Trenggiling Kian Terancam, Pelaku Perdagangan Satwa Dilindungi Ditangkap di Sumut
Perdagangan bagian tubuh hewan dilindungi masih terus terjadi di Sumatera Utara. Dua orang ditangkap karena menjual 36,7 kilogram sisik trenggiling dan seorang lainnya menjual satu paruh burung rangkong gading.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
Dua penyamaran yang dilakukan personel Satuan Polisi Reaksi Cepat Brigade Macan Tutul Seksi Wilayah I Balai Penanganan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera, membuahkan hasil. Pelaku perdagangan organ satwa dilindungi berhasil ditangkap.
Akan tetapi, mitigasi perlindungan satwa liar dilindungi jelas harus jadi prioritas. Penangkapan pelakunya terjadi setelah banyak satwa-satwa itu terlanjur meregang nyawa.
Kabar tentang adanya warga Kecamatan Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumut, yang ingin menjual 40 kilogram sisik trenggiling (Manis javanica) dan 17 paruh burung rangkong gading (Rhinoplax vigil), membuka penelusuran kasus ini, Kamis (25/11/2021). Satuan Polisi Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Macan Tutul turun tangan menyelidikinya.
Rencana penangkapan pun dibuat. Setelah personel yang menjadi calon pembeli dipilih, kontak dengan diduga pedagang satwa dilindungi lantas dibuka.
Komunikasinya berjalan mulus. Nego harga sisik trenggiling tidak butuh waktu lama. Titik pertemuan juga ditentukan kilat di depan Kafe Bahyung Coffee, Kecamatan Tanjung Morawa, Deli Serdang, Kamis (25/11) siang.
Sesuai waktu yang disepakati, dua terduga pelaku, SP (42) dan M (26), datang membawa sebuah kardus. Setelah dibuka, kardus itu benar berisi sisik trenggiling dalam empat karung goni. Tanpa banyak bicara, dua pelaku itu langsung ditangkap.
Setelah ditimbang, berat sisik trenggiling sitaan itu mencapai 36,7 kg. Dengan perkiraan 1 kg sisik trenggiling diambil dari 10 ekor, ada sekitar 360 ekor trenggiling yang harus meregang nyawa. Diduga, trenggiling itu ditangkap dari habitatnya di kawasan hutan di dekat Desa Paricoran, Kecamatan Garoga.
Pengungkapan kasus tidak berhenti di sana. Kepala Seksi Wilayah I Medan Balai Penanganan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Haluanto Ginting mengatakan, pihaknya lantas mendalami jaringan perdagangan itu. Hingga akhirnya diketahui ada seseorang yang sedang mencari pembeli paruh rangkong gading.
"Kami kembali menyamar dan sepakat bertemu bertemu di parkiran sebuah restoran cepat saji di daerah Titi Kuning, Medan," kata Haluanto.
Setelah bertemu, pelaku berinisial MB (41) menunjukkan paruh rangkong gading. Petugas yang menyamar pun langsung menangkapnya dan membawa ke markas Balai Gakkum Sumatera.
Ketiga pelaku pun telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka melanggar ketentuan Pasal 21 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera Subhan, di Medan, Sabtu (27/11/2021), mengatakan, penangkapan pelaku perdagangan itu sangat penting untuk konservasi trenggiling. Mereka akan menelusuri jaringan perdagangan itu agar bisa mengungkap aktor intelektual dan pelaku perburuan.
Khusus perdagangan sisik trenggiling, kasusnya sudah beberapa kali diungkap. Pekan lalu, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut menangkap RS (40) saat hendak menjual 5 kg sisik trenggiling di Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara.
Kritis
Di dunia kini terdapat delapan spesies trenggiling. Sebanyak empat jenis di Asia (Manis javanica, M pentadactyla, M crassicaudata, dan M culionensis) serta empat lainnya di Afrika (M gigantea, M temmincki, M tricuspis, dan M tetradactyla). Trenggiling di alam Indonesia adalah M javanica. Satwa ini tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, dan Lombok.
Pertemuan Para Pihak (COP- 17) CITES di Johannesburg, Afrika Selatan, 24 September-5 Oktober 2016, memasukkan trenggiling bersama tujuh spesies lain agar dilarang diperdagangkan. Di Indonesia, fauna malam itu masuk daftar dilindungi dalam PP No 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Akan tetapi, aturan itu tidak menghalangi ulah para pemburu liar. Perburuan ilegal kian marak terjadi. Trenggiling bahkan menjadi salah satu satwa dilindungi paling banyak dijual ilegal. Dagingnya dimakan. Sisiknya bahkan dibuat menjadi bahan obat terlarang. Bayi trenggiling yang masih lunak juga banyak dipesan untuk menu santapan.
China diduga kuat menjadi negara tujuan utama penjualan ilegal trenggiling. Budaya mengonsumsi trenggiling berkembang lama di sana. Namun, karena ketersediaan trenggiling tiongkok (M pentadactyla) langka, pedagang ilegal menyasar M javanica, khususnya dari Indonesia, untuk memastikan sajian daging tetap ada.
Akibatnya, adalah eksploitasi besar-besaran yang menggerus populasi trenggiling Nusantara. Kajian ekologi dan populasi di Jabar, Sumut, Kalsel, dan Kalteng yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), populasi trenggiling di wilayah itu sangat rendah, berkisar 3-80 ekor.
Bahkan, di beberapa lokasi termasuk langka (kurang dari tiga ekor). Punahnya trenggiling di alam bisa memuluskan langkah ledakan populasi semut dan rayap (Kompas, 14 Maret 2016).
Penangkapan para pelaku perdagangan liar jelas harus diapresiasi. Namun, pencegahan sebelum satwa liar dilindungi itu mati juga patut diperjuangkan.