Kematian ikan budidaya di Danau Maninjau terus berulang, Kali ini ada ratusan ton ikan nila dan ikan mas majalaya milik puluhan petani yang mati. Kerugian petani miliaran rupiah.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kematian massal ikan budidaya di keramba jaring apung Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, kembali terjadi. Diperkirakan ada ratusan ton ikan nila dan ikan mas majalaya milik puluhan petani yang mati. Kerugian petani miliaran rupiah.
Kematian ikan massal itu terjadi di Jorong Pasa Rabaa, Nagari Koto Kaciak, Kecamatan Tanjung Raya, Agam. Wali Nagari Koto Kaciak Syawaldi, Minggu (12/12/2021), mengatakan, kematian massal ikan di keramba jaring apung (KJA) itu terjadi sejak Sabtu (11/12/2021).
”Ikan yang mati diperkirakan 200-300 ton. Umumnya ikan nila dan ikan rayo (mas majalaya). Ada yang ikan siap panen, menengah, dan bibit baru masuk. Itu tersebar di ratusan petak milik sekitar 50 orang (petani),” kata Syawaldi, ketika dihubungi dari Padang.
Menurut Syawaldi, kematian ikan berkemungkinan masih berlangsung. Minggu siang ini, masih ada ikan yang dalam kondisi kritis. Para petani berupaya mengevakuasi ikan yang bisa diselamatkan. Adapun ikan yang sudah mati dibiarkan saja di dalam keramba. ”Pemiliknya masih dalam kondisi linglung dengan musibah ini,” ujar Syawaldi.
Syawaldi menduga kematian ini dipicu perubahan cuaca. Pada Sabtu terjadi hujan badai. Kondisi itu menyebabkan belerang di dasar danau naik ke permukaan sehingga ikan di keramba kekurangan oksigen dan mati.
Atas kejadian ini, petani diperkirakan rugi sekitar Rp 4 miliar hingga Rp 6 miliar. Jumlah itu didapat dengan memperkirakan semua ikan yang mati adalah jenis nila dan siap panen sebanyak 200-300 ton. Syawaldi mengatakan, harga ikan nila siap panen Rp 20.000 per kg dan ikan mas majalaya Rp 24.000 per kg.
Mangguang (41), petani keramba, mengatakan, ada sekitar tiga ton ikan nila siap panen yang mati massal di lima petak keramba miliknya. Ikan-ikan tersebut mati pada Sabtu pagi. ”Padahal, ikan-ikan ini hendak dipanen pada Minggu ini,” kata Mangguang.
Menurut Mangguang, beberapa hari sebelumnya, ikan-ikan di kerambanya memang sempat pusing, tetapi begitu terkena riak ombak, kembali normal. Kejadian hari Sabtu pagi ternyata ikannya betul-betul mati. Waktu itu cuaca memang sedang buruk.
Jika dikalikan Rp 20.000 per kg, Mangguang mengalami kerugian sekitar Rp 60 juta. Mangguang pasrah saja dengan kejadian ini. Pada tahun-tahun sebelumnya, ia juga pernah mengalami kejadian serupa. ”Sekarang menunggu kondisi air kembali bagus. Kalau ada modal, keramba diisi kembali. Saya sering mengalaminya. Nasib sedang tidak baik,” ujarnya.
Nasib sedang tidak baik. (Mangguang)
Camat Tanjung Raya Handria Asmi mengatakan, selain di Nagari Koto Kaciak, beberapa hari lalu, kematian ikan juga terjadi di sejumlah lokasi, seperti di Jorong Galapuang, Nagari Tanjung Sani, dan Nagari Sungai Batang. Walakin, kejadian paling banyak hingga ratusan ton adalah di Koto Kaciak.
”Penyuluh perikanan di Tanjung Raya memperkirakan jumlah ikan yang mati sebanyak 150 ton. Kerugiannya sekitar Rp 3,6 miliar,” kata Handria.
Menurut Handria, kematian massal ikan ini karena kondisi cuaca. Belakangan terjadi perubahan cuaca dari panas ke hujan. Curah hujan yang tinggi diiringi pula dengan angin darat. Kondisi itu menyebabkan lumpur di bawah danau naik ke permukaan sehingga memicu ikan kekurangan oksigen.
Handria pun mengharapkan dan memohon kepada para petani keramba agar tidak membuang bangkai ikan ke danau. Petani diimbau mengumpulkan ikan-ikan itu ke tepian, lalu dikuburkan di pinggir danau. ”Kalau dilepaskan, bangkai ikan akan menyebar ke mana-mana dan menyebabkan pencemaran lingkungan,” ujarnya.
Kepala Bidang Budidaya Perikanan Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan Agam Edi Netrial mengatakan, pihaknya belum mendapatkan informasi tentang kematian massal ikan di Danau Maninjau. ”Saya tanyakan ke nagari dulu bagaimana kejadiannya,” katanya.
Kematian massal ikan keramba setidaknya sudah empat kali terjadi di Danau Maninjau selama 2021. Data Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan Agam mencatat, pada akhir Januari hingga awal Februari 2021, ada sekitar 15 ton ikan mati. Awal April 2021, sekitar 5 ton ikan mati dan akhir April sedikitnya ada 10 ton.
Dalam catatan Kompas (11/2/2021), fenomena serupa di Danau Maninjau juga terjadi pada awal tahun 2020 dengan pemicu sama. Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan kala itu mencatat, hingga 7 Februari 2020 jumlah ikan yang mati mencapai 79,5 ton. Sebagian besar ikan yang mati merupakan jenis ikan nila dan ikan mas majalaya.
Kematian ikan budidaya keramba jaring apung di Danau Maninjau sudah menjadi persoalan menahun. Pada Januari-Agustus 2016, jumlah ikan mati di Danau Maninjau mencapai 620 ton (Kompas, 2/10/2016). Sementara periode 2008-2016 sebanyak 32.803 ton. Kematian ikan di Danau Maninjau setidaknya sudah dilaporkan sejak 1997. Kompas pada 1 November 1997 mencatat, ikan yang mati tahun itu sekitar 950 ton.
Kematian ikan terjadi akibat belerang dan sisa pakan ikan yang mengendap di dasar danau. Cuaca ekstrem memicu arus balik air danau yang mengangkat material di dasar danau itu ke permukaan. Material tersebut mengandung karbon dioksida dan amoniak sehingga mengurangi kadar oksigen terlarut dan menyebabkan kematian ikan (Kompas.id, 28/4/2021).