Perjalanan Borobudur Marathon dari masa ke masa didokumentasikan dalam sebuah buku berjudul ”Borobudur Marathon Mewarnai Zaman”. Buku itu diharapkan bisa mewarnai sejarah Indonesia di tengah pandemi.
Oleh
KRISTI UTAMI
·2 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Sebuah buku berjudul Borobudur Marathon Mewarnai Zaman diluncurkan, Jumat (26/11/2021) atau sehari sebelum digelarnya Borobudur Marathon Powered by Bank Jateng 2021. Buku tersebut mendokumentasikan kerja dari banyak pihak dalam menyelenggarakan sebuah ajang lari bergengsi yang diharapkan bisa mewarnai sejarah.
Buku tersebut berisi foto-foto dan artikel yang dibuat jurnalis harian Kompas selama penyelenggaraan Borobudur Marathon periode 2017-2020. Penyusunan buku itu juga turut didukung oleh Bank Jateng serta Yayasan Borobudur Marathon. Sejumlah tokoh, seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Direktur Utama Bank Jateng Supriyatno, Ketua Yayasan Borobudur Marathon Liem Chi An, dan Pemimpin Umum Harian Kompas Lilik Oetama, turut menuliskan sekapur sirih dalam buku tersebut.
”Pada masa 400 tahun sebelum Masehi, seorang tokoh Yunani bernama Pheidippides menyampaikan bahwa maraton bukan hanya berlari, melainkan juga untuk menyampaikan kemenangan. Dalam buku ini, kerja-kerja dari banyak pihak didokumentasikan. Harapannya, bisa mewarnai sejarah yang menandai bahwa bangsa ini pernah melakukan sebuah karya besar, tradisi besar menggunakan kekuatan manusia untuk berlari menghadapi pandemi yang sedemikian sulit dan berhasil,” kata Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra dalam acara peluncuran buku itu.
Menurut Sutta, Borobudur Marathon tetap diselenggarakan di masa pagebluk. Hal itu terjadi karena penyelenggara berkaca pada semangat seorang pelari yang tidak pernah kalah, selalu memulai untuk mencapai garis finis.
”Meskipun menghadapi pandemi yang sedemikian berat, Borobudur Marathon terus kami jalankan. Spirit Borobudur Marathon bukan semata-mata menggerakkan perekonomian di Magelang dan di Jateng, melainkan memberi inspirasi kepada Indonesia untuk terus bergerak dan beradaptasi melawan pandemi,” tambahnya.
Tetap digelarnya Borobudur Marathon di masa pandemi, disebut Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo, menunjukkan Borobudur Marathon tidak kalah dengan maraton-maraton di negara lain, seperti London Marathon dan Tokyo Marathon. Hal ini diharapkan bisa menjadi hikmah yang bisa dipetik oleh bangsa Indonesia.
”Kami memilih hikmah itu untuk dibukukan agar semua orang bisa melihat bahwa Borobudur bisa, Jateng bisa, Indonesia bisa. Jangan pernah lelah mencintai Indonesia dan jangan pernah lelah untuk datang ke Borobudur Marathon setiap event itu digelar,” ujar Budiman.
Dalam gelarannya yang kelima, Borobudur Marathon mengambil tema ”Symphony of Energy”. Tema itu dinilai Supriyatno bisa menghadirkan sebuah optimisme.
”Kegiatan ini membuktikan bahwa kita bukan hanya menghadirkan event, melainkan juga membawa energi dari Jateng ke seluruh Indonesia. Kalau kita bersatu, saya kira tidak ada yang tidak bisa kita lakukan,” tuturnya.