Rob dan Penurunan Muka Tanah Perparah Banjir di Sidoarjo
Banjir yang menggenangi tiga desa di Sidoarjo, Jatim, tiga hari belakangan tidak hanya disebabkan peningkatan intensitas hujan, tetapi juga diperparah rob. Selain itu, permukaan tanah di kawasan itu juga terus menurun.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Banjir yang menggenangi tiga desa di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, selama tiga hari belakangan tidak hanya disebabkan peningkatan intensitas hujan. Fenomena siklus pasang air laut hingga penurunan muka tanah memperparah genangan di kawasan pesisir tersebut. Ratusan rumah, sekolah, dan jalan utama terdampak.
Jalan beton yang menjadi akses utama Desa Banjarpanji menuju Desa Kedungbanteng dan Banjarasri di Kecamatan Tanggulangin terendam air dengan ketinggian sekitar 20 sentimeter (cm), Kamis (9/12/2021). Padahal, jalan beton itu baru selesai dibangun dan posisinya sudah ditinggikan hampir 40 cm dari jalan lama yang telah rusak parah akibat banjir yang rutin terjadi.
Kondisi permukiman warga di tepi jalan lebih parah lagi karena permukaan tanahnya lebih rendah. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sidoarjo mendata, di Desa Banjarpanji, sekitar 200 rumah terendam. Adapun di Banjarasri dan Kedungbanteng masih dilakukan pendataan. Banyak rumah warga di dua desa itu terendam karena air keluar dari celah lantai.
Selain permukiman penduduk, banjir juga menggenangi lima sekolah, yakni SMPN 2 Tanggulangin, SDN Kedungbanteng, dan TK Kedungbanteng. Genangan juga merambah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Alasriyah dan TK Al Hidayah di Desa Banjarpanji. Aktivitas belajar-mengajar di SMP tetap berjalan, sedangkan MI, SD, dan TK diliburkan.
Kepala Pelaksana BPBD Sidoarjo Dwijo Prawito mengatakan, pihaknya telah menetapkan situasi tanggap darurat bencana sejak tiga hari lalu. Kebijakan itu diterapkan selama 14 hari dan akan dievaluasi lagi berdasarkan perkembangan situasi di lokasi bencana. Disiapkan anggaran Rp 2 miliar dari APBD Sidoarjo tahun berjalan.
”Tanggap darurat difokuskan untuk penanganan dampak sosial dan kesehatan masyarakat. Meski telah terendam banjir berhari-hari, warga masih bertahan di rumah masing-masing dan tidak mengungsi,” ujar Dwijo.
Penanganan dampak sosial di antaranya penyediaan air bersih karena air sumur di permukiman tercemar banjir. Penanganan lain berupa penyediaan sarana mandi, cuci, dan kakus karena kamar mandi warga tak bisa digunakan. Sejumlah warga juga mulai terserang gatal-gatal, batuk, pilek, dan demam.
Terjadi penurunan tanah secara signifikan setiap tahun. Penurunan tanah itu masih berlangsung dan tidak bisa diprediksi kapan berhenti.
Menyikapi keluhan kesehatan korban banjir, Kepala Dinkes Sidoarjo Syaf Satriawarman mengatakan, pihaknya sudah mengirimkan bantuan obat dan layanan kesehatan keliling. Masyarakat juga bisa berobat ke Puskesmas Tanggulangin apabila kondisinya semakin parah.
Sementara itu, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali mengatakan, penyebab banjir di tiga desa di wilayahnya sangat kompleks. Berdasarkan hasil kajian tim kebencanaan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, terjadi penurunan tanah secara signifikan setiap tahun. Penurunan tanah itu masih berlangsung dan tidak bisa diprediksi kapan berhenti.
”Rata-rata penurunan tanahnya mencapai 20 cm per tahun, bahkan ada lokasi yang penurunan tanahnya sampai 30 cm per tahun. Saya tidak mau berandai-andai, kalau lima tahun lagi seperti apa kondisinya,” kata Muhdlor.
Akibat penurunan tanah yang signifikan, tiga desa tersebut menjadi langganan banjir setiap musim hujan. Kondisi itu diperparah oleh rob atau banjir yang disebabkan aktivitas pasang surut air laut. Bahkan, banjir tetap parah meski aktivitas puncak pasang surut terjadi 6 Desember lalu.
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo terus berupaya menangani bencana banjir tersebut dengan mengerahkan delapan mesin pompa untuk menyedot air dari permukiman warga. Durasi pengoperasian pompa mencapai 10 jam per hari disesuaikan dengan kondisi genangan dan kemampuan mesin.
Upaya penanganan banjir lain dilakukan Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Sumber Daya Air Sidoarjo dengan melanjutkan revitalisasi sungai di tiga desa itu, yakni Sungai Gedangrowo dan Sungai Kedungpeluk. Pemda juga sudah membangun dam atau bendungan kecil di enam lokasi untuk menampung air saat hujan agar ketinggian genangan berkurang.
Muhdlor mengatakan, ikhtiar yang dilakukan untuk menuntaskan masalah banjir di tiga desa itu sebenarnya tidak kurang. Bahkan sempat dilontarkan wacana relokasi permukiman karena rutin terendam banjir. Namun, sebagian warga menolak karena pekerjaan dan sumber penghidupannya ada di tempat tersebut.
Berdasarkan hasil kajian tim ITS, kerugian akibat bencana banjir di tiga desa itu mencapai Rp 100 miliar selama setahun. Kerugian itu, antara lain, disebabkan banyaknya sawah yang gagal panen, rumah rusak karena terus-menerus terendam banjir, dan infrastruktur yang cepat rusak, terutama jalan desa.