaman itu. Apalagi, kalau berbunga, beranak, menjadi kebahagiaan tersendiri,” kata guru jurusan perkantoran di SMK Negeri 3 Padang ini.
Kompas (7/11/2021) menyebutkan, mengoleksi tanaman hias mendadak booming kala pandemi Covid-19. Mencari kesibukan saat pembatasan sosial, menghalau kejenuhan, dan rasa bosan menuntun banyak orang menemukan kegiatan sesuai dengan minat, salah satunya menanam dan merawat tanaman hias.
Merawat dan menikmati indahnya tanaman hias diakui bisa menghilangkan kejenuhan dan stres akibat beban pekerjaan, juga tekanan pandemi. Paling tidak bisa mengurangi paparan berita-berita negatif seputar pandemi. Bahkan, berkebun diyakini menjadi salah satu alternatif manajemen stres masyarakat perkotaan.
Penelitian Gardening Promotes Neuroendocrine and Affective Restoration from Stress oleh Van Den Berg, Agnes E, ternyata berkebun efektif menurunkan kadar hormon kortisol atau hormon stres. Selain itu, menyentuh tanah dan bakteri Mycobacterium vaccae meningkatkan kadar serotonin penimbul rasa nyaman.
Baca juga: Berkebun Dapat Menumbuhkan Citra Tubuh yang Positif
Sementara itu, studi oleh tim peneliti dari Universitas Anglia Ruskin (ARU), Cambridge, Inggris, menemukan berkebun mempromosikan citra tubuh yang positif, yang mengukur apresiasi seseorang terhadap tubuh mereka dan fungsinya, dan penerimaan ketidaksempurnaan tubuh (Kompas.id, 4/4/2021). Studi yang dipimpin Profesor Viren Swami, psikolog sosial dari ARU, ini diterbitkan di jurnal Ecopsychology, Jumat (3/4/2020).
Swami mengatakan, paparan lingkungan alami membantu mempromosikan citra tubuh yang positif. ”Citra tubuh yang positif bermanfaat karena membantu menumbuhkan ketahanan psikologis dan fisik, yang berkontribusi pada kesejahteraan secara keseluruhan,” kata Swami, yang juga dosen di Universitas Perdana, Malaysia, seperti dikutip Kompas.id dari Science Daily.
Bagaimana? Anda berminat untuk berkebun?