Geliat usaha mikro, kecil, dan menengah di perdesaan semakin terasa sejak program layanan tanpa kantor hadir di desa itu. Kemudahan akses keuangan mendorong warga berwirausaha dan menggerakkan ekonomi desa.
Oleh
VINA OKTAVIA
·5 menit baca
Geliat usaha mikro, kecil, dan menengah di Desa Cintamulya, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, semakin terasa sejak program layanan tanpa kantor hadir di desa itu. Kemudahan akses keuangan mendorong warga untuk berwirausaha dan menggerakkan ekonomi desa.
Satu tahun lalu, berbekal telepon pintar, Reza Firdaus (29) mendaftar sebagai mitra program layanan tanpa kantor atau Laku Pandai Bank Lampung. Ia tertarik karena saat itu belum ada warga yang bermitra dengan bank daerah milik Pemerintah Provinsi Lampung tersebut.
”Saya lihat peluangnya bagus karena sudah ada warga desa yang menjadi nasabah Bank Lampung. Kebanyakan adalah pegawai negeri sipil dan guru honorer,” kata Reza saat ditemui di tempat usahanya yang diberi nama Jotaya di Desa Cintamulya, Selasa (30/11/2021).
Sehari-hari, sepulang mengajar di madrasah, Reza duduk di ruang tamu rumahnya yang ia sulap menjadi kantor. Ditemani Android berlayar 5 inchi, Reza melayani para tetangganya yang ingin bertransaksi.
Tak hanya transfer antarbank atau penarikan tunai, Reza juga melayani pembayaran cicilan hingga pembelian pulsa listrik dan kuota internet. Semua transaksi itu ia jalankan melalui aplikasi L-Smart dari Bank Lampung.
”Saat ini, rata-rata transaksi Rp 15 juta-Rp 25 juta per bulan. Jumlah transaksi meningkat pesat saat ada program bantuan dari pemerintah,” ucap Reza.
Kini, Reza juga menjadi jembatan bagi warga yang ingin mengajukan pinjaman modal usaha tanpa harus jauh-jauh pergi ke bank. Proses yang cepat dan mudah serta bunga yang terjangkau membuat warga desa berani mengakses permodalan lewat agen laku pandai.
Dari usaha itu, Reza mendapat penghasilan Rp 1 juta-Rp 2 juta per bulan, bergantung pada banyaknya transaksi. Bahkan, pendapatan Reza dari usaha laku pandai lebih besar dibandingkan gajinya sebagai guru honorer.
Khusnul Khotimah (48), warga desa yang mengakses kredit usaha rakyat (KUR), menuturkan, ia tidak hanya mendapat kemudahan untuk mengakses pinjaman. Dia juga mendapat pendampingan untuk mengembangkan usahanya, seperti pemanfaatan digital marketing untuk memperluas pemasaran.
Pemilik toko pakaian Karunia Fashion itu awalnya meminjam modal usaha Rp 10 juta dari Bank Lampung. Modal usaha ia pakai untuk memperbesar toko ritelnya. Selain menjual pakaian, kini ia juga membuka usaha warung jajanan dan kebutuhan rumah tangga.
Kepala Cabang Bank Lampung Wilayah Kalianda Malatisnoh mengatakan, warga desa yang ingin mengajukan KUR cukup menyerahkan sejumlah dokumen persyaratan pada agen laku pandai. Mereka juga bisa mengisi formulir peminjaman di rumahnya masing-masing. Setelah itu, petugas bank akan datang ke desa untuk melakukan survei ke calon peminjam modal.
Saat ini, ada sekitar 15 warga desa itu yang telah mengakses KUR ke Bank Lampung dengan bunga 6 persen per tahun. Di tengah situasi pandemi Covid-19, pembayaran cicilan KUR para debitor tergolong lancar. Hal ini menandakan geliat ekonomi pelaku UMKM di desa itu tak mengalami hambatan berarti.
Tumbuhkan BUMDes
Layanan inklusi keuangan yang menjangkau perdesaan juga membuat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Cintamulya semakin berkembang. Selain menjalankan usaha peternakan sapi dan penjualan sembako, BUMDes juga menjadi agen laku pandai yang membantu menyalurkan KUR untuk warga.
Pengurus BUMDes Desa Cintamulya Hartanto menuturkan, saat ini nilai kredit KUR dari Bank Lampung di Desa Cintamulya mencapai Rp 700 juta. Tak hanya pedagang, petani dan peternak juga mengajukan pinjaman modal usaha ke Bank Lampung.
Sejak dua bulan terakhir, BUMDes juga menjadi agen pembayaran pajak kendaraan bermotor melalui aplikasi E-Samdes dari Badan Pendapatan Daerah Lampung.
Menurut Hartanto, petugas BUMDes berinisiatif menjalankan strategi ”jemput bola” untuk menjaring wajib pajak. Petugas mendatangi rumah warga untuk mencatat kepemilikan kendaraan dan tanggal jatuh tempo pajak.
Petugas lalu menyampaikan pesan pengingat agar warga membayar pajak sebelum tanggal jatuh tempo. Selain untuk meningkatkan pendapatan desa, cara ini juga membantu meningkatkan kepatuhan warga dalam membayar pajak.
Hartanto yang juga penggerak wirausaha desa menjadi contoh sukses pelaku usaha desa. Dengan modal awal KUR senilai Rp 25 juta, ia merintis usaha pertanian jahe. Kini, ia menjalankan usaha pengolahan enam jenis makanan.
Salah satunya adalah pembuatan sale pisang. Setiap bulan, dia memproduksi sedikitnya 1.000 kemasan sale pisang yang dijual ke daerah-daerah, antara lain Lampung Selatan dan Bandar Lampung. Kesuksesan Hartanto kian melecut semangat warga lain untuk memulai usaha.
Sekretaris Desa Cintamulya M Taba menuturkan, desa itu awalnya merupakan kawasan hutan Register 35 Way Katibung yang dibuka pada tahun 1964. Tak heran, mayoritas warga desa bekerja di sektor pertanian.
Masuknya layanan keuangan digital, menurut dia, kian memacu geliat warga untuk berwirausaha. Kini, berbagai jenis usaha baru bermunculan, mulai dari makanan olahan hingga makanan siap saji. Usaha ekonomi kreatif seperti kerajinan tapis juga mulai tumbuh.
Literasi keuangan warga juga semakin meningkat sejak adanya galeri investasi desa. Di sana, warga desa belajar investasi reksadana dan saham. Mereka jadi tidak mudah tertipu investasi bodong.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan Lampung Bambang Hermanto menuturkan, sebagian besar desa di Lampung sudah memiliki minimal satu agen laku pandai. Saat ini, dari 2.435 desa di Lampung, hanya tersisa sekitar 100 desa yang belum terjangkau layanan laku pandai kerena kendala internet. Padahal, minat warga untuk menjadi agen laku pandai di desa cukup tinggi.
Kehadiran agen laku pandai di perdesaan memberikan kemudahan bagi warga yang ingin melakukan transaksi keuangan. Selain jarak yang lebih dekat, warga juga bisa mengakses layanan itu hingga malam hari selama agen masih beroperasi.
Agen laku pandai juga memudahkan perbankan untuk menjangkau nasabah di perdesaan. Ke depan, perbankan tidak perlu lagi membuka cabang di setiap kecamatan. Mereka cukup mempunyai agen laku pandai di tingkat desa.
Bambang menambahkan, perluasan inklusi keuangan ini juga bentuk dukungan OJK Lampung pada program Smart Village atau Desa Pintar yang menjadi prioritas Pemerintah Provinsi Lampung. Saat ini, sudah ada empat desa pintar di Lampung, salah satunya adalah Desa Cintamulya.
Di desa itu, inklusi keuangan tidak hanya mempermudah akses layanan keuangan. Pemanfaatan teknologi digital itu juga mampu memunculkan para wirausaha baru dan menggerakkan perekonomian desa.