Pesan perdamaian dalam keberagaman terasa kental di Bazar Art Purbalingga. Pentas ebeg diiringi gamelan digelar di Klenteng Hok Tek Bio memeriahkan pergelaran seni budaya ini.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
Diterangi ratusan cahaya lampion, penari ebeg atau kuda lumping berjingkrak gagah di Aula Klenteng Hok Tek Bio, Purbalingga, Jawa Tengah. Tiang-tiang berornamen naga mengelilingi klenteng penuh wibawa. Harmoni kebinekaan kian kental kala alunan gending berkumandang diselingi aroma wangi dupa altar sembahyang.
Empat pemuda berkostum hitam dengan ikat kepala serta rias kumis dan jambang berputar-putar lincah menunggangi ebeg atau kudanya yang terbuat dari anyaman bambu. Menuju ke tengah, mereka melompat dari empat sudut sembari meliuk-liukkan sisi kepala ebeg. Bandul loncengnya pun bergemerincing seiring entakan kaki para penari.
Pentas ebeg itu digelar dalam pembukaan Bazar Art Purbalingga, Jumat (14/1/2022) malam. Acara ini adalah pergelaran seni budaya yang juga memamerkan puluhan lukisan karya seni pemuda-pemudi Desa Kartun Sidareja dan juga karya pelukis lokal, Chune.
Pameran yang digelar Jumat-Minggu dan bertajuk “Indahnya Kebersamaan” ini juga digelar sebagai peringatan bulan perdamaian sedunia. Perdamaian dan keberagaman menjadi tema utama Bazar Art Purbalingga.
Dalam atraksi ebeg misalnya, atmosfer klenteng yang biasanya diselingi instrumen mandarin, kini semarak oleh lengkingan tiga sinden menyanyikan syair “Eling-eling” beriring gending Jawa. Tabuhan gamelan para niyaga enerjik menyemarakkan suasana sekaligus melambungkan pesan untuk senantiasa eling lan waspada atau ingat dan berwaspada.
“Sabdane Sang Guru Gatekna/Yen Manungsa Urip Ning Alam Dunya/ Mulane Bejane Sing Sabar Narima/Uga Kudu Eling lan Waspada/ … Eling-leing Sapa Ling Balia Maning/Elingana Wong Urip Ning Alam Dunya/ Mulane Bejane Sing Sabar Narima/Uga Kudu Eling lan Waspada.”
Terjemahan bebasnya kira-kira demikian. Perkataan atau nasihat sang guru hendaknya diperhatikan bahwa manusia itu hidup di alam dunia. Orang yang beruntung adalah orang yang sabar menerima juga harus ingat dan waspada … Ingat-ingat siapa ingat kembalilah lagi. Ingatlah bahwa orang hidup di alam dunia. Orang yang beruntung adalah orang yang sabar menerima juga harus ingat dan waspada.
Gerakan tari seperti sikap kuda-kuda atau mengangkat salah satu kaki, mengangkat kuda ke atas dan ke bawah, juga meliuk-liukkan kuda dengan tegas menyimbolkan suatu ketegasan dalam menjunjung toleransi.
“Iringan ebeg perdamaian ini adalah musik eling. Eling adalah mengingat. Ingat kembali kepada Tuhan. Ingat kembali kepada Yang Kuasa. Artinya apapun yang terjadi di dunia ini kita harus saling merangkul dan ingat kepada Yang Kuasa,” kata Koordinator Kie Tari Mifta Awaliah S, yang akrab dipanggil Putri.
Ilham Jaya Candra (17) anggota Kie Tari yang ikut mementaskan tari “Ebeg Perdamaian” mengatakan, sejumlah gerakan tari seperti sikap kuda-kuda atau mengangkat salah satu kaki, mengangkat kuda ke atas dan ke bawah, juga meliuk-liukkan kuda dengan tegas menyimbolkan suatu ketegasan dalam menjunjung toleransi. “Kuda-kuda seperti Ini melambangkan kita harus menegakkan toleransi,” tutur Ilham.
Persaudaraan
Tim Kie Tari bersama dengan Kie Karawitan merupakan bagian dari kelompok pemuda-pemudi Cartoon Village Sidareja di Purbalingga. Menurut Inisiator Kieart Cartoon School Slamet Santosa, pergelaran Bazar Art Purbalingga menjadi bentuk penghormatan terhadap keberagaman masyarakat Indonesia sesuai dengan semangat Bhineka Tunggal Ika.
Ketua Klenteng Hok Tek Bio Purbalingga Mulyadi menyampaikan, pihaknya terbuka untuk berkolaborasi dalam pergelaran seni budaya tersebut demi mewujudkan jalan menuju persatuan dan persaudaraan. “Minimal kita itu hidup jangan berbuat jelek atau berbuat jahat. Karena apa? Jalan hidup itu kalau kita bisa memberi, kita akan menerima. Karena kalau bisa menolong, kita akan mendapat pertolongan. Kalau kita bisa membuat jalan untuk semua orang nanti kita akan dapat jalan," tuturnya.
Mulyadi merasa, di Klenteng Hok Tek Bio, sejumlah elemen warga seperti dijodohkan. Saling berkumpul untuk merintis jalan menuju perdamaian, persaudaraan, dan kolaborasi. Ia berharap, jalan tersebut menuju persatuan dan paseduluran (persaudaraan) yang positif.
Pelukis Chune menambahkan, dalam pameran Bazar Art Purbalingga, dirinya membuat empat buah lukisan bertema akulturasi budaya China dan Jawa di atas kanvas dengan cat akrilik. Karya pertama berjudul Naga atau Liong, Barongsai, Etnis China Bermain Kuda Lumping, dan Kebinekaan.
“Kita sudah membaur dan menyatu sejak nenek moyang. jadi buat apa ada sekat-sekat perbedaan. Kita harus guyub dan rukun. Harus membangun budaya Indonesia lebih kuat dan kokoh. Negara akan kuat dan kokoh bila budayanya lestari,” tutur Chune.
Di lukisan berjudul “Kebinekaan”, Chune menggambar dua anak kecil berboncengan naik sepeda. Di bagian depan seorang anak keturunan etnis China memakai baju warna merah memboncengkan anak etnis Jawa yang berpakaian beskap, jarit, serta blangkon. Sepeda itu dinaungi payung berwarna merah dan putih.
“Payung merah putih ini melambangkan payung Indonesia dan saya melukis anak kecil karena anak kecil itu polos, beda dengan orang dewasa yang sudah punya banyak kepentingan ini dan itu,” ujar dia.
Dalam selebaran undangan digital yang disebarkan via media sosial, acara ini sedianya dijadwalkan sejak Jumat siang pukul 13.00 dengan penampilan dalang jemblung. Namun hingga pukul 13.30 pertunjukan itu tidak kunjung dimulai. Demikian pula untuk acara pembukaan dicantumkan akan dimulai pukul 19.00 oleh Mulyadi.
Namun pembukaan baru dimulai sekitar pukul 20.07 sesaat setelah Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi dan Ketua DPRD Purbalingga Bambang Irawan hadir. Dalam sambutannya, Pratiwi mengapresiasi kreativitas para pemuda-pemudi dan seniman yang terus berkarya di tengah pandemi Covid-19. Diharapkan pergelaran ini bisa digelar rutin dan dalam skala yang lebih besar.
Lewat alunan gending gamelan dari aula Klenteng Hok Tek Bio berornamen naga yang mengiringi tarian ebeg tersirat nuansa sukacita di tengah perbedaan. Lewat sapuan cat pada kanvas para pelukis tersaji pula pesan harmoni di tengah kebinekaan. Lukisan Budha di tengah aula seolah turut tersenyum memancarkan kedamaian menyaksikan umat manusia saling menjalin persaudaraan juga persatuan lewat seni dan budaya.