Anggaran Rp 33,22 Triliun Diharapkan Percepat Pembangunan di NTT
Anggaran dari pemerintah pusat untuk pembangunan di NTT diharapkan dikelolah tepat sasaran. Korupsi elite lokal membuat daerah itu semakin tertinggal.
Oleh
FRANSIKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pemerintah pusat mengalokasikan anggaran senilai Rp 33,22 triliun untuk pembangunan di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2022. Anggaran tersebut diharapkan dapat mempercepat pembangunan dan penanggulangan kemiskinan di NTT. Pemerintah daerah diminta fokus pada target tersebut.
Daniel Hurek, tokoh masyarakat, lewat sambungan telepon, Jumat (3/12/2021), mengatakan, kemiskinan menjadi akar dari berbagai masalah seperti gizi buruk yang kini masih mendera banyak anak NTT. Oleh karena itu, pemerintah terlebih dahulu harus memiliki data lengkap mengenai rumah tangga dimaksud, kemudian menyusun langkah penanganan.
”Minimal di dalam rumah itu harus ada anggota yang produktif. Kalau tidak, tanyakan apa keterampilan dia, lalu bantu cari kerja. Jika dia tidak punya keterampilan, apa bakat dia yang bisa dikembangkan. Dampingi sampai orang itu bisa mandiri,” ucap Daniel.
Mantan Wakil Wali Kota Kupang itu menuturkan, dengan penanganan yang fokus, angka kemiskinan bisa turun. Hal itu pernah ia lakukan pada periode 2007 hingga 2012 saat memimpin penanggulangan kemiskinan di Kota Kupang. Selama lima tahun, dari 24.000 rumah tangga miskin, turun menjadi 14.000.
Sebagaimana keterangan pers Humas Pemprov NTT yang diterima pada Jumat pagi, anggaran 33,22 triliun itu sebagian akan dikelola oleh pemerintah daerah yang terdiri atas pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Selain itu, ada juga lembaga vertikal di daerah yang langsung di bawah kementerian atau lembaga di pusat.
Untuk dana transfer daerah yang akan masuk ke pemprov dan pemkab serta pemkot, jumlahnya Rp 23,1 triliun. Rinciannya terdiri atas dana bagi hasil Rp 280,4 miliar, dana alokasi umum Rp 12.7 triliun, dana alokasi khusus fisik Rp 3.6 triliun, dana alokasi khusus nonfisik Rp 3.6 triliun, dana insentif daerah Rp 62 miliar, dan dana desa Rp 2,8 triliun.
Sementara itu, alokasi untuk satuan kerja di bawah kementerian sebesar Rp 10 triliun. Rinciannya adalah belanja pegawai Rp 3.3 triliun, belanja barang Rp 3,6 triliun, belanja modal Rp 3 triliun, dan bantuan sosial Rp 19 miliar.
Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat terus mengingatkan mengenai penanganan kasus tengkes atau stunting di NTT. Tengkes merupakan kondisi anak balita, baik bobot tubuh maupun tinggi, di bawah ideal. Ia meminta semua bupati/wali kota fokus. Saat ini angka tengkes di NTT sebesar 20,90 persen.
”Stunting ini juga jadi perhatian serius Presiden dan ingin stunting di NTT berada pada angka 14 persen pada tahun 2024. Harus kita seriusi dengan benar masalah stunting ini dan usahakan jangan ada lagi anak yang terlahir stunting pada tahun depan 2022 ini. Kita bermimpi untuk menciptakan generasi yang hebat, sehat, kuat, dan pintar,” katanya.
Secara khusus, ia mengingatkan penanganan kasus malaria di Pulau Sumba. ”Kita bangga dengan pariwisata daerah kita dan jangan sampai pengunjung datang dan terganggu dengan wabah penyakit ini. Saya harapkan Bupati Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, dan Sumba Barat untuk seriusi masalah ini,” katanya.
Secara terpisah, pada Jumat pagi, Direktur Yayasan Penguatan Institusi dan Kapasitas Lokal NTT Tori Kuswardono berpendapat, penanganan kemiskinan di NTT harus melalui kebijakan yang holistik dan berjalan secara bersamaan. Jika tidak, tujuannya tidak akan tercapai.
”Contohnya mau bangun jalan ke areal pertanian, masyarakat setempat harus disiapkan. Bagaimana analisis rantai pasok komoditas pertanian? Pasarnya di mana? Jangan sampai jalan itu nantinya menjadi pintu masuk barang ke sana dan membuat masyarakat jadi konsumtif. Mereka lalu menjual aset mereka,” katanya.