Pemerintah Pulangkan 8 Jenazah Pekerja Migran yang Tenggelam di Malaysia
Pemerintah Indonesia memulangkan 8 jenazah pekerja migran dari Malaysia melalui Batam, Kepulauan Riau, Selasa (4/1/2022) malam. Saat ini, masih ada 3 jenazah lain yang masih menunggu proses identifikasi di Malaysia.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Satuan Tugas Operasi Misi Kemanusiaan Internasional memulangkan delapan jenazah pekerja migran Indonesia dari Johor, Malaysia melalui Batam, Kepulauan Riau, Selasa (4/1/2022) malam. Pemulangan kali ini merupakan gelombang kedua setelah pemerintah memulangkan 11 jenazah pada 23 Desember lalu.
Kepala Bidang Humas Polda Kepri Komisaris Besar Harry Goldenhardt mengatakan, delapan jenazah pekerja migran Indonesia yang dipulangkan dari Malaysia itu tujuh di antaranya adalah warga Nusa Tenggara Barat dan satu warga Jawa Timur. Mereka akan segera dipulangkan ke daerah asal setelah direeksaminasi di RS Bhayangkara Batam.
Tenggelamnya perahu pekerja migran Indonesia tanpa dokumen di perairan Tanjung Balai, Johor, terjadi pada 15 Desember lalu. Peristiwa itu menewaskan 21 orang. Sebanyak 13 orang selamat dan 30 orang hilang.
Sebanyak 17 jenazah telah dipulangkan oleh Satuan Tugas Operasi Misi Kemanusiaan Internasional melalui Batam. Adapun tiga jenazah lainnya belum dapat dipulangkan karena masih menunggu proses identifikasi di Malaysia.
Terkait peristiwa tenggelamnya perahu PMI tanpa dokumen itu, Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Polda Kepri telah menangkap tiga tersangka. Dua tersangka, Juna Iskandar (39) dan Agus Salim (48), berperan sebagai penampung di Batam.
Adapun satu tersangka lain, Susanto alias Acing, merupakan pemilik kapal yang digunakan untuk menyeberangkan PMI tanpa dokumen dari Pulau Bintan ke Johor. Acing juga diketahui merupakan penguasa pelabuhan tidak resmi yang digunakan untuk menyelundupkan PMI tanpa dokumen dan pemilik lokasi penampungan PMI tanpa dokumen.
Kalau Presiden tidak bisa memberikan lapangan pekerjaan kepada para pekerja migran, setidaknya berilah perlindungan kepada mereka. (Chrisanctus Paschalis Saturnus Esong)
Aktivis kemanusiaan di Batam, RD Chrisanctus Paschalis Saturnus Esong, mengapresiasi keseriusan Polri dalam menuntaskan kasus tersebut. Ia juga mengungkapkan duka cita yang mendalam kepada keluarga 21 pekerja migran yang tewas.
”Sebenarnya ini bukan hanya tanggung jawab polisi untuk mencari pelaku. Pemerintah juga harus menyelesaikan persoalan dari hulu ke hilir. Ini tragedi kemanusiaan yang terjadi akibat kemiskinan, maka negara harus bertanggung jawab,” kata Paschalis.
Paschalis meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan pernyataan resmi terkait tenggelamnya perahu yang ditumpangi 64 pekerja migran di perairan Johor itu. Ia juga mendesak DPR untuk menginisiasi perbaikan sistem penempatan pekerja migran agar tidak ada lagi calon pekerja migran yang harus menggunakan jasa calo untuk berangkat ke luar negeri.
”Kalau Presiden tidak bisa memberikan lapangan pekerjaan kepada para pekerja migran, setidaknya berilah perlindungan kepada mereka,” ujar Paschalis.
Menurut dia, kecelakaan kapal pengangkut pekerja migran tanpa dokumen terjadi hampir setiap tahun di perairan perbatasan antara Kepri dan Malaysia. Peristiwa kali ini harus menjadi dijadikan momentum oleh pemerintah untuk mengevaluasi sistem perlindungan PMI.
Dalam catatan Kompas, kecelakaan perahu pekerja migran paling parah terjadi pada 2 November 2016. Ketika itu, kapal pengangkut 93 pekerja migran ilegal dan 5 anak balita dari Johor Bahru tenggelam di perairan Batam. Sebanyak 54 orang meninggal dan 6 orang hilang.