Jawa Barat Tetapkan Upah Minimum Provinsi 2022 Sebesar Rp 1,84 Juta
Ketentuan ini berdampak pada kenaikan UMP Jabar sebesar 1,7 persen. Serikat pekerja masih menganggap kenaikan ini hal yang merugikan sehingga berencana untuk menggelar aksi.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Pemerintah Jawa Barat menetapkan Upah Minimum Provinsi Tahun 2022 sebesar Rp 1,84 juta. Keputusan ini berlandaskan tiga formula hukum dan diharapkan bisa mendorong pengupahan yang adil dan berdaya saing.
Sekretaris Daerah Jawa Barat Setiawan Wangsaatmadja di Gedung Sate, Kota Bandung, Sabtu (20/11/2021) menyatakan, Upah Minimum Provinsi (UMP) Jabar Tahun 2022 diputuskan Rp 1.841.487,31. Keputusan ini dikeluarkan dengan pertimbangan tiga aturan hukum, yaitu UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan Peraturan Pemerintah (PP) No 36 Tahun 2021 tentang pengupahan.
Keputusan UMP tahun ini naik sekitar 1,7 persen dibanding tahun sebelumnya dan berdampak pada perubahan nilai upah bagi pekerja di Jabar. Menurut Setiawan, dari 27 kabupaten dan kota di Jabar, 11 daerah di antaranya tidak akan mengalami kenaikan dan 16 lainnya akan naik.
“Dari hasil simulasi kami, ada 11 daerah yang tidak naik. Paling tinggi itu kira-kira Kabupaten Karawang, dan terendah Kota Banjar. Perlu dipahami, pengupahan ini merupakan program strategi nasional. Semua mengandung konsekuensi jika tidak dilaksanakan,” ujarnya.
Jika dilihat dari Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) di Jabar tahun 2021, sebanyak 21 daerah memiliki nilai UMK di atas Rp 2 juta. Bahkan, tujuh kabupaten/kota teratas memiliki nilai UMK lebih dari Rp 4 juta.
Kabupaten Karawang memegang nilai tertinggi, hingga Rp 4,79 juta. Sementara itu, UMK terendah ada di Kota Banjar sebesar Rp 1,83 juta. Selain Kota Banjar, ada juga Kabupaten Pangandaran (Rp 1,86 juta), Kabupaten Ciamis (Rp 1,88 juta), dan Kabupaten Kuningan (Rp 1,88 juta).
Gubernur Jabar Ridwan Kamil menyatakan, kebijakan UMP ditujukan untuk mendorong kemajuan ekonomi Indonesia melalui pengupahan yang adil dan berdaya saing. Emil mengingatkan, penetapan ini hanya untuk pekerja yang umur kerjanya satu tahun. Untuk pekerja yang memiliki masa kerja di atas satu tahun, pengupahan yang berlaku akan menggunakan struktur dan skala upah.
“Kepada buruh yang di atas satu tahun usia kerjanya, bisa mengajukan kenaikan dengan negosiasi langsung kepada perusahaannya. Jadi, naiknya bisa sesuai dengan negosiasi dan kesepakatan,” ujarnya.
Akan tetapi, keputusan kenaikan upah ini masih disayangkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Roy Jinto Ferianto. Solusi untuk menyerahkan negosiasi gaji langsung antara pekerja dan perusahaan itu dianggap Roy adalah tindakan lepas tanggung jawab dari pemerintah.
“Sudah pasti keputusan gubernur ini sangat mengecewakan teman-teman buruh. Apalagi, mereka menggunakan UU Cipta Kerja yang masih menunggu putusan oleh hakim MK (Mahkamah Konstitusi). Harusnya pemerintah menghargai proses hukum karena ini masih masa transisi,” ujarnya.