Ragam Alasan Melanggar Prokes Saat Pilkades di Banyumas
Pemilihan kepala desa yang mengundang banyak orang berpotensi menimbulkan kerumunan. Penerapan protokol kesehatan pun jadi tantangan yang sulit dipatuhi. Peringatan dan teguran perlu terus dilayangkan.
Oleh
MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
Penerapan protokol kesehatan dalam penyelenggaraan pemilihan kepala desa jadi tantangan yang sulit diatasi dalam pesta demokrasi di akar rumput ini. Mulai dari kebiasaan merokok yang jadi celah memelorotkan masker hingga bersalaman yang jadi dalih tak menjaga jarak. Lemahnya kesadaran warga menjadi kendala utama.
Salah satunya tecermin dalam rangkaian pemilihan kepala desa di Desa Karangrau, Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Kompas yang berkesempatan terlibat menjadi anggota panitia pemilihan kepala desa ikut menghadiri geladi bersih panitia pada Selasa (14/12/2021) sore. Saat itu, sebagaimana layaknya warga di desa yang biasa bersalaman saat pertama kali jumpa dengan sesamanya, para warga tetap saling menggenggam tangan satu sama lain.
Kompas yang sejak awal berusaha mengatupkan kedua tangan di dada atau memberi salam Namaste ketika pertama kali datang, akhirnya tetap menerima uluran salam dari warga lain. Menolak bersalaman akan menjadi hal yang aneh dan kikuk dalam tradisi orang Jawa.
Selanjutnya, karena harus berbicara lantang supaya instruksi dapat didengar oleh semua panitia, perangkat desa pun berbicara tanpa masker. Saat itu, peralatan elektronik pengeras suara belum tersedia. Lagi pula, sejumlah orang pun mulai merokok dan mengembuskan asap dengan leluasa.
Kemudian, pagi hari saat pelaksanaan pemungutan suara, Rabu (15/12/2021), panitia sebenarnya sudah menyiapkan seperangkat tempat cuci tangan, penyemprotan hand sanitizer, pengecekan suhu, dan memberikan sarung tangan plastik kepada setiap pemilih. Meski sudah diberi sarung tangan plastik, nyatanya tidak semua memakainya.
Padahal, sarung tangan plastik itu dimaksudkan untuk mengurangi kontak fisik melalui paku yang akan dipakai untuk mencoblos surat suara. Berkali-kali pemilih mengeluh dan kesulitan memakai sarung tangan plastik itu. Pemilih berdalih, dengan sarung tangan, mereka kesulitan memegang kertas surat undangan yang terselip di saku atau dompet.
Bagi petugas, sarung tangan plastik juga dinilai mempersulit saat mesti menulis kedatangan pemilih dan juga membagikan surat suara. Adapun dari para petugas yang menjadi panitia di TPS itu, kebanyakan tidak membawa hand sanitizer. Padahal, panitia juga makan makanan ringan, minum, dan makan siang.
Selain itu, setelah hari mulai panas atau sekitar pukul 09.00 ke atas, masker para panitia mulai diturunkan ke dagu atau leher. Bersin dan batuk pun tak terhalangi masker.
Tak hanya panitia yang sulit menerapkan protokol kesehatan secara ketat, sejumlah aparat yang datang meninjau pun ada yang tidak bermasker. Apalagi para pemilih. Meski sebagian besar taat bermasker, masih ada saja yang tidak memakai masker dengan benar. Suara pengingat dari pelantang suara panitia terkait protokol kesehatan pun mulai jarang terdengar menjelang siang karena lebih fokus pada teknis pemilihan.
”Kami insya Allah menerapkan protokol kesehatan. Kami menyediakan sarung tangan, masker, dan kami dari panitia serta polres juga menyediakan gerai kesehatan untuk vaksin. Kami menyediakan 100 dosis Sinovac,” kata Ketua Panitia Pemilihan Kepala Desa Karangrau Misnanto.
Kelonggaran prokes saat pilkades di Banyumas juga didapati Bupati Banyumas Achmad Husein yang memantau pelaksanaan pilkades di Desa Bojongsari, Kecamatan Kembaran, dan Desa Bantar, Kecamatan Jatilawang. Ia pun langsung menegur orang-orang yang tidak memakai masker.
”Itu bapak yang enggak pakai masker dikasih masker. Itu tolong, ibu yang sepuh itu tolong dibantu, tolong disiplin kalau yang enggak pakai masker,” kata Husein yang membuat siaran langsung di akun Instagram-nya. Di Banyumas, total ada 27 desa yang menggelar pilkades secara serentak pada 15 Desember 2021.
Pasutri ”Nyalon” kades
Di Karangrau, dua calon kades yang berkompetisi adalah Sugiyono dan Sri Utami. Sugiyono adalah petahana, sementara Sri Utami adalah istri Sugiyono. Keduanya bertanding di pemilihan ini karena tidak ada lawan lain yang mencalonkan diri. Demikian juga dengan kepala desa di Bojongsari Kembaran merupakan pasangan suami istri Aksin dan Erni.
”Kami sudah buka sampai hari akhir, tapi tidak ada yang mencalonkan lagi. Akhirnya karena awalnya hanya satu dan ini harus ada dua calon, maka istrinya dimasukkan (dicalonkan). Minimal dua calon. Semuanya mendaftar di menit terakhir,” kata Misnanto.
Sugiyono mengatakan, dirinya bahagia dan bersyukur karena masyarakat mendukung pencalonan dirinya bersama sang istri. Sugiyono yang telah menjabat dua periode tersebut kini mencalonkan lagi untuk periode ketiga. Jika pada periode kedua dirinya maju dengan lawan adiknya, kini di periode ketiga dirinya bertarung dengan istrinya.
”Intinya happy, senang saja. Masyarakat juga ikut mangayubagya (ikut mendukung) kegiatan pesta demokrasi di Karangrau,” kata Sugiyono yang pernah menjadi buruh pencari pakan ternak di sejumlah tempat, termasuk di Sumatera.
Selama pemungutan suara, para warga berteriak ke arah panggung tempat keduanya duduk berdampingan. ”Wah, kayak orang pacaran. Wah, seperti pengantin baru.” Sapaan itu pun dibalas dengan senyuman dan lambaian tangan dari kedua calon kades.
Di Desa Karangrau, dari jumlah daftar pemilih tetap sebanyak 2.893 orang, hingga pemungutan suara ditutup, jumlah partisipasi mencapai 73,3 persen. Sugiyono sebagai petahana pun kembali memenangi pemilihan suara dengan perolehan 2.068 suara, sementara sang istri mendapatkan 327 suara. Dengan demikian, Sugiyono kembali terpilih untuk ketiga kalinya dan menjadi kades periode 2021-2027.
Di pengujung acara, Sugiyono yang mengenakan jas hitam pun turun ke panggung sambil menggandeng istrinya yang mengenakan kebaya hitam, jarik, dan kerudung hijau. Lagu gending Jawa pun mengalun bagaikan mengiringi pengantin baru yang hendak menuju pelaminan.