KPK menyatakan upaya pencegahan korupsi di Papua masih rendah selama tiga tahun terakhir.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Skor upaya pencegahan korupsi di Provinsi Papua selama tiga tahun terakhir dinilai sangat rendah. Semua kepala daerah di provinsi itu pun diminta memperkuat tata kelola pemerintahan yang baik serta meningkatkan komitmen pencegahan korupsi.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata dalam Rapat Koordinasi Supervisi Pencegahan Korupsi Terintegrasi di Wilayah Papua, Selasa (23/11/2021), di Jayapura. Penilaian skor berdasarkan monitoring KPK di delapan area yang rawan korupsi.
Alexander memaparkan, kedelapan area rawan korupsi meliputi perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa, perizinan, pengawasan aparatur intern pengawasan pemerintah, manajemen aparatur sipil negara, optimalisasi pajak daerah, manajemen aset daerah, dan tata kelola keuangan desa.
Dia mengungkapkan, skor rata-rata upaya pencegahan korupsi di wilayah Papua berdasarkan delapan area yang terangkum dalam Monitoring Center for Prevention (MCP) masih rendah. Dengan skala skor 0 hingga 100 persen, tercatat skor rata-rata wilayah Papua 25 persen pada tahun 2018, 34 persen pada 2019, dan 25 persen pada 2020.
”Sementara pada tahun 2021 ini, skor rata-rata upaya pencegahan korupsi masih di angka 9 persen dibandingkan skor rata-rata nasional 46 persen,” ucap Alexander.
Dia pun meminta semua kepala daerah di 28 kabupaten dan 1 kota di Papua memperkuat tata kelola pemerintahan yang baik di daerah masing-masing. Alexander mengingatkan, kunci keberhasilan pencegahan korupsi tidak lain komitmen kuat pimpinan daerah, yaitu kepala daerah bersama-sama pimpinan DPRD.
”Setiap insan di jajaran birokrasi, baik di bidang eksekutif maupun legislatif, harus menjaga integritas dan terus memperkuat tata kelola yang terintegrasi,” ujarnya.
Ia pun mengatakan setiap kepala daerah harus memberdayakan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP). Hal ini agar inspektorat dapat melakukan fungsi pengawasan yang memadai.
”APIP mengawal kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan selama lima tahun. Karena itu, APIP harus diperkuat kapasitasnya dengan memberikan pelatihan, menambah jumlah auditor, maupun kecukupan anggarannya,” kata Alexander.
Alexander menekankan pentingnya kehadiran negara dalam mengatasi persoalan aset, khususnya tanah, di Papua. Pasalnya, sangat rawan jika aset tidak memiliki dasar hukum yang sah. Karena itu, pihaknya terus mendorong percepatan sertifikasi aset sebagai bentuk pengamanan demi mencegah terjadinya kerugian keuangan negara atau daerah karena aset yang beralih dan dikuasai pihak ketiga yang tidak berhak.
Pelaksana Tugas Inspektur Provinsi Papua Anggiat Situmorang mengakui hasil monitoring KPK yang mengungkap rendahnya upaya pencegahan korupsi di Papua sejak tahun 2018 hingga kini. Penyebabnya, tidak semua daerah di Papua melaporkan hasil monitoring dari delapan area tersebut.
Selain itu, ada pula pemerintah daerah di sejumlah kabupaten yang belum melaporkan monitoring upaya pencegahan korupsi dengan alasan belum memiliki jaringan internet dan listrik yang memadai.
”Sebenarnya ada sejumlah daerah dengan nilai MCP yang baik, seperti Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, dan Kabupaten Nabire. Sementara banyak kabupaten di daerah pegunungan Papua yang belum melaporkan hasil monitoring hingga kini,” kata Anggiat.