Satu DPO Terorisme Poso Tewas Ditembak, Tiga Lainnya Masih Diburu
Aparat masih mengejar tiga orang dalam daftar pencarian orang terkait tindak pidana terorisme di Kabupaten Poso, Sulteng. Warga berharap masalah terorisme tersebut dituntaskan.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Satu anggota teroris Mujahidin Indonesia Timur yang buron di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, tewas dalam kontak tembak dengan Satuan Tugas Operasi Madago Raya di Kabupaten Parigi Moutong, Selasa (4/1/2022). Aparat masih terus mengejar tiga anggota kelompok teroris tersebut.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sulteng sekaligus Juru Bicara Satuan Tugas Operasi Tinombala Komisaris Besar Didik Supranoto menyatakan korban tewas adalah Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang.
Baku tembak terjadi sekitar pukul 10.00 Wita di dekat bendungan Dusun Oempase, Desa Dolago, Kecamatan Parigi Selatan. Lokasi tersebut berada di kebun warga. Meskipun tak menyebut secara spesifik, lokasi kejadian diperkirakan tak jauh dari Parigi, ibu kota Parigi Moutong. ”Jenazah akan diangkut ke RS Bhayangkara, Palu untuk identifikasi lebih lanjut,” ujar Didik di Palu, Sulteng, Selasa (4/1/2022).
Didik mengatakan, belum banyak informasi yang diperoleh dari lokasi kejadian, termasuk keberadaan tiga orang lainnya dalam daftar pencarian orang (DPO). Lamanya baku tembak juga belum bisa dibeberkan. ”Yang jelas tak ada anggota yang terkena tembakan,” ujarnya.
Ia menyatakan, Satuan Tugas Operasi Madago Raya masih menyisir di sekitar lokasi kejadian untuk mengantisipasi adanya DPO lainnya. Pihaknya berharap dengan perpanjangan Operasi Madago Raya hingga Maret 2022, tiga DPO tersisa bisa ditangkap.
Operasi Madago Raya untuk mengejar DPO terorisme Poso yang menamakan diri Mujahidin Indonesia Timur (MIT) sudah berlangsung sejak 2016. Tahun lalu operasi ini masih bersandi Operasi Tinombala. Operasi ini diperpanjang hingga Maret 2022.
Ahmad Panjang merupakan satu dari empat DPO terorisme yang tersisa. Terakhir, pertengahan September 2021, operasi Madago Raya berhasil menemukan pemimpin kelompok tersebut, Ali Kalora dan satu anggota. Keduanya tewas dalam baku tembak.
Satuan Tugas Operasi Madago Raya terdiri dari pasukan gabungan Polri dan TNI dengan jumlah 1.300 orang. Mereka tersebar di sejumlah pos dengan tugas pengamanan atau penyekatan desa, pengejaran anggota MIT, dan penyuluhan atau pencegahan di tengah masyarakat.
Kepala Kepolisian Daerah Sulteng Inspektur Jenderal (Pol) Rudy Sufahriadi pada konferensi pers akhir tahun 31 Desember 2021 menyatakan untuk operasi pada 2022 pihaknya mengevaluasi strategi pengejaran. Hal-hal yang dievaluasi, antara lain, kemungkinan pengurangan personel, memperkuat dan menambah pasukan intelijen, kontak masyarakat dengan kelompok tersebut diperkurang, dan pengawalan warga yang berkebun di pinggir hutan.
Dituntaskan
Saat dihubungi, Kepala Desa Kalimago, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso, Otniel Papunde menyatakan mendukung langkah aparat untuk menuntaskan masalah terorisme. ”Kami dukung dalam doa dan memberikan informasi ketika memang ada yang mencurigakan,” ujarnya.
Ia menegaskan, keberadaan MIT selama ini mengkhawatirkan warga yang berkebun. Warga selalu waspada dan takut ketika berada di kebun kopi dan kakao yang berbatasan dengan hutan yang merupakan daerah jelajah mereka. ”Saat ini kami beraktivitas seperti biasa karena sekali-sekali ada patroli pasukan. Namun, kami tetap waspada,” tuturnya.
Dalam gerilya, anggota MIT tak hanya menyasar aparat, tetapi juga warga sipil yang berkebun di sekitar hutan. Sejak akhir 2014, tercatat 20 warga sipil dibunuh anggota MIT. Terakhir mereka membunuh empat petani Desa Kalimago, Kecamatan Lore Timur, Poso, pertengahan Mei 2020.