Indonesia dikenal surganya tanaman hias dengan kekayaan biodiversitas lebih dari 40.000 spesies. Bahkan, komoditas tanaman hias Indonesia menyumbang 20 persen varietas mutan dunia.
Oleh
MB Dewi Pancawati
·4 menit baca
Hobi dan kecintaan pada tanaman hias tak hanya bisa mengusir stres, meningkatkan imunitas, dan menambah pundi-pundi penghasilan di kala pandemi, tetapi juga berkontribusi merawat bumi.
Indonesia dikenal surganya tanaman hias dengan kekayaan biodiversitas lebih dari 40.000 spesies. Bahkan, komoditas tanaman hias Indonesia menyumbang 20 persen varietas mutan dunia (IAEA, 2020). Aglaonema, Monstera, Alocasia, Caladium, dan Anthurium hanya sebagian ragam puspa yang kian melekat di telinga masyarakat. Beberapa jenis tanaman hias ini produksinya terpantau meningkat di saat pandemi.
Mengoleksi tanaman hias mendadak booming kala pandemi Covid-19. Mencari kesibukan saat pembatasan sosial, menghalau kejenuhan, dan rasa bosan menuntun banyak orang menemukan kegiatan sesuai minat. Salah satunya menanam dan merawat tanaman hias.
Pandemi menjadi momentum tumbuhnya fenomena ini, bahkan jadi tren gaya hidup baru. Beberapa tanaman hias yang tak pernah dilirik tiba-tiba diburu. Seperti mode, pergerakan trennya sangat cepat, membuat para pencinta tanaman hias rela membayar mahal demi kepuasan batin.
Hobi dan kepuasan
Tak bisa dimungkiri, media sosial memopulerkan dan menarik hati publik sehingga terpikat pada pesona flora flora ini. Diakui Etha (45), ibu rumah tangga di Bekasi, Jawa Barat, yang awalnya tak tertarik tanaman hias tak berbunga, tetapi setelah sering mengamati Instagram dan Facebook muncul keinginan memelihara tanaman hias jenis daun. Caladium dengan corak dan warna indah serta Alocasia dengan tekstur dan lekuk daun tegas memikatnya, menambah koleksi anggrek sejak remaja.
Lain lagi dengan Siwi (49) yang mulai menekuni hobi tanaman hias saat pandemi. Dari awalnya takut cacing tanah, kini ia bisa menghabiskan waktu seharian merawat koleksi ratusan tanamannya. Kecintaannya pada tanaman yang ia rawat membuat keinginan berinvestasi dari flora flora itu pupus. Rumah menjadi hijau, asri, banyak oksigen, dan hati gembira merupakan kepuasan batin tak ternilai.
Merawat dan menikmati indahnya tanaman hias diakui bisa menghilangkan kejenuhan dan stres akibat beban pekerjaan, juga tekanan pandemi. Paling tidak bisa mengurangi paparan berita-berita negatif seputar pandemi. Bahkan, berkebun diyakini menjadi salah satu alternatif manajemen stres masyarakat perkotaan.
Penelitian Gardening Promotes Neuroendocrine and Affective Restoration from Stress oleh Van Den Berg, Agnes E, ternyata berkebun efektif menurunkan kadar hormon kortisol atau hormon stres. Selain itu, menyentuh tanah dan bakteri Mycobacterium vaccae meningkatkan kadar serotonin penimbul rasa nyaman. Lalu, saat memanen tanaman, terjadi proses pelepasan hormon dopamin di otak yang menghasilkan rasa bahagia atau euforia (Francis, Robyn, 2010).
Itu diakui Bambang (54), aparatur sipil negara di Blora, Jawa Tengah. Kejenuhannya hilang setelah merawat koleksi tanaman hiasnya. Bagi kolektor puluhan jenis Anthurium ini, hobi tanaman sejak remaja menjadi hiburan bahkan kebutuhan. Nilai ekonomi yang pernah ia dapat ketika gelombang cinta (Anthurium) booming tahun 2007 hanyalah suatu berkah dari ketekunan merawat tanaman itu.
Peluang bisnis
Lain halnya Iwan (49). Di sela-sela kesibukan sebagai karyawan swasta di Tangerang, Banten, sejak awal pandemi ia sudah melihat prospek dan menangkap peluang bisnis karena margin tak terbatas dari fenomena ini. Bermodal tanaman yang ada, ia menawarkan ke medsos, mengikuti live IG/FB, atau lewat grup dan komunitas. Selain hobi tersalurkan, juga menambah teman, memperluas jaringan, dan pemasukan tambah.
Sementara Aris (49), dosen di Yogyakarta, masih setia pada berbagai jenis anggrek yang ditekuni setelah menikah. Hobi menanam anggrek yang awalnya untuk menghias rumah, ketika pandemi menjadi bisnis.
Meski belum dalam skala besar, menjual dan membuat pembeli senang menjadi kepuasan tersendiri. Kecintaannya pada indahnya bunga anggrek dan menikmati prosesnya bertumbuh tak tergoyahkan dengan hadirnya beberapa jenis tanaman yang naik daun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, anggrek salah satu tanaman asli Indonesia yang berkontribusi besar terhadap produksi hortikultura, selain krisan. Meski produksi anggrek tahun 2020 sebanyak 11,68 juta tangkai turun 37,2 persen dari tahun 2019, volume ekspornya meningkat 41,7 persen. Bahkan, nilai ekspornya naik 128,2 persen. Tahun 2020, produksi anggrek tertinggi terjadi triwulan IV, yakni 3,26 juta tangkai, dengan produksi terbesar di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten.
Meski memberi nilai ekonomi, yang terpenting menjaga agar ragam puspa sebagai aset bangsa dikelola bertanggung jawab dan terpelihara kelestariannya. Salah satunya dengan merawat bumi tempat tanaman-tanaman itu tumbuh. Seperti dilakukan pasangan Edi (48) dan Wahyu (48) di Salatiga, Jateng. Pemenang keempat ”Rumah Pangan Lestari” tingkat Provinsi Jawa Tengah 2018 ini membawa spirit merawat bumi dengan membuat subur tanah tempatnya berkebun dengan bahan-bahan organik.
Seluruh koleksi tanaman hiasnya diberi pupuk olahan sendiri. Jika tanah subur, dengan sendirinya tanaman tumbuh baik, selain itu turut menjaga lingkungan. Bagi mereka, kepuasan tersendiri ketika bisa mengedukasi dan berbagi sukacita lewat ragam puspa. (LITBANG KOMPAS)