Arkeolog kembali menemukan dua nisan kuno di Palembang. Nisan ini diduga merupakan bagian dari empat nisan kuno lainnya yang lebih dulu ditemukan di kawasan 16 Ilir, Palembang.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Dua nisan kuno ditemukan di Tanjung Barangan, Palembang, Sumatera Selatan. Keberadaannya diduga masih berkaitan dengan empat nisan yang ditemukan sebelumnya di 16 Ilir, Palembang.
Kepala Kantor Arkeologi Sumsel Wahyu Rizky Andhifani, Kamis (20/1/2022), mengatakan, nisan ini ditemukan setelah tidak sengaja terlindas ekskavator. Setelah ada laporan dari warga, tim langsung mendatangi dua warga penemu nisan kuno.
Dari hasil penelitian awal, diduga nisan tersebut memang terbawa dari kawasan 16 Ilir, tempat empat nisan yang sebelumnya ditemukan. Usia dua nisan ini bahkan disebut lebih tua.
Memang sejak awal, ujar Wahyu, pihaknya mendapatkan informasi bahwa ada enam nisan di lubang galian kawasan 16 Ilir tersebut. Hanya, ketika dilakukan penggalian lagi pada Senin (17/1/2022), yang ditemukan hanya empat nisan. ”Ketika dua nisan ditemukan, semua sudah lengkap,” katanya.
Dari hasil pemeriksaan, dua nisan ini memiliki aksara Arab dengan bahasa berbeda. Satu nisan berbahasa Arab, sedangkan lainnya berbahasa Jawi (Arab-Melayu). Dengan demikian, dari enam nisan yang ditemukan, hanya satu yang berbahasa Jawi, lainnya Arab.
Selain itu, di salah satu nisan tertulis angka tahun nisan tersebut dibuat, yakni 1893 Masehi atau lebih tua dari nisan yang ditemukan sebelumnya, yakni berangka tahun 1904 Masehi. ”Dari sini kita tahu pada zaman itu bahasa Jawi dan Arab masih digunakan warga Palembang,” kata Wahyu.
Hingga kini, keenam nisan tersebut masih diteliti untuk memperoleh data lanjutan sebagai awal untuk mengeluarkan rekomendasi yang nantinya diserahkan kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi, termasuk kepada Pemerintah Kota Palembang.
Tidak hanya itu, ujar Wahyu, pihaknya juga akan melakukan penelitian lanjutan di lokasi yang menjadi tempat pembuangan tanah bekas galian. Ada tiga tempat, yakni di kawasan Mata Merah, Jakabaring, dan Gandus. ”Kemungkinan di bekas galian tersebut masih ada tinggalan benda bersejarah yang mungkin memiliki nilai penting seperti pecahan keramik atau logam,” katanya.
Wahyu berpendapat nisan ini terkubur lantaran penimbunan yang dilakukan pada masa kolonial ketika pemerintah Hindia Belanda hendak membangun pusat ekonomi kota Palembang di 16 Ilir tahun 1929. Namun, dalam peta yang dibuat pada 1922, di titik tempat nisan itu ditemukan, belum ada bangunan yang menimbunnya, hanya berupa tanah kosong.
”Ada kemungkinan makam tersebut tidak terdeteksi saja. Apalagi makam itu adalah milik keluarga tertentu,” ujar Wahyu. Adapun untuk kemungkinan penelitian di kawasan 16 Ilir, tentu masih perlu kajian lanjutan. Ekskavasi berpotensi mengganggu aktivitas ekonomi yang perputaran uangnya bisa mencapai miliaran rupiah itu.
Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda mengatakan akan menerjunkan tim dari dinas kebudayaan dan pariwisata setempat untuk mengkaji kawasan-kawasan strategis yang berpotensi menyimpan benda-benda bersejarah, termasuk kawasan 16 Ilir. ”Jangan sampai benda-benda bersejarah itu hilang atau punah sehingga wajib kita selamatkan,” katanya.
Dia juga meminta peran aktif masyarakat untuk memberikan informasi jika memang menemukan benda yang bernilai sejarah. ”Jika ada warga yang menemukan benda bersejarah, segera melapor agar bisa diteliti lebih lanjut," kata Fitrianti.
Kepala Seksi Permuseuman dan Bantuan Bersejarah Dinas Kebudayaan Kota Palembang Nyimas Ulfa mengatakan, nisan-nisan tersebut adalah benda cagar budaya. Bahkan, ada kemungkinan nisan tersebut akan menjadi koleksi Museum Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang. Menurut dia, benda ini sangat penting untuk menggambarkan perkembangan kota Palembang, terutama di masa kesultanan.
Nyimas berpendapat, kawasan 16 Ilir merupakan tempat bernilai sejarah besar, sama seperti di kawasan Benteng Kuto Besak. Jadi, katanya, bukan tidak mungkin kawasan itu menjadi kawasan cagar budaya. Hanya, hingga kini belum ada satu pun kawasan yang ditetapkan sebagai cagar budaya.
”Jika di kawasan tersebut ada dua benda cagar budaya, bisa saja itu dijadikan kawasan cagar budaya,” ujarnya.