Pesan Pentingnya Koridor dari Orangutan Menyeberang Jalan Raya di Kutai Timur
Beredar video orangutan menyeberang jalan raya di antara kendaraan yang melintas di Kutai Timur, Kaltim.
Beberapa hari ini beredar video orangutan atau Pongo pygmaeus mencoba menyeberang jalan raya beraspal di tengah hujan di Simpang Perdau, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Pemandangan ini tak lazim sekaligus sangat memprihatinkan pada fauna-fauna pemelihara dan penghuni belantara.
Video itu diunggah akun Twitter @orangutan_COP pada Selasa (16/11/2021). Di dalam video yang disukai lebih dari 2.000 akun tersebut terlihat seekor orangutan menyeberang jalan di antara truk dan kendaraan lain.
Sebelum memasuki kawasan hutan di tepi jalan, si pongo sempat kaget saat ada mobil yang mendekat. Dalam video tersebut, salah satu pengendara mobil mengurangi laju kendaraan dan membiarkan satwa endemik Kalimantan itu menyeberang dengan selamat. Namun, ada juga kendaraan dan truk yang terus melintas meski mengurangi kecepatan.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur Ivan Yusfi Noor menjelaskan, timnya sudah turun ke lokasi setelah video itu beredar. Setelah dicek, kejadian itu berada di sekitar Km 5,5 dari Simpang Perdau, ruas Jalan Sangatta-Muara Wahau. Dari hasil peninjauan lapangan, timnya tak menjumpai orangutan.
Namun, ia bisa memastikan memang terdapat orangutan di sekitar jalan tersebut. Itu terbukti karena timnya menemukan sarang orangutan berjarak ratusan meter dari jalan raya. Sarang itu berada di salah satu pucuk pohon dengan ciri tumpukan dahan kecil yang dipatahkan dan dibengkokkan.
Dari ciri-ciri yang ada di video, Ivan memastikan bahwa itu orangutan jantan dewasa yang terlihat dari ukuran tubuh dan bentuk pelipis yang gemuk dan bantalan pipi (cheek pad). Mamalia endemik itu menyeberang jalan diduga mencari makan atau bereproduksi mengingat hutan sekunder di kedua sisi jalan itu adalah habitat orangutan.
Baca juga: Balada Orangutan di Kaltim
BKSDA Kaltim juga mencatat, dari sejumlah penelitian, wilayah tersebut merupakan habitat orangutan. Wilayahnya meliputi Sangatta-Bengalon-Tepian Langsat-Muara Wahau. Dari pengamatan BKSDA Kaltim, habitat tersebut tak semuanya terhubung. Ada yang terpisah oleh jalan raya.
”Areal di situ memang tutupan hutan sekunder. Di situ, kami, juga para peneliti, mengenal Perdau, Bengalon, sampai Wahau adalah habitat orangutan. (Di sana) ada kawasan hutan, ada APL (areal penggunaan lain),” ujar Ivan, dihubungi pada Jumat (19/11/2021).
APL yang Ivan maksud adalah konsesi PT Kaltim Prima Coal (KPC), salah satu perusahaan tambang batubara terbesar di Kaltim. Dari kawasan pertambangan itu, disisakan kawasan yang ditumbuhi vegetasi hutan sekunder sebagai tempat hidup orangutan.
Mukhlisi dan Wawan Gunawan menulis penelitian dengan judul ”Karakteristik Vegetasi Habitat Orangutan (Pongo pygmaeus morio) di PT KPC, Kaltim” yang diterbitkan Jurnal Biologi Al-Kauniyah. Di dalam jurnal terbitan November 2018 itu, mereka menulis kawasan konsesi PT KPC menjadi salah satu habitat tersisa bagi populasi orangutan di luar kawasan konservasi dengan ciri khas vegetasi hutan sekunder.
Secara lanskap, kawasan PT KPC berbatasan langsung dengan Taman Nasional Kutai yang menjadi habitat alami orangutan. Dari amatan mereka, sebagian populasi orangutan di kawasan PT KPC menempati kantong-kantong habitat terpisah yang sudah tidak saling terhubung satu sama lain, terutama pada bekas kawasan reklamasi pascatambang.
”Yang kemarin baru dipresentasikan oleh Dr Yaya Rayadin, ahli orangutan dari Universitas Mulawarman, di area konsesi pertambangan PT KPC yang masih berhutan itu ada sekitar 500 ekor orangutan. Area vegetasinya memang luas. Tujuannya memang itu, sebagai tempat satwa untuk menyelamatkan diri saat area tambangnya dibuka,” kata Ivan.
Membuat plang dan koridor
Berdasarkan pengalaman Ivan, orangutan melintas di sekitar jalan tersebut bukan hal baru. Pada 2006, ia melihat orangutan menyeberang saat berkendara di sekitar Simpang Perdau. Selain itu, terdapat sejumlah laporan warga ke BKSDA Kaltim terkait munculnya orangutan di sana.
Mengingat jalur tersebut adalah jalur cukup ramai dilalui kendaraan, BKSDA Kaltim akan membuat plang atau papan peringatan untuk pengguna jalan. Isinya mengenai imbauan untuk berhati-hati dan larangan memberi makan kepada satwa liar yang melintas.
”Saya sudah memerintahkan untuk segera membuat rambu yang nanti akan mengingatkan pengendara yang melalui jalur itu,” katanya.
Sebelumnya, Manajer Yayasan Pro Natura Agusdin, mitra pemerintah dalam mengelola Hutan Lindung Sungai Wain di Balikpapan, mengingatkan pentingnya koridor satwa dalam pembangunan jalan yang beririsan dengan habitat satwa. Itu bisa disesuaikan dengan karakteristik satwa di sekitarnya.
Koridor yang dimaksud adalah tempat khusus yang dibuat melintang di atas jalan untuk satwa melintas. Bentuknya bisa berupa jembatan atau terowongan yang ditanami flora tertentu untuk menggiring satwa melintas di sana. Itu rekayasa untuk menghindari satwa untuk menyeberang langsung di jalan.
”Binatang itu perlu kawasan yang menunjang untuk berpindah tempat. Jika tidak, rentan terjadi konflik antara satwa dan manusia. Itu juga untuk menghindari satwa tertabrak saat melintas jalan raya,” katanya.
Terkait hal tersebut, Ivan mengatakan, di sekitar Simpang Perdau belum terdapat koridor khusus untuk satwa melintas. Pihaknya belum memiliki data penunjang tentang titik mana saja yang kerap dilalui satwa untuk berpindah tempat.
”Kita harus benar-benar meneliti terlebih dahulu. Apakah ada jalur-jalur khusus yang kerap dilalui. Butuh penelitian tentang aktivitas dan perilaku mereka. Atau, bisa juga membangun desain yang mengarahkan satwa ke terowongan atau jembatan khusus itu.” ujar Ivan.
Baca juga: Kalimantan: Hilangnya Rimba, Pemburu Terakhir, dan Bencana
Umbrella species
Agus Irwanto dari Yayasan Samboja Lestari, pusat rehabilitasi orangutan di Kaltim, mengatakan, keberadaan orangutan sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan. Orangutan adalah umbrella species. Artinya, keberadaannya menyokong keberlangsungan spesies makhluk lain.
”Contohnya, kemajemukan atau variasi tanaman di hutan disebabkan kontribusi orangutan sebagai salah satu aktor seed dispersal atau penyebaran benih melalui kotoran dan sisa makanan. Hutan alami bermanfaat bagi manusia sebagai daya dukung lingkungan dan penyedia oksigen,” ujar Agus.
Ia mengimbau agar warga yang melintas tidak memberi makan atau mendekat jika bertemu orangutan yang melintas. Hal itu berpotensi membuat orangutan merasa nyaman sehingga akan kembali lagi ke jalan yang jelas bukan habitat aslinya.
Jika itu yang terjadi, orangutan tidak lagi liar dan mandiri di hutan. Ujungnya, orangutan tak lagi menjadi aktor penyebaran benih dan pemelihara keutuhan belantara ”paru-paru” Indonesia dan dunia.