Kapal Pekerja Migran Tenggelam di Selat Malaka Masih Diusut
Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia mendorong terbentuknya satgas yang mengawasi pantai timur Sumatera Utara untuk mengantisipasi terjadinya penyelundupan pekerja migran.
Oleh
AUFRIDA WISMI WARASTRI
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Aparat kepolisian masih menyelidiki kasus tenggelamnya kapal pekerja migran di Selat Malaka pada Sabtu (25/12/2021). Kapal yang berangkat dari perairan Batu Bara di Sumatera Utara itu tenggelam saat dalam perjalanan kembali dari Malaysia.
Kepala Kepolisian Resor Batu Bara Ajun Komisaris Besar Ikhwan Lubis, Kamis (30/12/2021), mengatakan, pihaknya bersama Kepolisian Daerah Sumatera Utara masih melakukan penyelidikan. ”Korbannya belum jelas sampai sekarang,” kata Ikhwan. Penyelidikan cukup sulit karena lokasi kejadian ada di Malaysia.
Menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Medan Siti Rolija, kepolisian telah meminta keterangan BP2MI sebagai saksi ahli terkait dengan prosedur penempatan pekerja migran di Polres Batu Bara. Selain BP2MI, penyidik juga meminta keterangan dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Batu Bara dan tiga korban selamat yang tiba di Batu Bara dengan kapal nelayan.
Berdasarkan informasi dari para saksi dan pihak kepolisian, kata Siti, diketahui ada 124 orang yang berangkat ke Malaysia dari Batu Bara pada 22 Desember 2021 dengan kapal kayu. Namun, mendekati perairan Malaysia, kapal itu bermasalah, mesin mati dan air mulai masuk ke kapal.
Saat mesin kembali hidup, nakhoda memutuskan kembali ke perairan Indonesia untuk berganti kapal. Setelah sembilan jam perjalanan, para pekerja migran itu dipindahkan ke dua kapal nelayan yang terbuat dari kayu. Tiap-tiap kapal berisi 64 dan 50 orang. Sebanyak 14 orang tidak bersedia pindah ke kapal kayu itu dan tetap bertahan di kapal yang rusak.
Dua kapal kecil itu melanjutkan perjalanan ke Malaysia hingga tiba di perairan Malaysia pada 24 Desember 2021 sekitar pukul 15.00. Di situ kapal berjumpa dengan dua kapal Malaysia. Penumpang di salah satu kapal Malaysia itu melambaikan tangan, lalu kedua kapal itu pergi.
Nakhoda mencium bahwa situasi di Malaysia sedang ”panas” atau penyelundupan bakal ketahuan sehingga kapal kembali ke Indonesia sekitar pukul 20.00. Naas, mesin kapal yang mengangkut 50 orang, setelah melakukan perjalanan selama lima jam, rusak dan kapal terobang-ambing di laut. Karena kelebihan muatan, air masuk ke dalam kapal dan penumpang seluruhnya melompat ke luar kapal.
Pada 25 Desember 2021 pukul 08.00, penumpang kapal sebanyak 31 orang ditolong kapal nelayan Malaysia dan kemudian diserahkan kepada nelayan Indonesia asal Tanjungbalai. Kapal itu pun membawa rombongan ke perairan Pulau Pandang, Batu Bara. Di situ, sebuah kapal lain menjemput rombongan itu hingga para penumpangnya mendarat kembali di Batu Bara.
”Hingga kini belum diketahui jumlah korban dan bagaimana nasib kapal yang lainnya. Pihak Polres Batu Bara dan Polda Sumut masih menindaklanjuti kejadian itu,” kata Siti. Pihaknya juga akan terus mengawal kasus ini dengan harapan pelaku dibalik peristiwa itu dapat ditangkap dan diadili sesuai hukum yang berlaku.
Hingga kini belum diketahui jumlah korban dan bagaimana nasib kapal yang lainnya. (Siti Rolija)
Satgas gabungan
Agar hal serupa tak terjadi lagi, pihaknya mendorong terbentuknya satuan tugas (satgas) gabungan yang mengawasi pantai timur Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Satgas didorong terbentuk baik di tingkat Kabupaten Batu Bara maupun tingkat Provinsi Sumut. Satgas tingkat provinsi diperlukan karena garis pantai timur Sumatera Utara yang rawan penyelundupan itu berada di beberapa kabupaten dan kota, seperti Batu Bara, Asahan, Tanjungbalai, Labuhan Batu, dan Labuhan Batu Utara. Kebanyakan warga yang diselundupkan berasal dari Pulau Jawa.
Sebelumnya Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sumatera Utara Komisaris Besar Hadi Wahyudi kepada Kompas, Rabu (29/12/2021), mengatakan, penyelidikan kasus masih berjalan terkait dengan mekanisme pemberangkatan para pekerja itu, siapa pemilik kapal, hingga bagaimana penampungan para pekerja itu.
Kepolisian juga telah menyiapkan posko identifikasi korban (DVI) di Rumah Sakit Bhayangkara, Medan, dan saluran pengaduan bagi keluarga yang kehilangan anggotanya.
Kecelakan kapal pekerja migran itu semakin menambah panjang kasus penyelundupan pekerja migran yang berujung kematian. Sebelumnya, sebuah kapal pekerja migran juga tenggelam di Selat Malaka, tepatnya di perairan Tanjung Balau, Kota Tinggi, Johor, Malaysia, Rabu (15/12/2021). Puluhan orang ditemukan meninggal.