UMP Sulteng Naik Tipis, Organisasi Buruh Masih Mengkaji Sikap
Kenaikan tipis upah minimum provinsi Sulteng untuk 2022 masih dikaji organisasi buruh untuk menentukan sikap, apakah menerima atau menolaknya.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·2 menit baca
PALU, KOMPAS – Upah minimum provinsi Sulawesi Tengah untuk 2022 naik 3,78 persen menjadi Rp 2,390 juta dari upah pada 2021 sebesar Rp 2,303 juta. Organisasi buruh masih mengkaji kenaikan upah tersebut untuk menentukan sikap apakah menerima atau menolaknya.
Penetapan upah minimum provinsi (UMP) Sulteng dilakukan Gubernur Sulteng Rusdy Mastura melalui keputusan pada 19 Desember 2021. Selain besaran, UMP tersebut juga berlaku bagi buruh atau pekerja dengan masa kerja nol tahun, status masih lajang, dan tidak memiliki keterampilan (skill).
Keputusan tersebut juga mengatur sistem pengupahan harian dengan ketentuan untuk waktu kerja enam hari dalam seminggu upah sebulan dibagi 25 atau Rp 95.600 per hari. Sementara untuk perusahaan yang memberlakukan waktu kerja lima hari, upah hariannya dibagi 21 atau sekitar Rp 113.000 per hari.
Kepala Bidang Pengawasan dan Penyelesaian Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulteng Joko Pranowo di Palu, Senin (22/11/2021), menyatakan kenaikan UMP ditetapkan sesuai formula Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Komponen yang dihitung adalah konsumsi rumah tangga, rata-rata jumlah anggota keluarga dalam sebuah keluarga, rata-rata anggota rumah tangga yang bekerja, dan pertumbuhan ekonomi.
”Kami pastikan agar UMP ini berlaku di lapangan untuk pekerja yang memang telah diatur, yakni masa kerja nol tahun dan lajang. Sementara yang di luar ketentuan tersebut, gajinya harus di atas UMP,” ujarnya.
Terkait penetapan UMP tersebut, Sekretaris Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia Sulteng Jois A Laota mengatakan, pada prinsipnya kenaikan upah yang kecil itu ditolak, tetapi pihaknya masih mengkaji. ”Setelah kajian itu nanti kami akan tentukan sikap seperti organisasi buruh lainnya yang telah menyatakan menolak upah secara nasional,” ucapnya.
Ia menyebutkan, dengan kenaikan hanya 3,78 persen, patut diduga penentuan UMP 2022 tak didasarkan pada survei kebutuhan riil rumah tangga. Padahal, kebutuhan riil rumah tangga merupakan komponen utama dalam penentuan besaran upah.
Kebutuhan riil rumah tangga pada 2022 pun dipastikan meningkat karena diperkirakan banyak jenis kebutuhan yang akan naik harganya. Kondisi itu terkait dampak pandemi dalam dua tahun terakhir dan naiknya harga sejumlah komoditas.
Menurut Jois, penentuan UMP 2022 dilakukan tidak didahului penentuan upah minimum kabupaten/kota. Seharusnya langkah itu lebih dulu dilakukan sehingga UMP menjadi titik tengahnya. Ia menilai penentuan UMP Sulteng 2022 tidak prosedural. Hal itu juga menjadi bagian dari kajian yang akan dilakukan.