Kawasan Alun-alun Tegal Diportal Sepihak, Warga Kibarkan Bendera Kuning
Penutupan akses ke kawasan Alun-alun Kota Tegal, Jateng, menggunakan portal besi diprotes warga dan pelaku usaha yang merasa dirugikan. Penutupan akses itu dilakukan sepihak tanpa sosialisasi dan dasar hukum.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Ratusan warga dan pelaku usaha di kawasan Alun-alun Kota Tegal, Jawa Tengah, mengibarkan bendera kuning sebagai tanda kematian perekonomian rakyat. Hal itu dilakukan setelah pemerintah setempat menutup akses ke kawasan alun-alun secara sepihak tanpa dasar hukum dan sosialisasi ke warga yang selama ini menggantungkan penghidupan di sana.
Penutupan akses ke kawasan Alun-alun Kota Tegal dilakukan Pemerintah Kota Tegal sejak empat bulan lalu. Penutupan yang setiap hari dilakukan mulai pukul 17.00-24.00 itu dilakukan dengan memasang portal besi di jalan-jalan menuju kawasan alun-alun, seperti Jalan KH Mas Mansyur, Jalan Wahid Hasyim, Jalan KH Ahmad Dahlan, Jalan KH Hasyim Asyari, dan Jalan Pancasila.
Menurut penuturan warga dan pengusaha di kawasan itu, penutupan akses tersebut tidak pernah disosialisasikan kepada mereka. Padahal, di kawasan Alun-alun itu terdapat 70 tempat usaha dan permukiman warga. Tempat usaha itu antara lain pertokoan, restoran, kafe, usaha penginapan, hotel, dan klinik kecantikan. Sedikitnya 350 orang bergantung pada aktivitas perekonomian di tempat-tempat usaha tersebut.
”Pemasangan portal ini merugikan kami. Pembeli yang mau datang tidak bisa lewat, jadi tempat usaha kami sepi dan perekonomian kami mati,” kata Dian Nuryana (35), pemilik toko sepatu di kawasan Alun-alun Kota Tegal.
Sebelum kawasan Alun-alun ditutup, toko sepatu yang dikelola Dian bisa menjual 90-100 pasang sepatu per hari. Semenjak penutupan, penjualannya anjlok menjadi paling banyak tiga pasang sepatu per hari. Bahkan, beberapa kali Dian tak mendapatkan satu pun pembeli.
Dian memiliki dua toko sepatu. Karena sepi pembeli, ia terpaksa menutup satu tokonya sekitar dua bulan lalu agar tidak semakin merugi. Penutupan toko itu juga memaksa Dian mengurangi jumlah karyawan dari lima orang menjadi satu orang. Ia mengaku tak kuat membayar gaji mereka.
Selain mematikan perekonomian, penutupan jalan juga mengganggu aktivitas masyarakat yang bermukim di kawasan tersebut, terutama saat ada kejadian yang bersifat gawat darurat. Hal itu juga disesalkan warga.
”Pada 3 September 2021, ada warga yang sakit kritis dan perlu segera dibawa ke rumah sakit. Sayangnya, nyawanya tidak tertolong karena ambulans yang seharusnya mengangkut warga itu ke rumah sakit tidak bisa masuk akibat jalan yang diportal,” ujar Ketua Paguyuban Pedagang Alun-alun Kota Tegal Anis Yuslam Dahda.
Dia menuturkan, warga dan pelaku usaha di kawasan Alun-alun pernah meminta penjelasan kepada Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono terkait pemasangan portal. Mereka juga pernah mengajukan permintaan audiensi. Namun, menurut Anis, tidak pernah ada tanggapan dari Dedy dan Pemerintah Kota Tegal terkait hal itu.
”Sebagai bentuk protes, kami sepakat mengibarkan 100 bendera kuning di depan tempat usaha dan rumah kami. Bendera kuning ini simbol dukacita atas kematian ekonomi rakyat. Bendera ini akan kami pasang terus sampai portal di kawasan alun-alun dibuka. Andai nanti bendera-bendera ini dicopot aparat atau pemerintah, kami akan memasangnya lagi,” tutur Anis di sela-sela pemasangan bendera, Senin petang.
Pemasangan bendera kuning diharapkan bisa mengetuk hati para pejabat pemkot untuk membuka kembali akses menuju kawasan alun-alun. Dengan begitu, roda perekonomian warga bisa kembali berjalan.
”Kami berharap, Pemerintah Kota Tegal mau membuka hati dan mata dengan kondisi kami. Kami ini berjualan, kalau jalannya diportal bagaimana pembeli bisa masuk? Yang kami layani ini bukan kuntilanak atau pocong, tetapi manusia yang butuh akses jalan,” keluh Desi (31), pemilik toko elektronik.
Kawasan wisata
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Perhubungan Kota Tegal Abdul Kadir mengatakan, penutupan akses dilakukan karena kawasan Alun-alun Kota Tegal akan dijadikan kawasan wisata dan kawasan bebas kendaraan. Warga yang ingin beraktivitas di daerah tersebut diwajibkan berjalan kaki.
”Saat ini, Bagian Hukum Pemkot Tegal sedang membuat peraturan wali kota (terkait perubahan peruntukan kawasan tersebut),” kata Abdul.
Karena merasa tidak didengar oleh Pemkot Tegal, sejumlah warga dan pengusaha yang terdampak penutupan kawasan Alun-alun mengajukan permohonan audiensi kepada DPRD Kota Tegal. Audiensi yang akhirnya dilakukan Senin pagi tersebut menghasilkan sejumlah rekomendasi. Salah satunya agar Pemerintah Kota Tegal membuka akses di kawasan Alun-alun.
”Kami merekomendasikan kepada Wali Kota Tegal untuk meninjau ulang pemasangan portal yang tidak ada dasar hukumnya tersebut. Selain itu, sesuai Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah, kawasan itu diperuntukkan sebagai permukiman, perdagangan, dan jasa, bukan kawasan wisata,” tutur Ketua DPRD Kota Tegal Kusnendro.
Jika hendak mengubah peruntukan kawasan, menurut Kusnendro, harus ada perubahan administrasi terlebih dahulu. Selain itu, sarana dan prasarana pendukung perubahan peruntukan kawasan juga harus disiapkan, tidak sekonyong-konyong menutup akses, apalagi tanpa sosialisasi.