Rekonstruksi Kecelakaan di Nagreg, 15 Menit yang Membuka Lagi Trauma
Rekonstruksi kecelakaan lalu lintas di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dilakukan Senin (3/1/2022). Hal ini diharapkan mengawali janji penegakan bagi para tersangka anggota TNI itu.
Oleh
machradin wahyudi ritonga
·4 menit baca
Teriakan geram warga mewarnai awal rekonstruksi kasus tewasnya Handi Harisaputra (17) dan Salsabila (14) di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (3/1/2022). Hal ini diharapkan menjadi pembuka penegakan hukum setimpal bagi para pelakunya.
Rekonstruksi di Jalan Nasional III itu digelar pukul 09.10 dan berlangsung lebih kurang 15 menit. Polisi Militer TNI AD berjaga-jaga di sisi jalan yang dipenuhi warga yang ingin melihat reka kejadian 8 Desember 2021.
Tiga anggota TNI, yakni Kolonel P, Kopral Satu DA, dan Kopral Dua A, dihadirkan saat itu. Mereka berbaju tahanan berwarna kuning dengan tangan diborgol. Saat itu, Kolonel P berada di dalam mobil dan dua tersangka lain mengangkat tubuh Handi dan Salsabila.
Selain tersangka, Saefudin (52), warga setempat sekaligus saksi kejadian, ikut dalam proses reka ulang. Dia mengikuti sejumlah adegan, mulai dari menggeser korban ke pinggir jalan hingga membantu menaikkan dua remaja itu ke mobil bernomor polisi B 300 Q.
Dalam reka ulang ini, Saefudin diminta menggunakan pakaian yang sama seperti ketika kejadian. Kausnya lengan pendek biru dengan celana training hijau. Dua titik gelap noda darah dari salah satu korban masih membekas dan sulit dihilangkan.
”Saya sebenarnya tidak mau pakai baju ini, mengingatkan kejadian buruk itu. Trauma,” ujarnya.
Dia mengatakan, tidak berprasangka buruk saat ikut membantu para tersangka. Saefudin menyangka korban akan dibawa ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pertolongan setelah kecelakaan.
Akan tetapi, ujungnya mengejutkan dia. Kedua korban ternyata dibuang ke Sungai Serayu, Jateng, berjarak hampir 200 kilometer dari Nagreg. Belakangan, Handi diyakini masih hidup saat dibuang.
”Salah satu orang itu sempat tanya di sini ada ambulans atau tidak, saya jawab tidak ada,” katanya kepada wartawan seusai kejadian.
Saat itu, Saefudin tidak hanya menjawab pertanyaan wartawan. Jajang (45), orangtua korban Salsabila, juga bertanya kepada dia dengan nada lesu.
Trauma
”Budak abdi (anak saya) teh di kolong mobil?” tanya Jajang seakan masih tidak percaya.
”Di kolong mobil satu, di jalan satu,” jawab Saefudin.
Mendapat jawaban itu, Jajang kian lesu. Mata yang nanar saat melihat satu per satu reka kejadian semakin kuyu. Fakta anaknya berada di kolong mobil menjadi momen yang membuatnya sangat terluka mengingat peristiwa muram itu.
Mencoba mengumpulkan lagi ingatannya, isu anaknya ditabrak dan dibawa mobil penabraknya membuat Jajang panik. Bersama anggota keluarganya, ia mencari Salsabila ke sejumlah rumah sakit di Kabupaten Bandung, Garut, dan Kabupaten Sumedang. Namun, hasilnya nihil. Tidak ada Salsabila di sana.
Tiga hari mencari, ia mendapat kabar tentang keberadaan Salsabila. Namun, tidak dalam keadaan hidup, tapi meninggal dunia di Sungai Serayu, Jateng. Saat pertama kali mendengarnya, ia masih mencoba menyangkal.
”Setelah melihat baju yang dipakai, saya yakin itu Salsabila. Itu baju tidurnya. Saya sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi,” ujarnya terbata-bata.
Jika (janji penegakan hukum) itu tercapai, saya baru benar-benar ikhlas. (Jajang)
Kini, meski mengaku pasrah, batin Jajang tetap memikirkan putri bungsunya yang telah tiada. Bayangan anaknya masih membekas seperti enam tanda silang dalam reka kejadian di permukaan jalan tempat kejadian perkara.
”Sekarang rumah kami sudah tidak sama lagi. Tapi mau bagaimana lagi, anak saya tidak akan kembali. Namun, saya akan lebih lega, lebih rela, jika pelaku dihukum setimpal. Yang mereka lakukan itu bukan tindakan manusia,” ujarnya.
Komitmen untuk menghukum pelaku ini juga diutarakan para petinggi TNI AD. Kepala Staf TNI AD Jenderal Dudung Abdurachman dalam kunjungannya ke keluarga korban menyatakan, akan tunduk terhadap supremasi hukum dengan penyelesaian perkara berdasarkan peradilan militer.
Sejauh ini, pelaku dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana juncto Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Hukumannya paling lama 20 tahun penjara hingga seumur hidup.
Dudung bersama rombongan TNI yang menyambangi rumah korban, Senin (27/12/2021), juga menyatakan akan menghormati proses hukum yang adil dan transparan. Opsi pemecatan menjadi salah satu pertimbangan yang akan disesuaikan dengan putusan peradilan.
Saat ini Jajang hanya bisa berharap janji itu bisa dipenuhi. Meskipun tidak akan mengembalikan senyum Salsabila di dalam rumahnya, sang ayah tetap ingin keadilan ditegakkan dalam penanganan kasus ini.
”Jika (janji penegakan hukum) itu tercapai, saya baru benar-benar ikhlas,” ujarnya.