Penyintas Semeru Mulai Jenuh, Penyiapan Hunian Sementara Temui Tantangan
Sebagian warga terdampak bencana erupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, mulai tak betah tinggal di pengungsian. Pemerintah berupaya secepatnya menyiapkan hunian sementara. Namun, pemilihan lokasi tak mudah.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
LUMAJANG, KOMPAS — Sebagian penyintas erupsi Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur, mulai jenuh tinggal di pengungsian. Namun, upaya penentuan lahan hunian sementara masih terkendala kesiapan lokasi hingga penolakan warga yang enggan dipindah terlalu jauh dari tempatnya bekerja.
Kasimin (60), warga Dusun Renteng, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, mengatakan, ia sudah 10 hari tinggal di pengungsian. Lokasinya bervariasi, mulai dari rumah saudara hingga pengungsian terpusat pemerintah.
”Saya juga sempat menempati rumah kosong. Tidak tahu itu rumah siapa. Kami tinggali saja dulu. Ternyata, tidak nyaman juga,” kata Kasimin, Senin (13/12/2021).
Saat ini, Kasimin tinggal di lokasi pengungsian terpusat di Lapangan Candipuro. Dia tinggal dengan istrinya dalam sebuah tenda besar bersama penyintas lainnya. Satu tenda diisi lebih dari 30 orang. Akibatnya, mereka harus tinggal berdesakan.
Oleh karena itu, meski kebutuhan makannya tercukupi, Kasimin enggan berlama-lama di pengungsian. Dia berharap segera mendapat tempat relokasi.
Sekretaris Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro, Mufidun Alamin menyatakan, banyak laporan penyintas tidak nyaman di pengungsian. Penyebabnya beragam, mulai dari lelah berdesakan, pengap, dan tidak sehat. Salah satu yang dikeluhkan, misalnya, ada sejumlah pengungsi nekat merokok di tenda yang dihuni banyak anak-anak.
”Ini sudah lebih dari satu minggu tinggal di pengungsian. Jadi, relokasi cukup mendesak dan harus sesegera mungkin dilakukan,” ujar Alamin.
Bupati Lumajang Thoriqul Haq berjanji mempercepat proses relokasi. Saat ini, dia sedang menentukan bakal lokasi hunian baru. Setelah itu, ia segera bersurat pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar pembangunannya bisa cepat dilaksanakan.
Sejauh ini, lahan yang akan dijadikan lokasi hunian baru adalah milik Perhutani. Thoriqul menargetkan, hasil survei dapat diperoleh secepatnya agar pembangunan bisa dimulai pekan ini.
Menurut rencana, ada tiga lokasi yang akan digunakan. Kawasan itu adalah Desa Penanggal dan Desa Sumbermujur di Kecamatan Candipuro serta Desa Oro-Oro Ombo di Kecamatan Pronojiwo. Total kebutuhan lahan sekitar 8 hektar untuk lebih kurang 2.900 rumah tangga.
Akan tetapi, rencana itu juga bukan tanpa kendala. Desa Penanggal, misalnya, menjadi sumber mata air bagi beberapa desa. Oleh karena itu, terlalu berisiko jika nekat membangun di sana. Pasokan sumber air bersih bagi warga bisa terganggu.
”Desa Oro-Oro Ombo masih menunggu hasil survei dari masyarakat, camat, kepala desa, bersama Perhutani. Sejauh ini, yang hampir pasti menjadi titik relokasi adalah Desa Sumbermujur,” kata Thoriqul.
Penolakan tempat relokasi warga juga menjadi tantangan lainnya. Penjabat Kepala Desa Sumberwuluh Abdul Aziz mengatakan, sebagian warga yang bekerja sebagai petambang pasir enggan pindah rumah terlalu jauh.
”Secara umum, warga sudah bersedia direlokasi. Mereka sudah tak mau tinggal lagi di tempat yang terdampak bencana itu. Akan tetapi, mereka ingin agar titik relokasi tidak terlalu jauh dari tempat mereka mencari penghasilan,” kata Abdul.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman, dalam kunjungannya ke Lapangan Candipuro, menyatakan siap mendukung berbagai kegiatan penanganan bencana tersebut. Mulai dari evakuasi hingga relokasi. Sejumlah alat berat hingga personel dari satuan tersebut siap dikerahkan kapan saja.
”Personel ataupun material kami siap. Tinggal menunggu komando dari bupati. Terlalu lama di pengungsian juga tidak baik,” kata Dudung.