Seorang Dosen di DIY Lakukan Penipuan Terkait Tanah Kas Desa
Seorang dosen perguruan tinggi negeri di DIY melakukan penipuan terkait tanah kas desa. Akibat penipuan itu, tiga korban mengalami kerugian Rp 700 juta.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Seorang dosen perguruan tinggi negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan penipuan terkait tanah kas desa. Sang dosen menyewakan tanah kas desa di Kabupaten Sleman, DIY, padahal dia tidak memiliki hak untuk menyewakan tanah tersebut. Akibat penipuan itu, tiga korban mengalami kerugian senilai total Rp 700 juta.
”Pelaku menyewakan tanah yang sebenarnya dia tidak punya alas hak untuk menyewakan. Pelaku juga menggunakan dokumen palsu,” ujar Kepala Urusan Pembinaan Operasi Satuan Reserse Kriminal Polres Sleman Inspektur Dua Muhammad Safiudin, dalam konferensi pers, Selasa (28/12/2021).
Safiudin menjelaskan, kasus penipuan itu terjadi pada September 2019 di Desa Condongcatur, Kecamatan Depok, Sleman. Sang dosen berinisial RS (66) itu mengaku telah menyewa tanah kas desa Condongcatur seluas 3.400 meter persegi. RS kemudian menawarkan ke pihak lain untuk menyewa tanah tersebut.
Kemudian, ada seorang korban yang menyatakan tertarik untuk menyewa sebagian tanah tersebut. Untuk meyakinkan korban, RS kemudian menunjukkan perjanjian sewa-menyewa tanah kas desa antara dirinya dan Pemerintah Desa Condongcatur. Namun, berdasarkan pemeriksaan polisi, perjanjian sewa-menyewa itu ternyata palsu.
”Saat menawarkan, pelaku menunjukkan bukti-bukti bahwa dia sudah menyewa tanah tersebut dari Desa Condongcatur. Namun, setelah kami lakukan pemeriksaan, pihak desa menyatakan tidak pernah menyewakan tanah tersebut kepada pelaku,” ungkap Safiudin.
Akan tetapi, korban tidak tahu bahwa perjanjian sewa-menyewa itu ternyata palsu. Safiudin menyebut, korban kemudian menyerahkan uang tunai Rp 200 juta kepada RS pada September 2019. Uang itu digunakan untuk menyewa tanah dengan luas 300 meter persegi selama 20 tahun. Namun, setelah membayar uang sewa, korban ternyata tidak bisa menguasai tanah tersebut.
Pada Januari 2021, korban melakukan klarifikasi kepada Pemerintah Desa Condongcatur. Dalam klarifikasi itu, Pemerintah Desa Condongcatur menyatakan tidak pernah menyewakan tanah kas desa kepada RS. ”Korban tidak dapat menguasai tanah itu karena pihak desa memang sama sekali tidak pernah menyewakan tanah tersebut kepada pelaku,” tutur Safiudin.
Kasus itu kemudian dilaporkan kepada Polres Sleman. Berdasarkan hasil penyidikan, Polres Sleman kemudian menetapkan RS sebagai tersangka. Dosen yang tinggal di wilayah Sleman itu pun ditahan sejak 8 November 2021. RS dijerat Pasal 378 KUHP atau Pasal 372 KUHP dengan ancaman hukuman empat tahun penjara. ”Motif pelaku melakukan penipuan adalah ekonomi karena dia ingin mencari keuntungan dari tindakannya,” ujar Safiudin.
Safiudin menambahkan, selain seorang korban yang telah menyetor Rp 200 juta, ada dua orang lain yang juga menjadi korban penipuan yang dilakukan RS. Dua korban itu telah memberikan uang kepada RS senilai total Rp 500 juta.
Kepala Unit IV Satreskrim Polres Sleman Inspektur Satu Apfryyadi Pratama mengatakan, tersangka RS merupakan dosen salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) di DIY. Namun, Apfryyadi enggan menyebutkan PTN tempat RS mengajar. ”Untuk dosen mana, kami mohon maaf tidak bisa menyebutkan. Yang bersangkutan ini, kan, oknum dosen. Khawatirnya ada persepsi yang tidak baik terhadap kampus tersebut,” ujarnya.
Belajar dari kasus ini, Safiudin mengimbau masyarakat untuk berhati-hati saat ingin menyewa tanah kas desa. Jika ingin menyewa tanah kas desa, masyarakat diimbau untuk langsung berkomunikasi dengan pemerintah desa setempat.
”Masyarakat yang ingin memanfaatkan tanah kas desa, seandainya mendapat penawaran dari pihak lain, kami sarankan untuk konfirmasi langsung kepada pemerintah desa mengenai kebenarannya,” kata Safiudin.
Kepala Seksi Pemerintahan Desa Condongcatur Kuwat mengatakan, masyarakat yang ingin menyewa tanah kas desa bisa langsung berkomunikasi dengan pemerintah desa. Dia menyebut, proses penyewaan tanah kas desa harus melalui sejumlah tahapan. Tahap pertama, warga yang ingin menyewa harus mengajukan permohonan kepada pemerintah desa.
Setelah itu, pemerintah desa akan menggelar sosialisasi mengenai rencana penyewaan tersebut, lalu dilanjutkan presentasi di hadapan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Apabila permohonan penyewaan itu disetujui, pemerintah desa dan BPD akan menerbitkan surat persetujuan.
Setelah disetujui pemerintah desa dan BPD, Kuwat menambahkan, rencana penyewaan tanah kas desa juga harus mendapat rekomendasi dari sejumlah pihak, yakni camat, bupati, dan Keraton Yogyakarta. Jika seluruh rekomendasi itu sudah ada, akan terbit izin dari Gubernur DIY tentang penyewaan tanah kas desa.
Kuwat memaparkan, penyewaan tanah kas desa harus mendapat rekomendasi dari Keraton Yogyakarta karena tanah kas desa di DIY merupakan Sultan Ground atau tanah milik keraton. ”Dari sisi sejarah, tanah kas desa itu, kan, kagungan dalem atau kepunyaan keraton. Kita hanya anggaduh atau memakai saja, jadi tidak memiliki,” tuturnya.