Daya tampung kawasan pelepasliaran orangutan di Kalimantan Tengah sudah mendekati maksimal. Sedangkan orangutan yang harus dilepasliarakan masih banyak. Butuh kerja sama semua pihak untuk mencari rumah baru untuk satwa.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Daya tampung kawasan pelepasliaran orangutan di Kalimantan Tengah sudah mendekati maksimal. Sedangkan orangutan yang harus dilepasliarakan masih banyak. Butuh kerja sama semua pihak untuk mencari rumah baru untuk satwa liar dilindungi itu.
Pada Rabu (15/1/2020) Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kalteng dan lembaga lainnya melepaliarkan tiga orangutan ke habitatnya yang baru. Ketiganya merupakan orangutan pasca rehabilitasi di Nyaru Menteng, Kota Palangkaraya, Kalteng.
Intensitas pelepasliaran yang tinggi, membuat dua situs pelepasliaran yang kami gunakan di Kalimantan Tengah semakin mendekati daya tampung maksimalnya (Jamartin)
Melewati jalur darat mereka menempuh perjalanan selama 19 jam untuk membawa tiga orangutan tersebut ke kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) di Kabupaten Katingan, Kalteng. Mereka dibawa menggunakan mobil.
Ketiga orangutan ini terdiri dari satu jantan bernama Chio dan dua betina bernama Rizky dan Mia. Usia mereka berkisar antara 13-18 tahun. Mereka dinilai sudah mampu hidup di alam bebas setelah mendapatkan program reintroduksi atau pengenalan kembali cara hidup di alam liar.
Sebelum dilepasliarkan, ketiganya menjalani proses reintroduksi di pulau pra-pelepasliaran, sebuah habitat semi liar yang dipantau secara ketat oleh tim dari Yayasan BOS untuk menampung orangutan yang telah menyelesaikan tahap rehabilitasi di Sekolah Hutan.
Di pulau pra-pelepasliaran, para orangutan mempraktikkan semua keterampilan yang dipelajari sebelumnya untuk bekal menyintas di alam liar. Salah satu pulau pra-pelepasliaran Yayasan BOS terletak di Gugusan Pulau Salat, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.
CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite mengungkapkan, di kawasan itu pihaknya sudah melepas 166 orangutan. Sedangkan dari kajian dan analisa kawasan, TNBBBR hanya mampu menampun setidaknya 250 orangutan.
Intensitas tinggi
“Intensitas pelepasliaran yang tinggi, membuat dua situs pelepasliaran yang kami gunakan di Kalimantan Tengah semakin mendekati daya tampung maksimalnya,” kata Jamartin.
Jamartin menjelaskan, di Kalteng pihaknya memiliki dua kawasan pelepasliaran yang selama ini digunakan, yakni TNBBBR dan Hutan Lindung Batikap. Di hutan lindung Batikap, setidaknya terdapat 195 orangutan yang sudah dilepasliarkan di mana kapasitas kawasan itu hanya 200 orangutan.
“Kami harus terus mencari hutan yang memenuhi syarat untuk situs pelepasliaran. Kami berharap dukungan dari pemerintah dan swasta untuk mewujudkan upaya ini,” kata Jamartin.
Sementara itu, sampai saat ini masih terdapat 311 orangutan yang berada di Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng, Kota Palangkaraya, Kalteng, yang menunggu untuk dilepasliarkan.
Pelaksana Tugas Kepala BKSDA Provinsi Kalteng Andi Muhammad Khadafi mengungkapkan, Kalteng masih memiliki kawasan hutan yang luas dan cukup untuk menampun banyak orangutan pasca rehabilitasi. Pihaknya memang wajib dan masih akan mencari lokasi lain atau kawasan lain yang cocok sebagai habitat orangutan dan satwa liar dilindungi lainnya.
“Bukan hanya mendukung tetapi memang sudah tugas kami untuk menjaga dan menyiapkan kawasan yang cocok untuk satwa liar dilindungi,” kata Andi.
Andi menjelaskan, semua pihak harus mampu bekerja sama agar tak ada lagi satwa liar dilindungi yang dipelihara atau diburu.