Anti Mati Gaya dengan Kurda Sayang
Pandemi yang mendera lama membuat UMKM di Sidoarjo ”mati gaya” lantaran modal usaha menipis, tergerus belanja rutin rumah tangga. Dengan program Kurda Sayang, pelaku usaha berhasil bangkit dan berkembang lebih besar.
Pandemi Covid-19 yang mendera cukup lama membuat pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Sidoarjo ”mati gaya” lantaran modal usaha menipis, tergerus belanja rutin rumah tangga. Dengan program Kurda Sayang, pelaku usaha berhasil bangkit dan berkembang lebih besar.
Seorang pekerja memasang gagang panci di tempat produksi perabotan rumah tangga Toko Lancar Jaya, Desa Kesambi, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Rabu (8/12/2021). Gerakan tangannya terampil sehingga mampu mengerjakan puluhan barang dengan cepat dan menyelesaikannya dalam waktu singkat.
Sementara itu, Muhammad Sholeh (55), pemilik toko, sibuk melayani tamu-tamunya. Dia mengatakan mampu memproduksi puluhan jenis panci berbahan aluminium untuk kebutuhan rumah tangga ataupun usaha. Ada panci untuk memasak air, menanak nasi, hingga panci yang biasa digunakan penjual bakso dan siomai.
”Selama pandemi, terutama saat kasus tinggi, penjualan merosot. Uang hasil penjualan pun tergerus untuk belanja kebutuhan sehari-hari. Dampaknya, saat pandemi mulai mereda dan ekonomi perlahan bangkit, kami butuh suntikan modal usaha,” ujar Sholeh.
Baca juga: Menempa Diri Meniti Jalan Kemandirian Ekonomi di Masa Pandemi
Bagi pelaku usaha seperti Sholeh mencari suntikan modal usaha bukan perkara mudah. Bahkan, dia harus berhitung dengan cermat untuk meminjam modal di perbankan karena suku bunga komersial tinggi. Hingga suatu hari, dia mengikuti sosialisasi di kantor desanya tentang program Kredit Usaha Rakyat Daerah Sidoarjo yang Gemilang (Kurda Sayang).
Desa Kesambi merupakan sentra produksi perabot rumah tangga seperti panci. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai perajin, pelaku usaha, dan pedagang aneka produk panci berbahan aluminium. Desa ini menjadi sasaran program yang menawarkan pinjaman modal usaha dengan bunga ringan, yakni hanya 3 persen per tahun.
Selain itu, tenor atau jangka waktu pinjaman cukup panjang, yakni maksimal tiga tahun sehingga angsuran menjadi ringan. Sholeh mengaku meminjam Rp 50 juta dengan tenor tiga tahun. Dia juga mendapat fasilitas hanya membayar bunganya sebesar Rp 125.000 setiap bulan.
Sebagai jaminan atau agunan, dia memilih menggunakan sertifikat rumah yang sekaligus tempat usahanya. Sholeh mengaku ingin meminjam modal lebih besar, yakni Rp 150 juta, agar usahanya cepat berkembang di tengah pemulihan kondisi ekonomi akibat pandemi.
Namun, dia terganjal perizinan karena usahanya belum punya NIB (nomor induk berusaha). Meski demikian, dia bersyukur dengan tambahan modal usaha yang diperoleh saat ini. Sholeh mengaku bisa menambah varian barang dagangan sehingga total nilainya mencapai Rp 300 juta.
Baca juga: Buruh dan UMKM di Sidoarjo Masih Terpukul Dampak Pandemi
”Dengan varian produk yang beragam, saya tak lagi mati gaya menghadapi konsumen dan pelanggan yang menuntut hadirnya produk-produk dengan model terbaru,” kata Sholeh.
Selain pelaku UMKM perabotan rumah tangga di Desa Kesambi, program Kurda Sayang juga dirasakan oleh perajin tas dan koper di kawasan Tanggulangin. Salah satunya, Makhbub Junaedi, pemilik gerai tas kulit lukis dan ukir bermerek Morby di Desa Ketegan.
Siang itu, Makhbub tengah mengukir kulit yang menjadi bahan baku utama produksi tas. Dia membuat motif ukiran yang berbeda untuk setiap produknya. Ada motif burung, bunga, juga motif batik. Setiap pembeli bisa memesan motif yang diinginkan. Namun, tanpa memesan pun, pembeli tetap mendapatkan motif yang istimewa.
”Saya hanya mengeluarkan satu motif untuk satu produk. Proses pengerjaan setiap produk banyak mengandalkan keterampilan tangan dan kreativitas memadupadankan bahan, seperti kulit, batik, serta aksesorinya,” ujar Makhbub.
Saat pandemi Covid-19 terjadi pada 2020, dia terpuruk. Penjualan produknya turun karena kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat sehingga pembeli tak bisa datang ke gerainya. Makhbub kemudian mengubah strategi dengan memperkuat pemasaran secara dalam jaringan (daring).
Dengan varian produk yang beragam, saya tak lagi mati gaya menghadapi konsumen dan pelanggan yang menuntut hadirnya produk-produk dengan model terbaru.
Dia butuh infrastruktur penunjang, seperti telepon pintar, komputer, dan jaringan internet. Tantangan terbesar dijumpai saat mendisplai produk di gerai daring. Sebelumnya, dia tinggal memajang tas-tas dan sepatu serta koper di rak-rak yang ditata di dalam gerai.
Saat memasuki pasar daring, Makhbud harus memotret produknya satu per satu, padahal item-nya ada puluhan, bahkan ratusan. Setiap item juga harus dipotret dari berbagai sudut pandang agar menarik dan memberikan gambaran detail kepada calon pembeli. Dia juga harus melayani pertanyaan dari calon pembeli satu per satu.
”Dari beragam tantangan itu, akhirnya saya memutuskan untuk mencari karyawan yang memiliki kemampuan dalam pemasaran daring, menambah sarana, dan memenuhi kebutuhan lain yang tidak dijumpai dalam pemasaran konvensional. Oleh karena itulah butuh modal besar,” kata mantan Ketua Koperasi Industri Tas Koper Tanggulangin ini.
Makhbub mengaku senang dan bersyukur dengan adanya program Kurda Sayang dari Pemkab Sidoarjo. Dia meminjam Rp 150 juta dengan suku bunga 3 persen dan masa pengembalian tiga tahun. Wakil Ketua Kadin Sidoarjo Bidang Industri Kreatif ini berharap anggaran Kurda bisa diperbesar agar pelaku UMKM bisa memanfaatkannya secara optimal.
Bagi industri kecil dan menengah seperti perajin tas koper kulit di Tanggulangin, kebutuhan suntikan modalnya untuk bangkit dari pandemi sekitar Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar. Hal itu karena mereka harus belanja bahan baku kulit asli yang harganya per meter persegi cukup mahal.
Selain itu, perajin harus belanja aksesori yang hingga saat ini masih mengandalkan impor dari China. Mereka juga butuh bertransformasi dari jaringan pemasaran konvensional menuju platform digital. Dengan adanya pinjaman modal berbunga ringan, pelaku usaha sangat terbantu karena kondisi ekonomi makro saat ini masih dalam proses pemulihan.
Sholeh dan Makhbub merupakan gambaran kecil pelaku usaha yang menerima manfaat dari program Kurda Sayang. Kurda Sayang merupakan program Pemkab Sidoarjo yang diinisiasi oleh Bupati Ahmad Muhdlor Ali. Kredit usaha rakyat daerah ini menawarkan bunga ringan, yakni 3 persen per tahun. Adapun sasarannya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah agar mereka bisa menambah modal usaha.
Program kredit ini bekerja sama dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Delta Artha, salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemkab Sidoarjo. BPR Delta Artha menyediakan pinjaman modal usahanya. Adapun Pemkab Sidoarjo memberikan subsidi bunga agar pelaku usaha mendapatkan suku bunga ringan 3 persen per tahun.
Kepala BPR Delta Artha Sofia Nurkrisnajati mengatakan, proses pengajuan kredit program Kurda Sayang sangat mudah. Pelaku UMKM cukup menunjukkan surat izin usahanya atau memiliki surat keterangan usaha yang dikeluarkan oleh pemerintah desa masing-masing.
Menurut Sofia, peminat program ini cukup tinggi. Hingga pertengahan Desember lalu, misalnya, tercatat 8.500 pelaku UMKM yang mengakses kredit tersebut. Adapun nilai total pinjaman mencapai Rp 20 miliar. Pelaku usaha rata-rata meminjam Rp 50 juta hingga Rp 150 juta.
”Pelaku usaha mikro juga banyak yang memanfaatkan program ini. Mereka rata-rata mengajukan pinjaman Rp 5 juta hingga Rp 10 juta. Hingga saat ini pembayaran angsurannya lancar, tidak ada kredit yang macet,” kata Sofia.
Baca juga: Puluhan UMKM Sidoarjo Disiapkan Tembus Pasar Halal Timur Tengah
Sementara itu, Ahmad Muhdlor Ali mengatakan pihaknya telah menyediakan tambahan anggaran Rp 1,9 miliar untuk program Kurda Sayang. Dana yang bersumber dari APBD 2020 itu diharapkan bisa diserap secara maksimal oleh pelaku usaha sehingga mereka cepat bangkit.
Pemkab Sidoarjo juga berencana melanjutkan program Kurda Sayang pada tahun anggaran 2022. Hal itu karena tahun depan masih masa pemulihan kondisi ekonomi makro. Dalam masa pemulihan tersebut, pelaku UMKM memerlukan dukungan yang kuat, salah satunya di bidang permodalan.
Muhdlor menyadari sektor UMKM merupakan tulang punggung ekonomi Sidoarjo selain sektor industri. Pelaku UMKM banyak membantu pemerintah menciptakan lapangan kerja di tengah kondisi sektor industri yang mengalami kontraksi akibat terdampak pandemi Covid-19. Oleh karena itulah sektor usaha mikro ini perlu didukung agar berkembang menjadi lebih besar.