Bukan hanya Yana yang ”hilang” di Cadas Pangeran, Sumedang. Dulu, diduga ribuan nyawa melayang saat pembangunan jalan itu. Kini, sejumlah tempat bakal hilang dimakan perkembangan zaman.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·5 menit baca
Misteri hilangnya Yana Supriatna (40) di Cadas Pangeran, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, mulai terkuak. Pria itu ditemukan jauh dari laporan lokasi terakhir dalam kondisi sehat. Namun, bukan hanya Yana yang ”hilang” di Cadas Pangeran, jalan yang pembangunannya pernah menelan banyak korban jiwa.
Yana dilaporkan hilang di sekitar Cadas Pangeran, Kecamatan Pamulihan, sejak Rabu (17/11/2021) pukul 18.00. Kantor SAR Bandung menerima informasi tersebut pada Kamis (18/11/2021) dan langsung menerjunkan sejumlah personel ke lokasi. Tim bergabung bersama Polres Sumedang, TNI, hingga Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumedang 20 menit kemudian.
Di Jalan Cadas Pangeran, tim menemukan helm dan sepeda motor Yana. ”Sesuai hasil pertimbangan, pencarian difokuskan menggunakan (anjing pelacak) K-9. Untuk tim, disiagakan apabila hasil endusan K-9 menuju titik yang membutuhkan peralatan vertical rescue,” ujar Kepala Kantor SAR Bandung Deden Ridwansah dalam keterangannya.
Sebelum menghilang, Yana sempat mengirim pesan suara kepada istrinya. Ia mengabarkan sedang shalat Isya di Simpang, Cadas Pangeran, dan bertemu dengan seseorang yang ingin ikut bersamanya. Namun, pada pesan keduanya, Yana terisak seperti minta tolong, ketakutan. Pesan suara itu tersebar di media sosial.
Berbagai spekulasi bermunculan. Ada yang berpendapat, Yana hilang dibawa jin hingga jatuh ke jurang Cadas Pangeran. Kasus ini pun viral di medsos. Kata kunci ”Yana” dan ”Cadas Pangeran”, misalnya, sempat menempati topik paling tren di Twitter. Media arus utama juga berlomba menyajikan berita terkini soal Yana.
Teka-teki lenyapnya Yana akhirnya terungkap Kamis petang. Ia ditemukan dalam kondisi sehat di Dawuan, Cirebon. Berbagai media menuding Yana nge-prank (berbohong). Padahal, mungkin Yana memang hanya ingin menyampaikan kontennya pada keluarga bukan pada warganet, apalagi media massa.
Bahkan, muncul meme, seperti papan pengumuman berisi ”Kuncen Tutup (Gara-gara Yana)” atau foto wajah Dian Sastrowardoyo bersanding dengan Yana bertuliskan ”Ada apa dengan Yana?”.
Apakah kasus ini merugikan publik atau melanggar hukum? Polres Sumedang hingga kini masih menggali keterangan Yana. Namun, sebenarnya, bukan hanya Yana yang ”hilang” di Cadas Pangeran. Jalan berliku penghubung Bandung-Cirebon berusia 200 tahun itu menyimpan ”berjuta” cerita yang sulit dilupakan.
Cadas Pangeran sepanjang 11 kilometer membentang di tiga kecamatan, yakni Pamulihan, Sumedang Utara, dan Sumedang Selatan. Nama Cadas Pangeran diambil dari bebatuan cadas di daerah tersebut, sedangkan pangeran merujuk pada Pangeran Kornel atau Bupati Sumedang Pangeran Kusumadinata IX (1791-1828).
Versi lain, Cadas Pangeran merefleksikan watak keras (cadas) Pangeran Kornel yang menentang pembangunan Jalan Raya Pos atau De Grote Postweg yang diprakarsai Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Pengerjaan jalan yang menghubungkan Anyer hingga Panarukan dimulai pada 1808. Pembangunan ini ditandai dengan mobilisasi besar-besaran tenaga kerja wajib dari setiap kabupaten, termasuk Sumedang.
Pangeran Kornel memprotes keras proyek itu karena menyiksa warganya. Pekerja punya perbekalan terbatas dan upah sangat kecil, antara 1-10 ringgit perak per meter. Padahal, mereka wajib membelah bukit di medan yang curam dengan alat seadanya, seperti linggis (Kompas, 18/8/2008).
Perlawanan rakyat tersebut lalu diabadikan dalam patung Pangeran Kornel yang bersalaman dengan Gubernur Jenderal Daendels di jalur pemisah Cadas Pengeran Atas dan Cadas Pangeran Bawah. Bupati itu bersalaman dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya memegang keris. Sementara Daendels berjabat dengan tangan kanan.
Cara salaman yang tak lazim itu tidak hanya menunjukkan keberanian sang bupati, tetapi juga bentuk ancaman. Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Jalan Raya Pos, Jalan Raya Daendels menuliskan, patung itu menjadi simbol peringatan terbunuhnya 5.000 orang dalam pembangunan Cadas Pangeran.
Sejarawan dari Universitas Indonesia, Djoko Marihandono, dalam makalahnya ”Mendekonstruksi Mitos Pembangunan Jalan Raya Cadas Pangeran 1808: Komparasi Sejarah dan Tradisi Lisan”, menyebutkan, tidak ada catatan tertulis pertemuan Kornel dan Daendels. Meski demikian, kisah turun-temurun itu menjadi identitas budaya lokal masyarakat.
Mungkin kisah patriotik itu bakal hilang jika generasi berikutnya tidak mengenal sejarah. Namun, berbagai peristiwa di Cadas Pangeran, tidak akan lenyap karena berpotensi berulang. Salah satunya, jalan itu termasuk paling rawan longsor di Jabar. Terutama ketika musim hujan seperti sekarang.
Longsor terparah pernah terjadi pada 28 April 1995. Sekitar 600 meter jalan Cadas Pangeran ”hilang” terbawa longsor. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu. Namun, hubungan telepon Bandung-Sumedang sempat putus karena 12 tiang telepon terkubur tanah dan tujuh tiang lainnya runtuh. Tiga mesin pengeruk tanah backhoe hilang terbawa longsoran tanah.
Longsor di Cadas Pangeran tidak hanya mengancam jalur transportasi, tetapi juga mengancam permukiman. Alat inklinometer yang dipasang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di tebing pada 2007 menunjukkan pergeseran tanah hingga 5 sentimeter pada tebing di bagian atas. Data ini memperingatkan tingkat kerentanan longsor di kawasan itu sangat tinggi.
Kemiringan lereng hingga 40 derajat di Cadas Pangeran juga rawan kecelakaan lalu lintas. Truk oleng hingga tabrakan mengancam di sana. Jika tak waspada, bisa-bisa nyawa melayang. Pengendara ”dihantui” kecelakaan sekaligus longsoran saat musim hujan. Belum lagi, kemacetan lalu lintas jelang Lebaran dan masa libur lainnya.
Pemerintah pun mencanangkan pembangunan Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) sejak 2010 sebagai jalur alternatif dari Cadas Pangeran. Proyek tol sepanjang 61,7 kilometer itu diharapkan meningkatkan perekonomian di Jabar timur, seperti Majalengka dan Cirebon. Tol yang akan terintegrasi dengan Bandara Internasional Jabar Kertajati itu ditargetkan rampung akhir 2021.
Kehadiran tol itu nantinya boleh jadi menghilangkan, atau paling tidak mengurangi, omzet pelaku usaha di sekitar Jalan Cadas Pangeran. Sebab, pengendara bakal beralih ke tol. Hal serupa terjadi di jalur pantura Jabar yang tidak lagi seramai dulu, sebelum kehadiran Jalan Tol Cikopo-Palimanan.
Sebanyak 3 penginapan, 4 minimarket, 14 rumah makan, dan 177 kedai di Kecamatan Pamulihan pun terancam kehilangan pelanggan. Begitupun dengan 10 penginapan, 23 minimarket, 26 rumah makan, dan 327 kedai di Sumedang Selatan. Dua kecamatan ini mengandalkan para pelintas di jalur tersebut.
Cadas Pangeran membutuhkan perhatian, tidak hanya karena Yana. Sebab, bukan Yana saja yang ”hilang” di sana.