Ungkap Dalang Perdagangan Orang di Balik Tenggelamnya Perahu PMI
BP2MI akan membentuk tim investigasi untuk mengungkap sindikat perdagangan orang di balik tenggelamnya perahu pekerja migran di perairan Johor, Malaysia. Hingga kini sudah 19 orang ditemukan tewas.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pemerintah akan membentuk tim investigasi untuk mengungkap dalang sindikat perdagangan orang di balik tenggelamnya perahu pekerja migran Indonesia di perairan Johor, Malaysia. Dalam peristiwa itu, 19 warga negara Indonesia ditemukan tewas.
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani, Kamis (16/12/2021), menyatakan bakal segera mengeluarkan surat keputusan untuk membentuk tim khusus yang akan ditugaskan melakukan investigasi secara menyeluruh mengenai tenggelamnya perahu pekerja migran Indonesia (PMI) di perairan Johor.
”Ini adalah tragedi kemanusiaan. Ini adalah kejahatan kemanusiaan. Negara tidak pernah menoleransi tindakan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh siapa pun, atas nama apa pun, dan dibekingi oleh siapa pun,” kata Benny dalam konferensi pers yang diselenggarakan secara daring.
Tenggelamnya perahu pekerja migran Indonesia (PMI) di perairan Johor itu terjadi pada 15 Desember 2021 dini hari. Perahu fiber dengan mesin bertenaga 800 tenaga kuda itu diketahui mengangkut sekitar 50 PMI tanpa dokumen.
Para PMI itu diselundupkan dari salah satu pelabuhan tidak resmi di Tanjung Uban, Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Naas, ombak tinggi akibat cuaca buruk menggulung perahu tersebut di dekat Pantai Tanjung Balau, Johor.
Hingga berita ini ditulis, penjaga pantai Malaysia menemukan 14 korban selamat dan 19 korban tewas. Diperkirakan masih ada 17 orang lain yang belum ditemukan.
Benny menyatakan, petugas dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Johor Bahru belum dapat memastikan asal para PMI itu. Namun, dari sejumlah barang yang berceceran di Pantai Tanjung Balau, dapat diketahui ada sembilan korban yang berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dihubungi secara terpisah, Ketua Lembaga Advokasi Buruh Migran Lombok Roma Hidayat mengatakan, pihaknya tengah berada di lapangan untuk memastikan informasi dari BP2MI tersebut. Ia menyatakan, Lombok memang merupakan salah satu daerah kantong asal para PMI.
”Peristiwa PMI tewas karena perahu tenggelam seperti ini sudah berulang kali terjadi di perairan antara Kepri dan Malaysia. Saya rasa ini disebabkan pengawasan di daerah perbatasan tidak ketat,” kata Roma saat dihubungi dari Batam.
Saya rasa ini disebabkan pengawasan di daerah perbatasan tidak ketat. (Roma Hidayat)
Dalam catatan Kompas, Batam dan Bintan di Kepulauan Riau memang sering digunakan pekerja migran Indonesia ilegal untuk menyeberang ke Malaysia. Pada 20 September 2020, enam orang yang menyeberang dari Bintan tewas setelah perahu yang ditumpangi 15 orang itu karam di perairan Bandar Penawar, Malaysia.
Kecelakaan paling parah terjadi pada 2 November 2016. Ketika itu, kapal pengangkut 93 pekerja migran Indonesia ilegal dan lima anak balita dari Johor Bahru tenggelam di perairan Batam. Sebanyak 54 orang meninggal dan enam orang hilang.
Menanggapi hal itu, Benny mengatakan, BP2MI akan berupaya sekuat tenaga untuk menyeret semua pihak yang terlibat dalam memberangkatkan PMI secara ilegal tersebut. Ia berharap tragedi tenggelamnya perahu PMI di Johor ini akan menjadi momentum untuk membuka tabir dalang sindikat perdagangan orang yang menggurita sejak lama di Kepulauan Riau.
”Saya harus berani mengatakan tidak mungkin kejahatan perdagangan orang ini hanya dilakukan oleh para pemilik modal. Mereka tidak akan bisa menyeberangkan orang dari Indonesia ke Malaysia dengan mulus tanpa adanya dukungan dari pihak-pihak yang memiliki kekuasaan,” ujar Benny.
Sampai saat ini, Malaysia belum membuka kembali penempatan PMI karena mereka masih berjuang mengendalikan pandemi Covid-19. Namun, Benny mengakui, masih banyak mafia atau sindikat perdagangan orang yang terus berupaya mengirimkan PMI ke Malaysia melalui jalur tidak resmi.
Menurut Roma, banyak calon pekerja migran dari NTB yang lebih memilih jalur tidak resmi karena prosesnya lebih cepat. Selain itu, banyak calon pekerja migran lebih memilih jalur tidak resmi karena mereka bisa melakukan tawar-menawar upah secara lebih fleksibel.