Bibit Siklon Tropis Picu Gelombang 6 Meter di Perairan Lampung
Kemunculan bibit siklon tropis di Samudra Hindia barat daya Lampung memicu gelombang tinggi di perairan Lampung. Sebagian kawasan pesisir Lampung juga dilanda banjir rob.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Kemunculan bibit siklon tropis di Samudra Hindia barat daya Lampung memicu gelombang tinggi di perairan Lampung. Ketinggian gelombang yang dapat mencapai 6 meter harus diwaspadai karena bisa mengancam keselamatan nelayan saat melaut.
Koordinator Prakirawan Stasiun Maritim Kelas IV Panjang Rifki Arif memaparkan, BMKG telah mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi di wilayah perairan Lampung. Peringatan itu dikeluarkan karena ketinggian gelombang di perairan barat Lampung dan Selat Sunda bagian barat bisa mencapai 6 meter yang membahayakan keselamatan pelayaran.
Berdasarkan data BMKG Lampung, gelombang setinggi 4-6 meter berpotensi terjadi di Selat Sunda bagian barat, perairan barat Lampung, dan Samudra Hindia barat Lampung. Sementara di Teluk Lampung bagian selatan, ketinggian gelombang diprediksi 2,5-4,0 meter. Adapun di perairan Teluk Lampung bagian utara, tinggi gelombang berkisar 1,25-2,5 meter.
”Gelombang tinggi ini dampak dari adanya daerah tekanan rendah di barat daya Lampung atau bibit siklon,” kata Rifki saat dikonfirmasi dari Bandar Lampung, Minggu (5/12/2021).
Ia menjelaskan, bibit siklon tropis tersebut memberikan dampak tidak langsung pada ketinggian gelombang dan pembentukan awan di perairan Lampung. Angin di wilayah perairan Lampung sebagian besar bertiup dari arat barat sampai dengan utara dengan kecepatan hingga 25 knot atau setara 46,3 kilometer per jam.
Bahkan, kecepatan angin di perairan barat Lampung, Selat Sunda bagian barat, dan Samudra Hindia barat Lampung bisa mencapai 30-35 knot. Kondisi itu dinilai bisa membahayakan keselamatan pelayaran.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Lampung Bayu Witara menuturkan, pihaknya telah menyampaikan informasi terkait dengan peringatan dini gelombang tinggi tersebut kepada kelompok nelayan. Nelayan diminta tidak nekat mencari ikan, khususnya di perairan barat Lampung, untuk menghindari kecelakaan laut.
Ia mengatakan, sebagian besar perahu nelayan di Lampung merupakan kapal motor yang ukurannya di bawah 20 gros ton (GT). Jika dihantam ombak besar 4-6 meter, kapal rentan terbalik, bahkan bisa pecah di tengah laut.
Untuk itu, para nelayan diminta menunggu kondisi perairan membaik atau mencari daerah tangkapan yang lebih aman, misalnya, di wilayah teluk Lampung. Meski begitu, nelayan harus tetap melapor pada kantor syahbandar untuk mendapatkan izin melaut dan tetap membawa alat keselamatan, terutama pelampung.
Banjir rob
Selain gelombang tinggi dan angin kencang, sejumlah kawasan pesisir Lampung juga dilanda banjir akibat limpasan air laut atau rob. Sejumlah daerah yang terdampak banjir rob, antara lain, adalah kawasan pesisir Sragi di Kabupaten Lampung Selatan, pesisir Lempasing di Kota Bandar Lampung, hingga Kuala Stabas di Kabupaten Tulang Bawang.
Tapi, banjir rob kali ini lebih tinggi, bisa mencapai 1 meter.
Menurut Rifki, banjir rob yang terjadi di kawasan pesisir Lampung itu sebenarnya merupakan siklus bulanan akibat aktivitas pasang laut. Namun, saat ini, banjir rob terjadi bersamaan dengan ada gelombang tinggi sehingga dampaknya semakin terasa.
Camat Sragi Ahmad Zahri mengatakan, banjir rob melanda Desa Bandar Agung, Kecamatan Sragi, sejak dua bulan terakhir. Bulan lalu, banjir rob terjadi selama sekitar satu pekan dengan ketinggian 50 sentimeter. ”Daerah itu sudah menjadi langganan banjir rob setiap tahun. Tapi, banjir rob kali ini lebih tinggi, bisa mencapai 1 meter,” katanya.
Menurut dia, air laut mulai naik dan menggenangi permukiman nelayan sejak pukul 09.00. Banjir tersebut biasanya surut sekitar pukul 14.00. Hingga saat ini, ada sekitar 70 rumah di Dusun Kuala Jaya yang terdampak banjir tersebut.
Kendati begitu, warga yang terdampak tetap bertahan di rumah masing-masing. Saat air laut naik, warga mengungsi ke rumah kerabat mereka yang tidak terdampak banjir. Jelang sore, warga pulang ke rumah masing-masing.