Gubernur Sumut Minta Peningkatan Dana Bagi Hasil Sawit untuk Daerah
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi meminta agar peningkatan dana bagi hasil sawit untuk daerah diakomodasi dalam RUU Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Sumut hanya menerima 4 persen dan jumlah itu dinilai tak adil.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi meminta agar peningkatan dana bagi hasil sawit untuk daerah diakomodasi dalam Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Sumut yang hanya menerima 4 persen dinilai tidak adil, padahal negara mendapat hasil besar dari perkebunan sawit.
”Sumut memberikan penghasilan Rp 575 triliun untuk negara (pemerintah pusat). Namun, yang kembali diberikan kepada Provinsi Sumut hanya 4 persen,” kata Edy dalam acara kunjungan kerja Badan Legislasi DPR dalam rangka Sosialisasi Tahap I Program Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2022 di Medan, Senin (24/1/2022).
Edy mengatakan, pembangunan di Sumut terhambat karena dana bagi hasil sawit yang diterima minim. Ia mencontohkan jalan provinsi di Sumut tidak pernah dapat diperbaiki secara keseluruhan karena anggaran yang bisa dialokasikan per tahun hanya Rp 400 miliar. Sumut memiliki jalan provinsi terpanjang di Indonesia sepanjang 3.000,5 kilometer.
Padahal, jalan provinsi itu banyak digunakan untuk industri sawit yang hasilnya sebagian besar diterima oleh pusat.
”Atas nama rakyat Sumut, mohon ini dapat terealisasi agar dapat dilakukan pembangunan di Sumut,” ujar Edy.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut Harun Nasution mengatakan, dana bagi hasil sawit untuk Sumut ke depan seharusnya lebih besar. Menurut dia, dana bagi hasil sebesar 4 persen tidak bisa digunakan untuk perawatan jalan.
”Harapan kami, dana bagi hasil untuk Sumut dimaksimalkan. Kalau memungkinkan, 30 persen,” kata Harun.
Itu protes masyarakat karena adanya truk kelebihan beban dan volume pada aktivitas perkebunan. Namun, dana bagi hasil yang diterima daerah masih minim. (Abdul Wahid)
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Abdul Wahid mengatakan, aktivitas perkebunan memberikan dampak positif, yakni membuka lapangan kerja yang besar dan meningkatkan perekonomian, tetapi juga berdampak menurunkan kualitas infrastruktur.
”Itu protes masyarakat karena adanya truk kelebihan beban dan volume pada aktivitas perkebunan. Namun, dana bagi hasil yang diterima daerah masih minim,” kata Wahid.
Wahid menyampaikan, ada 40 RUU yang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas tahun 2022. Salah satunya RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Dalam RUU tersebut dibahas mengenai dana bagi hasil.
Anggota DPR, Luluk Nur Hamidah, mengatakan, sarana dan prasarana yang terkait dengan aktivitas perkebunan sebenarnya bisa didukung melalui dana Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDKS). Untuk itu, ia akan memanggil BPDKS serta kementerian terkait untuk membicarakan pembangunan di daerah.
Sebelumnya, Edy Rahmayadi juga telah menyampaikan permintaan agar dana bagi hasil perkebunan diberikan 30-40 persen atas Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan pada produk perkebunan. Permintaan disampaikan kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat berkunjung ke Sumatera Utara, Rabu (17/11/2021). ”Kalau 30 persen saja, kami akan segera memajukan Sumut,” kata Edy waktu itu. Adapun luas perkebunan kelapa sawit saja di Sumut mencapai sekitar 2 juta hektar.