Diduga Malaadministrasi, Anggota DPRD Manado 2014-2019 Diminta Kembalikan Tunjangan
Kejari Manado meminta anggota DPRD Manado periode 2014-2019 mengembalikan tunjangan perumahan dan transportasi yang mereka terima berdasarkan kebijakan yang diduga malaadministratif. Kerugian negara sekitar Rp 5 miliar.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS – Kejaksaan Negeri Manado meminta anggota DPRD Manado periode 2014-2019 mengembalikan tunjangan perumahan dan transportasi yang mereka terima berdasarkan kebijakan yang diduga malaadministratif. Kerugian negara pada APBD 2018 ibu kota Sulawesi Utara itu diperkirkan mencapai Rp 5 miliar.
Dihubungi pada Senin (17/1/2022), Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Manado Hijran Safar mengatakan, setidaknya enam dari 40 anggota DPRD Manado 2014-2019 telah memenuhi tuntutan ganti rugi (TGR) tersebut. Namun, jumlah yang terkumpul baru Rp 783,49 juta atau baru 15,6 persen dari seluruh uang negara yang hilang. Jumlah itu belum bertambah lagi sejak pekan kedua Desember 2021.
“Informasi terakhir, belum ada lagi yang mengembalikan. Yang sudah kami terima untuk sementara disimpan di rekening kejaksaan,” ujar Hijran.
Penyidikan kasus ini telah dimulai sejak pertengahan 2021. Hasil pemeriksaan para saksi mengindikasikan pembayaran tunjangan transportasi pada 2018 itu dilaksanakan tanpa dasar hukum. Menurut Hijran, tunjangan dibayarkan mulai Agustus 2018, tetapi peraturan wali kota yang mendasarinya baru dibuat Oktober 2018.
Peraturan ditandatangani Vicky Lumentut, Wali Kota Manado 2016-2021. “Artinya, peraturan itu seolah berlaku mundur (surut). Total kira-kira Rp 5 miliar yang telah dibayarkan, padahal seharusnya tidak boleh,” ujar Hijran.
Tunjangan ini diberikan menyusul penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. Menurut Pasal 13, rumah negara dan kendaraan dinas jabatan bagi pimpinan dan anggota DPRD disediakan oleh pemda. Namun, jika pemda belum dapat menyediakannya, tunjangan dapat diberikan dalam bentuk uang sesuai Pasal 15.
Daerah lain, seperti Mojokerto, segera mengejawantahkan PP tersebut dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Mojokerto Nomor 50 Tahun 2017. Tunjangan pun dapat diberikan kepada pimpinan dan anggota DPRD terhitung tanggal pengucapan sumpah. Pemkot Manado pun melakukannya. Namun, seperti kata Hijran, tunjangan justru diberikan sebelum perwali dibuat.
Meski mengaku tak ingat jumlahnya, Hijran memastikan pihak legislatif dan eksekutif yang menjabat pada periode itu telah diperiksa satu per satu. Sosok menonjol yang terakhir kali diperiksa adalah Vicky Lumentut, yakni pada 2 Desember 2021. Ia diberondong 40 pertanyaan sehingga pemeriksaan membutuhkan waktu lebih dari 10 jam.
Ketika ditemui wartawan di muka gedung Kejari Manado, Vicky enggan memberikan keterangan spesifik. “Cukup banyak pertanyaan (kepada saya). Tanya saja ke kasi pidsus (kepala seksi pidana khusus). Saya tidak bisa jelaskan semua di sini. Ini terkait tunjangan perumahan dan transportasi di DPRD,” kata Vicky.
Dihubungi terpisah, anggota DPRD Manado 2014-2019 dari Fraksi Demokrat, Vanda Pinontoan, mengatakan, dirinya sudah diperiksa beberapa waktu lalu. Kendati begitu, ia tidak mau memberikan keterangan lebih lanjut dan menolak ditemui hari ini. “Hari ini saya ada tugas di gereja,” ujar Vanda yang menjabat lagi pada periode 2019-2024.
Sosok menonjol yang terakhir kali diperiksa adalah Vicky Lumentut, yakni pada 2 Desember 2021. Ia diberondong 40 pertanyaan sehingga pemeriksaan membutuhkan waktu lebih dari 10 jam.
Adapun anggota legislatif lainnya dari Partai Golkar, Lily Binti, juga menyatakan dirinya telah diperiksa penyidik Kejari Manado beberapa kali pada 2021. Namun, ia enggan mengonfirmasi ataupun menyangkal telah menerima tunjangan tersebut. Ia juga tidak membenarkan ataupun membantah telah mengembalikan uang tersebut ke kejaksaan.
“Langsung saja ke kasi pidsus, minta keterangan. Semua sudah ada berita acaranya di sana. Jadi, saya sudah lupa, sudah lama juga (pemeriksaan) itu. Yang jelas (tunjangan) itu diurus oleh bagian keuangan (DPRD Manado). Tanyakan saja ke dia. Kami Cuma terima gaji melalui transfer rekening,” kata Lily.
Ditanya apakah kasus ini akan memengaruhi kepercayaan masyarakat kepada anggota legislatif kota, Lily menyatakan, masyarakat bisa membangun opininya sendiri. “Masyarakat yang menilai. Benar dan salah bukan kami yang memutuskan. Ini masalah gaji, bukan korupsi,” katanya.
Hingga kini, Kejari Manado belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Hijran menyatakan, pihaknya masih menanti pengembalian TGR dari para anggota Dewan. Ia belum dapat membeberkan konsekuensi yang mungkin terjadi jika para anggota DPRD tidak mengembalikannya. “Setelah pemeriksaan saksi-saksi, ada laporan hasil penyidikan. Baru kami bisa tentukan langkah selanjutnya,” katanya.
Selain kasus ini, Kejari Manado juga menyidik dugaan korupsi pengadaan lima insinerator sampah yang memakan dana Rp 11,5 miliar. Dugaan tersebut juga dikaitkan dengan Vicky. Namun, sejak September 2020, Kejari belum menentukan tersangka, sedangkan kelima insinerator sudah lama mangkrak.