Jadi Beking Tambang Emas Liar, Oknum Brimob Picu Kekacauan di Gunung Botak
Seorang anggota Brimob yang diduga membekingi cukong tambang emas liar di Gunung Botak, menembaki seorang petambang. Polda Maluku memastikan anggota itu akan dipecat dari keanggotaan Polri.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
NAMLEA, KOMPAS — Kondisi di lokasi tambang emas liar Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, memanas dalam dua-tiga hari terakhir. Berawal dari penembakan oleh oknum anggota Brimob yang menyebabkan tewasnya seorang petambang, kemudian diikuti penemuan jenazah petambang beberapa jam kemudian. Anggota Brimob dimaksud membekingi salah satu cukong.
”Kondisi di Gunung Botak saat ini sangat mencekam setelah penembakan oleh oknum Brimob pada Sabtu (29/1) lalu,” ujar Hasan Wael (57), tokoh masyarakat setempat, saat dihubungi pada Senin (31/1/2022). Hasan merupakan salah satu keluarga pemilik hak ulayat di Gunung Botak.
Ia menuturkan, aktivitas penambangan sepi. Padahal, sebelumnya lebih dari 1.000 orang menambang di sana. Untuk sementara banyak petambang mengosongkan tempat pengolahan lantaran khawatir akan terjadi penyerangan. ”Ada beberapa kelompok yang berpotensi saling serang. Apalagi sudah ada korban,” katanya.
Menurut dia, pada Sabtu lalu, anggota Brimob, Brigadir (Pol) Andre Batuwael, menembak seorang petambang yang tak lain adalah warga lokal. Andre yang berasal dari Polda Maluku itu secara membabi buta menembak Mede Nurlatu (50). Mede meninggal di tempat lantaran tertembak pada kaki, pinggang, dan kepala. Andre juga menembak ke arah beberap orang petambang namun tidak mengenai sasaran.
Hasan menjelaskan, keberadaan Andre di Gunung Botak untuk membekingi salah satu petambang liar yang mengolah emas. Kedatangan Andre untuk membela cukong tambang dimaksud, yang tengah berselisih dengan korban Mede. ”Semua orang tahu siapa saja yang ada di Gunung Botak. Peran mereka apa saja,” katanya.
Minggu (30/1/2022), sehari setelah penembakan itu, ditemukan mayat di lokasi tersebut. Mayat itu diduga petambang yang meninggal terbunuh. Belum diketahui pelaku dan motif pembunuhan tersebut. Penemuan mayat itu membuat banyak petambang pergi lantaran khawatir akan terjadi bentrokan antarsesama petambang.
Ada orang yang ingin tambang liar jalan terus supaya setoran lancar.
S (45), petambang yang dihubungi secara terpisah, mengatakan, agar usaha kegiatan penambangan liar berjalan dengan lancar, setiap petambang harus menyetor kepada pihak-pihak tertentu. Besar setoran hingga Rp 3 juta per bulan. ”Namanya kerja ilegal, harus ada yang beking,” katanya.
S menyebutkan sejumlah pihak yang menerima setoran dari tambang ilegal itu tetapi ia meminta untuk tidak ditulis. ”Ada orang yang ingin tambang liar jalan terus supaya setoran lancar. Kami petambang juga dapat keuntungan. Pokoknya saling menguntungkan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat membenarkan Andre menembak Mede. Andre menggunakan senjata api jenis AK 47 Caliber 5,56 milimeter yang merupakan senjata organik personel Brimob. Keberadaan Andre di Gunung Botak adalah untuk urusan pribadi, bukan urusan kedinasan.
Sempat berusaha melarikan diri, Andre kemudian ditangkap lalu dibawa ke Ambon. ”Pelaku sudah ditahan dan terancam akan dipecat dari keanggotaan Polri. Perbuatannya sangat mencoreng nama institusi Polri dan Polri tidak melindungi siapa pun yang melakukan kesalahan. Polri tidak main-main,” ucapnya.
Dalam catatan Kompas, lokasi tambang emas liar di Gunung Botak itu memulai beroperasi tahun 2011. Sejak 2011 hingga 2015, lebih kurang 1.600 orang meninggal. Pada tahun 2015, jumlah petambang mencapai puluhan ribu orang. Pada tahun 2015, aktivitas tambang ditutup total. Sayangnya, beberapa tahun kemudian petambang masuk lagi sampai saat ini.