Waspadai DBD Selama Musim Hujan di Nusa Tenggara Timur
Saat ini penangangan penyakit menular jangan hanya fokus pada Covid-19, tetapi khusus di Provinsi Nusa Tenggara Timur, saatnya mulai mewaspadai serangan deman berdarah karena kasus mulai muncul di beberapa daerah.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Jangan hanya konsentrasi pada pandemi penanganan Covid-19. Saat ini kasus demam berdarah dengue pun sudah mulai muncul di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk itu, masyarakat diingatkan agar tetap menjaga lingkungan yang bersih dan bebas dari nyamuk aedes aegypti yang menularkan virus dengue, penyebab DBD.
Kepala Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Timur Messerasih Ataupah di Kupang, Kamis (2/12/2021), mengatakan telah mengingatkan semua kepala dinas kesehatan di 22 kabupaten/kota di NTT agar jangan hanya fokus pada upaya mencegahan penyebaran pandemi Covid-19.
Memasuki musim hujan 2021/2022 kasus demam berdarah dengue (DBD) dan diare sering menimpa warga. Warga kurang peduli terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan. Pencegahan itu jauh lebih baik dibandingkan mengobati.
Ia mengatakan tetap mewaspadai DBD selama musim hujan tahun 2021/2022 ini. Apalagi mulai ada kasus di beberapa kabupaten. Dinas Kesehatan NTT sedang menunggu laporan terakhir. ”Kemungkinan data dari 22 kabupaten/kota ada yang sudah masuk tetapi saya tidak ingat persis. Intinya, semua pihak tetap waspada guna melakukan pencegahan secara dini, tidak hanya pemerintah,” katanya.
Gerakan massal atau perseorangan dalam mencegah kemunculan nyamuk Aedes aegypti perlu dilakukan setiap hari, terutama di sekitar pekarangan rumah masing-masing. Menguras, mengumbur, dan menutup atau 3M, selain menebas rumput-rumput sekitar rumah sebagai tempat sarang nyamuk, tetap dilakukan.
Belajar dari pengalaman itu, musim hujan 2020/2021 kasus DBD sudah ditekan, hanya ada belasan yang dirawat, tetapi tidak ada korban jiwa. (Asep Purnama)
Setelah hujan berhenti, anggota keluarga dan masyarakat sekitar tetap memantau kondisi lingkungan sekitar. Jangan sampai ada air yang tergenang atau tertampung di dalam wadah. Mencegah secara diri, itu jauh lebih baik ketimbang setelah terjadi kasus DBD di rumah itu, kemudian ada aksi langsung di lapangan.
Warga juga diingatkan agar tidak membuang sampah di selokan air sekitar rumah, membiarkan wadah penampung air terbuka di pekarangan rumah, dan rumput-rumput sekitar rumah segera ditebas atau dibersihkan. Jika ada saluran limbah air rumah tangga tergenang segera dialirkan.
Kaleng-kalang bekas, tempurung, ember dan wadah lain penampung air agar segera ditutup, dikuburkan, atau ditelungkupkan agar tidak menyimpan air selama hujan.
Kasus DBD pada musim hujan 2020/2021 sebanyak 326 orang, lima orang meninggal, semuanya anak di bawah usia lima tahun. Sementara musim hujan 2019/2020 terdapat 5.125 kasus, dan 52 orang meninggal. Ini merupakan kasus kematian DBD tertinggi dalam 5 tahun terakhir. ”Diupayakan agar musim hujan kali ini, kasus DBD tidak ada. Kalau ada segera kita lokalisasi sehingga tidak meluas,” katanya.
Spanduk pencegahan DBD yang dipasang di Kantor Dinas Kesehatan NTT di Kupang, tidak banyak manfaat mengatasi kasus DBD di NTT. Petugas kesehatan dan Kader Posyandu perlu turun langsung ke lapangan melakukan sosialisasi pencegahan DBD.
Asep Purnama dari RSUD TC Hillers Maumere mengatakan sedang merawat dua pasien DBD yang masuk rumah sakit itu tiga hari lalu. Ini tidak termasuk pasien DBD anak di bawah usia lima tahun atau balita yang dirawat khusus dokter anak. Belum lagi pasien yang dirawat di rumah sakit swasta lain, dan puskesmas rawat inap.
Setiap musim hujan memang selalu ada kasus DBD. Namun, diharapkan kasus itu tidak meluas seperti kejadian 2019/2020, di mana Kementerian Kesehatan turun tangan langsung ke Sikka. ”Belajar dari pengalaman itu, musim hujan 2020/2021 kasus DBD sudah ditekan, hanya ada belasan yang dirawat, tetapi tidak ada korban jiwa,” katanya.
Kasus DBD di Sikka tahun 2020 mencapai 1.667 pasien yang dirawat sampai semua rumah sakit dan puskesmas rawat inap kewalahan karena keterbatasan tempat tidur. Saat itu 14 orang meninggal, terutama anak balita.
Kebersihan lingkungan
Maksi Ola Boli (35), warga Desa Boru, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, mengatakan, anaknya Alice Boli (3) baru saja pulang dari Puskesmas Rawat Inap Boru setelah dirawat satu pekan karena DBD. Peristiwa ini mendorong keluarga besar Ola Boli waspada, dan mulai memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar rumah selama musim hujan.
”Biasanya orang membuang gelas air mineral bekas di sembarang tempat. Gelas mineral bekas kadang tersembunyi di rerumputan sekitar rumah. Tanpa disadari, wadah itu ternyata menjadi tempat bersarang nyamuk,” ujarnya.
Ia mengaku telah membersihkan seluruh halaman rumah, menguburkan gelas air mineral bekas, botol, kaleng, dan tempurung yang berserakan di halaman rumah. Selokan air di samping rumah pun telah dibersihkan dan diharapkan tidak terjadi genangan air di selokan itu.
Meski demikian ia berharap pemerintah tetap melakukan fogging di rumah-rumah warga, halaman rumah, dan mendorong pembersihan lingkungan secara massal guna menghindari kemunculan nyamuk Aedes aegypti. ”Abate pun harus dibagi gratis kepada masyarakat,” katanya.
Anggota DPRD NTT, Viktor Mado, meminta pemerintah tidak hanya fokus pada upaya pencegahan penyebaran kasus Covid-19. Penyakit-penyakit lain yang muncul di saat musim hujan, seperti diare dan DBD, pun perlu diwaspadai. Masyarakat cenderung mengabaikan kesehatan selama musim hujan.