Kolaborasi Mahasiswa Kembangkan Desa Nelayan di Banyuasin
Universitas Gadjah Mada berkolaborasi dengan universitas lain melaksanakan Kuliah Kerja Nyata. Bersama mahasiswa UIN Raden Fatah, sejumlah mahasiswa UGM menjalankan KKN Kolaborasi di desa nelayan di Banyuasin, Sumsel.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
Untuk pertama kali, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, berkolaborasi dengan universitas lain melaksanakan Kuliah Kerja Nyata. Bersama mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Fatah, Palembang, sejumlah mahasiswa UGM menjalankan program KKN Kolaborasi. Sasarannya, desa nelayan di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
Minggu (23/1/2022) siang, Desti Putri Amartia (22) mengajak sejumlah anak berkumpul di halaman sebuah masjid di Desa Sungsang III. Mereka belajar membuat ecobrick atau bata ramah lingkungan dengan memasukkan sampah-sampah plastik ke dalam botol air mineral.
Sampah-sampah plastik berukuran kecil itu dimasukkan ke dalam botol sampai penuh, lalu ditekan-tekan dengan kayu supaya padat. Setelah terisi penuh dan padat, botol bisa dimanfaatkan sebagai bahan membuat kursi, meja, dan bahkan bisa sebagai pengganti batu bata untuk membuat struktur bangunan.
“Ecobrick itu berasal dari dua kata, yakni eco dan brick. Eco berarti lingkungan dan brick berarti bata. Karena teksturnya cukup kuat dan bisa menopang, ecobrick bisa dijadikan untuk membuat kursi, meja, ataupun pengganti batu bata. Ini menjadi salah satu solusi untuk pengolahan sampah plastik,” tutur Desti.
Desti merupakan salah satu mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang sedang menjalani KKN di Desa Sungsang III, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Desa itu satu dari lima desa di Kecamatan Banyuasin II yang masuk dalam kawasan Sungsang.
Empat desa lain yang masuk dalam kawasan Sungsang adalah Marga Sungsang, Sungsang I, Sungsang II, dan Sungsang IV. Kawasan Sungsang terletak di muara Sungai Musi dan berjarak sekitar 80 kilometer dari Kota Palembang, ibu kota Sumatera Selatan. Jika melewati jalur darat, perlu waktu sekitar dua jam dari Palembang.
Sebagian besar masyarakat di kawasan Sungsang adalah nelayan sehingga desa-desa di kawasan itu bisa disebut sebagai desa nelayan. Area permukiman di Sungsang sangat unik karena sebagian besar rumah di kawasan itu berdiri di atas air. Di antara rumah-rumah itu terdapat jalan cor semen yang tak terlalu lebar sehingga tak bisa dilalui mobil.
Desti dan teman-temannya menjalani KKN di kawasan Sungsang selama 50 hari, sejak 18 Desember 2021 hingga 5 Februari 2022. Total ada 16 mahasiswa UGM yang menjalani KKN di Sungsang, tetapi satu orang mengikuti KKN secara daring sehingga hanya 15 orang yang hadir secara langsung di Sungsang.
Area KKN para mahasiswa UGM itu mencakup Desa Sungsang I, Sungsang II, Sungsang III, dan Sungsang IV. Selama menjalankan KKN, mereka berkolaborasi dengan 17 mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah, Palembang. Itulah kenapa program KKN yang mereka jalankan diberi nama dengan KKN Kolaborasi.
Desti menuturkan, pelatihan pembuatan ecobrick itu merupakan salah satu program KKN Kolaborasi di Sungsang. Program itu dipilih karena pengelolaan sampah menjadi salah satu persoalan utama di Sungsang. Kondisi itu terjadi karena banyak warga, termasuk anak-anak, terbiasa membuang sampah sembarangan.
Akibatnya, di beberapa wilayah perairan dekat permukiman warga Sungsang kerap terlihat aneka jenis sampah plastik mengambang. “Anak-anak di sini sangat terbiasa membuang sampah sembarangan. Saya berpikir bagaimana cara mengajarkan anak-anak tidak membuang sampah sembarangan. Akhirnya, saya berinisiatif mengajarkan membuat ecobrick,” kata mahasiswi Fakultas Biologi UGM itu.
Selain pengolahan sampah, mahasiswa UGM dan UIN Raden Fatah juga menjalankan sejumlah program lain di Sungsang. Koordinator Subunit KKN UGM di Sungsang, Rizki Syarah (22), mengatakan, Sungsang memiliki produk kuliner khas, yakni pempek udang. Oleh karena itu, para peserta KKN Kolaborasi pun melatih warga agar mampu mempromosikan dan menjual pempek udang secara daring.
“Kami mengajarkan bagaimana cara memasarkan pempek udang secara online, bagaimana membuat akun toko online, serta bagaimana membuat foto produk dan logo produk. Teman-teman UIN juga melakukan sosialisasi mengenai sertifikasi halal,” kata Rizki, mahasiswi Fakultas Peternakan UGM.
Rizki menambahkan, para peserta KKN Kolaborasi juga membantu pengembangan aktivitas wisata di Sungsang. Sejak beberapa tahun lalu, kawasan Sungsang memang didorong menjadi desa wisata dengan daya tarik utama aktivitas nelayan yang khas serta produk kuliner pempek udang. Untuk membantu pengembangan wisata, para peserta KKN Kolaborasi membuat website berisi informasi daya tarik wisata Sungsang.
“Kami juga berencana membuat paket wisata, misalnya sehari menjadi nelayan dan belajar membuat pempek udang,” ujar Rizki.
Mahasiswa UIN Raden Fatah, Ahimsa Pramudia (21), menuturkan, para peserta KKN Kolaborasi juga mengajak warga Sungsang menyepakati tarif sewa kapal untuk wisata. Selama ini, wisatawan memang terkadang menyewa kapal dari Sungsang untuk menuju beberapa obyek wisata, misalnya Pantai Tanjung Carat dan Taman Nasional Sembilang. Namun, tarif sewa untuk wisatawan itu ternyata sering berbeda-beda dan jauh lebih mahal dibandingkan dengan tarif sewa bagi warga lokal.
“Tarif untuk wisatawan itu ada yang Rp 200.000, Rp 300.000, dan bahkan ada yang Rp 1 juta. Padahal, kalau untuk warga Sungsang, paling besar Rp 150.000. Jadi, kami mendorong pemerataan tarif kapal itu. Akhirnya bisa disepakati tarifnya Rp 150.000,” tutur Ahimsa.
Kepala Desa Sungsang III Amiruddin mengatakan, pada tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Banyuasin telah menetapkan kawasan Sungsang sebagai desa wisata. Namun, pengembangan desa wisata itu terhenti setelah adanya pandemi Covid-19. Oleh karena itu, kehadiran para mahasiswa peserta KKN Kolaborasi diharapkan bisa membantu pengembangan wisata dan mengatasi sejumlah persoalan lain di Sungsang.
“Banyak program baru yang diciptakan oleh adik-adik mahasiswa dan semoga bisa diterapkan di Sungsang,” kata Amiruddin.
Rektor UGM Panut Mulyono mengatakan, program KKN Kolaborasi di Sungsang itu baru pertama kali digelar UGM. Panut menyebut, program KKN Kolaborasi dilaksanakan untuk mendidik para mahasiswa UGM agar bisa bekerja sama dengan mahasiswa dari kampus lain. “Harapannya, dengan interaksi bersama ini para mahasiswa bisa berlatih menyusun program bersama dan melaksanakan kegiatan bersama,” ujarnya.
Ketua Umum Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) Ganjar Pranowo berharap, program KKN Kolaborasi di Sungsang bisa dilakukan secara berkelanjutan. Hal ini karena berbagai masalah di wilayah itu tak mungkin diselesaikan hanya dalam satu periode KKN Kolaborasi.
“Program dari mahasiswa KKN ini harapannya bisa diteruskan. Jadi, pembangunannya bisa berkelanjutan,” kata Ganjar saat mengunjungi program KKN Kolaborasi di Sungsang, Minggu (23/1/2022).