Total kematian ikan keramba jaring apung di Danau Maninjau, Sumatera Barat, selama Desember 2021, mencapai 1.646 ton dengan kerugian sekitar Rp 32,92 miliar.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Total kematian ikan keramba jaring apung di Danau Maninjau di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, selama Desember 2021, mencapai 1.646 ton. Akibatnya, petani keramba merugi hingga Rp 32,92 miliar. Mencegah dampaknya kian memburuk, revitalisasi Danau Maninjau mendesak segera dilakukan.
Sebelumnya, kematian massal ikan keramba di Danau Maninjau terjadi lagi pada 3-30 Desember 2021. Selama periode itu kematian ikan mencapai 1.646 ton dengan kerugian Rp 32,92 miliar, bila dihitung harga ikan Rp 20.000 per kilogram. Sebelumnya, selama Januari-Mei 2021, kematian ikan hanya 59 ton.
”Total kematian ikan selama 2021 mencapai 1.705 ton. Umumnya ikan siap panen. Ikan yang mati dominan jenis nila, sisanya sekitar 5 persen ikan mas majalaya,” kata Kepala Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan (DPKP) Agam Rosva Deswira, Kamis (6/1/2022).
Angka kematian itu paling masif setidaknya sejak 2016. DPKP Agam mencatat jumlah ikan keramba yang mati dari awal 2020 hingga 7 Februari 2020 mencapai 79,5 ton (Kompas, 11/2/2020). Sebelumnya, Januari-Agustus 2016, jumlah ikan mati tercatat 620 ton (Kompas, 2/10/2016). Sementara itu, selama periode 2008-2016 jumlah ikan keramba yang mati sebanyak 32.803 ton.
Kematian ikan di Danau Maninjau adalah kejadian menahun dan setidaknya sudah dilaporkan sejak 1997. Harian Kompas pada 1 November 1997 mencatat, ikan yang mati tahun itu sekitar 950 ton.
Kematian ikan dipicu cuaca ekstrem yang menyebabkan arus balik air danau yang mengangkat material belerang dan sisa pakan ikan di dasar danau ke permukaan. Material itu mengandung karbon dioksida dan amonia sehingga mengurangi kadar oksigen terlarut dan menyebabkan kematian ikan (Kompas.id, 28/4/2021).
Menurut Rosva, kematian ikan dominan pada Desember. Alasannya anomali cuaca, hujan lebat ditambah angin kencang, biasanya berlangsung Agustus-Februari. Sementara itu, kematian yang relatif sedikit pada Januari-Mei 2021. Saat itu, pemicunya hanya angin kencang.
”Sekarang semua nagari (desa) di selingkar danau kena semua bergantian. Ada delapan nagari, dari Koto Malintang sampai Sungai Batang. Sementara pada Januari-Mei 2021 hanya dua nagari yang kena,” ujar Rosva.
Terkait progres program revitalisasi Danau Maninjau, Rosva mengatakan, tahun ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melakukan studi kelayakan (feasibility study) rencana penyedotan sedimen di dasar danau. Adapun pihaknya melakukan program revitalisasi dengan menyediakan alternatif mata pencarian sebagai upaya alih usaha masyarakat dari danau ke darat.
”Kalau masyarakat ingin budidaya ikan di darat, kami sediakan alternatif. Namun, tidak semua bisa kami sediakan karena keterbatasan anggaran dan keterbatasan lahan yang dimiliki pembudi daya ikan keramba,” ujar Rosva.
Data Dinas Perikanan Kelautan dan Perikanan Sumbar menyebutkan, pada 2021 terdapat 17.417 petak keramba di Danau Maninjau. Sebanyak 10.450 petak keramba aktif dan 6.967 petak tidak digunakan lagi (Kompas.id, 24/6/2021). Jumlah itu melebihi daya dukung danau untuk keramba, hanya sekitar 6.000 petak.
Camat Tanjung Raya Handria Asmi mengatakan, sepekan terakhir kondisi di sekitar danau sudah kembali membaik. Kematian massal ikan sudah usai dan cuaca kembali normal.
”Masyarakat sekarang berhenti sementara mengisi keramba,” kata Handria.
Menurut Handria, ada delapan nagari yang mengalami kejadian ini, yaitu Tanjung Sani, Koto Malintang, Koto Kaciak, Koto Gadang, Bayua, Duo Koto, Sungai Batang, dan Maninjau. ”Kami terus mengimbau masyarakat mengantisipasinya. Prediksi cuaca buruk sampai Februari,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Departemen Kajian, Advokasi, dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumbar Tommy Adam mengatakan, revitalisasi Danau Maninjau mendesak dilakukan. Selama masih ada keramba di danau prioritas nasional itu, kematian massal ikan akan terus terjadi.
”Walhi Sumbar melihat budidaya ikan keramba masif sejak tahun 1990-an sampai sekarang. Belum ada tindakan serius dari pemda dalam bentuk aksi. Kalau berupa regulasi, dari perda hingga peraturan presiden, sudah ada. Namun, bentuk nyatanya belum ada,” kata Tommy.
Menurut Tommy, untuk memulihkan kondisi Danau Maninjau, keramba mesti ditiadakan. Maka, upaya pengalihan mata pencarian masyarakat dari danau ke darat secara bertahap harus dilakukan serius. Setidaknya ada tiga sumber mata pencarian alternatif, yaitu hasil komoditas pertanian dengan intensifikasi dan hilirisasi produk, hasil perkebunan, serta hasil kehutanan bukan kayu di perhutanan sosial.
”Apakah pemda sudah ada data, berapa warga yang beralih pekerjaan dari tahun ke tahun? Kalau bicara regulasi, sudah jenuh. Selain membongkar keramba, pengalihan mata pencarian warga mesti dilakukan secara bertahap. Pemkab dan pemprov mesti mendampingi masyarakat secara intens beralih dari keramba ke pekerjaan lain,” ujarnya.