Pembelajaran tatap muka 100 persen atau PTM penuh mengkhawatirkan digelar di tengah meluasnya sebaran Omicron. Di Jateng, PTM penuh diharapkan bisa dilakukan dalam dua waktu berbeda atau dua sif.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pembelajaran tatap muka 100 persen atau PTM penuh yang digelar sejumlah sekolah dikhawatirkan memicu peningkatan jumlah kasus Covid-19 di Jawa Tengah. Gubernur Jateng Ganjar Pranowo meminta agar PTM penuh digelar di dua waktu berbeda atau dua sif dalam sehari.
Sejak Senin (3/1/2022), sejumlah sekolah dari berbagai tingkatan di Jateng menggelar PTM penuh. Jika sebelumnya siswa yang masuk dibatasi hanya setengah dari kapasitas ruang kelas, mulai hari itu seluruh siswa masuk di satu waktu yang sama. Hal itu membuat pengaturan jarak antarsiswa di dalam kelas menjadi tidak maksimal.
Dalam pantauan yang dilakukan, Selasa (4/1/2022), di sejumlah sekolah menengah atas di Semarang, Ganjar menemui masih adanya guru yang mencopot maskernya saat mengajar. Selain itu, sejumlah siswa juga duduk berdempet-dempet tanpa menjaga jarak.
”Yang begini ini yang kami kasih peringatan keras. Satuan Tugas Covid-19 di setiap sekolah kami minta patroli. Kalau tidak siap (menerapkan protokol kesehatah), tidak boleh (PTM penuh). Bahkan, saya mengizinkan kalau ada orangtua yang belum yakin anaknya ikut PTM untuk tidak memberi izin anaknya PTM. Silakan belajar dari rumah,” kata Ganjar di sela-sela tinjauan vaksinasi anak di Pelabuhan Tanjung Emas, Kota Semarang, Kamis (6/1/2022).
Ganjar juga mengimbau agar siswa dan guru yang mengikuti PTM penuh sudah divaksin dosis lengkap. Hal itu untuk menekan risiko pemburukan kondisi apabila terpapar Covid-19.
Satuan Tugas Covid-19 di setiap sekolah kami minta patroli. Kalau tidak siap, tidak boleh.
Menurut Ganjar, sebanyak 292 sekolah dari total 2.628 sekolah tingkat SMA/SMK di Jateng sudah menggelar PTM penuh. Adapun terkait jumlah pasti sekolah tingkat TK, SD, dan SMP yang menggelar PTM penuh, Ganjar mengaku belum mendapat laporan.
Di Kota Tegal, misalnya, ada 134 sekolah dasar negeri dan swasta yang lebih dari separuhnya menggelar PTM penuh pada Senin pagi. Sementara pada tingkat SMP dan sederajat, jumlahnya puluhan.
Ganjar menilai, PTM penuh untuk sekolah tingkat TK dan SD berisiko. Sebab, pada tingkatan tersebut, belum semua siswa divaksin dosis lengkap. Ganjar menyarankan, jika harus digelar penuh, PTM dilakukan dalam dua waktu berbeda atau dua sif.
”Saya masih menoleransi sekolah yang menggelar PTM penuh tetapi dibagi menjadi dua sif. Menurut saya, itu cara paling bagus. Lebih baik gurunya mengalah (mengajar dua sif) daripada dipaksakan (sekali) tetapi disiplinnya kurang,” tuturnya.
Kendati sejumlah daerah telah menerapkan PTM 100 persen, Kota Pekalongan belum menerapkan kebijakan tersebut. Pemerintah setempat mengaku masih perlu waktu untuk menyiapkan teknis pelaksanaan PTM penuh secara bertahap di setiap jenjang pendidikan.
”Sebetulnya, Kota Pekalongan sudah bisa melaksanakan PTM 100 persen sesuai dengan yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19. Namun, kami memang belum (menerapkan PTM penuh). Sementara ini, kami kejar target vaksinasi anak usai 6-11 tahun dulu,” kata Wali Kota Pekalongan Achmad Afzan Arslan Junaid.
Hingga Kamis, sekitar 5.000 anak usia 6-11 tahun di Kota Pekalongan sudah divaksin dosis pertama. Jumlah itu sekitar 17 persen dari total target sebanyak 29.000 orang.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Kementerian Agama, serta dinas-dinas pendidikan di seluruh Indonesia untuk mempertimbangkan kembali PTM penuh. Hal itu perlu dipertimbangkan seiring dengan meningkatnya sebaran kasus Omicron di Indonesia.
”Masyarakat juga baru usai liburan Natal dan Tahun Baru. Setidaknya tunggulah minimal 14 hari setelah liburan akhir tahun,” kata komisioner KPAI, Retno Listyarti, dalam keterangannya.
KPAI juga meminta agar PTM penuh bagi siswa TK dan SD ditunda sampai seluruh siswa menerima vaksin dosis lengkap. Hal tersebut untuk menjamin pemenuhan hak hidup dan hak sehat bagi anak-anak Indonesia. Percepatan vaksinasi anak usia 6-11 tahun juga diharapkan bisa dilakukan. Sebab, vaksinasi anak usia 12-17 tahun yang digelar sejak Juli 2021 belum genap 70 persen.