Delapan Orangutan di Kalteng Bakal Nikmati Rumah Baru
Delapan orangutan yang menjalani masa rehabilitasi lebih kurang 15 tahun akhirnya dilepasliarkan ke rumah baru. Di masa pandemi ini, petugas juga memastikan orangutan tidak terpapar virus korona.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Sebanyak delapan orangutan dilepasliarkan di Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya atau TNBBBR di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalteng bersama Yayasan Borneo Orangutan Survival. Sebelum dilepasliarkan, delapan orangutan itu diuji usap dan hasilnya negatif Covid-19.
Delapan orangutan itu terdiri dari empat jantan dan empat betina. Pelepasliarannya dilakukan dalam dua kali perjalanan. Dalam perjalanan pertama, empat orangutan dilepasliarkan pada Selasa (14/12/2021), sedangkan di perjalanan kedua akan dilaksanakan pada Kamis (16/12/2021).
Habitat baru orangutan tersebut ada di kaki pegunungan Schwaner antara Kabupaten Katingan, Kalteng, dan Bukit Baka, Kalimantan Barat. Luas kawasannya sekitar 181.000 hektar atau hampir tiga kali ukuran DKI Jakarta.
Orangutan dibawa melalui perjalanan darat dari Kota Palangkaraya. Jarak tempuhnya sekitar 420 kilometer atau hampir sama perjalanan darat Jakarta-Semarang. Perjalanan itu memakan waktu lebih kurang 11 jam. Tantangan lain yang harus dihadapi adalah melintasi hulu Sungai Katingan berarus deras dengan perahu kayu bermotor.
Sebelum berangkat, orangutan direhabilitasi di Nyaru Menteng, Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan Yayasan BOS. Setelah dibius terlebih dahulu, satwa itu menempati kandang dengan ukuran beragam tergantung besar tubuhnya.
Dalam perjalanan, hampir setiap 4-6 jam, tim dokter dari Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) memeriksa keadaan orangutan. Pemeriksaan dilakukan mulai dari pernafasan hingga tekanan darah.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalteng Nur Patria Kurniawan menjelaskan, delapan orangutan menjalani masa rehabilitasi dalam rentang waktu 5-15 tahun sebelum dilepasliarkan. Pihaknya bersama semua lembaga dan instansi yang bertanggung jawab perlu memastikan orangutan bisa bertahan hidup sebelum dilepasliarkan.
”Ini membuktikan proses rehabilitasi itu bisa berlangsung lama, tetapi tetap harus dijalankan demi kelestarian keanekaragaman hayati,” ujar Patria di Palangkaraya, Selasa (14/12/2021).
Patria menjelaskan, pemerintah berkomitmen melestarikan keanekaragaman hayati melalui beragam upaya konservasi, di antaranya mengembalikan, merehabilitasi, dan mengenalkan kembali orangutan ke habitat aslinya.
”Pelepasliaran orangutan merupakan salah satu tahap dalam proses panjang penyelamatan satwa,” kata Patria.
Kepala Balai TNBBBR Agung Nugroho menjelaskan, petugasnya bersama tim dari Yayasan BOS akan mengawasi intensif orangutan itu hingga dua bulan ke depan. Tujuannya, memastikan semuanya beradaptasi dengan baik di habitat barunya.
Delapan orangutan ini, kata Agung, bagian dari 185 individu yang sudah dilepasliarkan sejak tahun 2016. ”Sejak saat itu, setidaknya ada lima kelahiran baru,” ujarnya.
Di masa pandemi ini, Ketua Pengurus Yayasan BOS Jamartin Sihite menjelaskan sempat menghentikan upaya pelepasliaran. Tujuannya, memastikan pegawai, anggota staf, dan orangutan tidak terpapar virus Covid-19. Baru awal tahun 2021 pelepasliaran dilakukan kembali dengan protokol ketat.
Jamartin menjelaskan, bukan hanya petugas yang diuji usap, orangutan pun melakukan uji usap. Semuanya negatif Covid-19.
”Kami memastikan semua orang di dalam tim pelepasliaran juga orangutannya sudah siap melakukan perjalanan ke habitat alaminya,” kata Jamartin.
Carael P van Schaik dalam bukunya, Beyond Orangutan, menyebutkan, orangutan memiliki 97 persen DNA, seperti manusia. Artinya, keduanya bisa menderita penyakit yang sama, termasuk terancam Covid-19.